PENDIDIKAN merupakan faktor
penting yang memengaruhi perkembangan masa depan suatu bangsa sehingga
bangsa yang mampu mengembangkan kemampuan generasi muda sejak dini akan
menikmati produktivitas dari generasi tersebut dua sampai tiga dekade
kemudian. Refl eksi pentingnya pendidikan dan perkembangan suatu bangsa,
misalnya, dapat kita maknai dari publikasi peringkat PISA (Program for International Student
Assessment) 2012 yang dirilis awal Desember 2013.
PISA merupakan studi
internasional kemampuan literasi membaca, matematika, dan sains yang
diselenggarakan Organisation for
Economic Cooperation and Development (OECD) untuk siswa usia 15 tahun.
Tahun lalu, PISA melakukan tes pada lebih dari 500 ribu siswa sekolah
menengah di seluruh dunia. Hasilnya sistem pendidikan Indonesia masih
sangat jeblok. Dari 65 negara anggota PISA, sistem pendidikan Indonesia
berada di peringkat 64.
Kemudian, untuk tingkat membaca,
pelajar Indonesia menempati urutan ke-61 dari 65 negara anggota PISA. Untuk
skor literasi sains, pelajar Indonesia berada di peringkat 64 dengan skor
382 dan, terakhir, untuk literasi matematika, pelajar Indonesia berada di
peringkat 64 dengan skor 375. Dari sisi literasi matematika saja, bisa
dibandingkan itu berbeda jauh dengan kemampuan siswa di Shanghai dan Hong
Kong yang menempati peringkat 1 dan 3 dengan skor 570 dan 545.
Dengan belajar dari fenomena
itu, paling sedikit ada dua hal yang dapat kita teladani dalam membangun
masa depan Indonesia. Pertama, orientasi pembangunan China selaras dengan
persiapan SDM yang akan menopang pembangunan. China sudah jauh-jauh n hari
berorientasi pada produksi h untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam
negeri. Infrastruktur dipersiapkan sehingga dapat memangkas biaya produksi
dan akhirnya dapat menghasilkan output yang berdaya saing dalam harga.
Kedua, kebijakan pendidikan di
China mengedepankan perkembangan keilmuan sains ketimbang ilmu sosial.
China mengembangkan keilmuan sains dengan mengirimkan SDM ke luar negeri.
dan setelah mereka pulang, berbagai lembaga riset sudah dipersiapkan untuk
menampungnya.
Sudah dijamin
Selain itu, SDM terdidik dalam
sains memperoleh pekerjaan sesuai dengan keilmuannya dan dijanjikan
insentif yang bagus. Akhirnya China mampu menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan lebih baik sehingga berakibat pada daya saing mereka
meningkat tajam dalam 10 tahun terakhir ini.
Kekuatan pada sains dan
matematika berimplikasi pada kekuatan industri pertahanan. China pun berani
secara sepihak menerapkan air defence identification zone (ADIZ) yang
membuat berang AS, Jepang, dan Korea Selatan.
Kesesuaian kebijakan pada bidang
pendidikan saat ini dan ketersediaan lapangan pekerjaan di masa depan,
merupakan hal yang saling berhubung an dan dapat kita persiapkan. Pilihan
kebijakan pendidikan saat ini dan persiapan untuk pembangunan perekonomian
di masa depan akan semakin erat interaksinya setelah periode dua sampai
tiga dekade kemudian.
Sayangnya, dalam sebuah
keluarga, pilihan-pilihan itu sudah berinteraksi. Orangtua akan
memperhatikan potensi kerja yang terbaik untuk anak mereka berdasarkan pada
pemahaman atas kondisi saat ini dan prediksi di masa depan.
Jika orangtua
sudah menyampaikan cita-cita dan mempersiapkan anak mereka untuk menjadi
seorang bankir, misalnya, tentu pilihan pendidikan yang akan disampaikan
kepada ialah bersekolah di SMA dan kuliah di fakultas ekonomi.
Di sisi lain, dalam berbagai
kesempatan, Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Djoko Santoso mengatakan
Indonesia bakal kekurangan sarjana teknik (insinyur) sebanyak 70 ribu
orang/tahun pada 2015.
Kebutuhan itu akan meningkat menjadi 110 ribu orang/tahun pada 2020.
Kelangkaan SDM tersebut tentu saja tidak dapat dipenuhi lulusan perguruan
tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) di dalam negeri.
Otomatis SDM yang mengisi berasal dari luar negeri seperti India,
Bangladesh, dan Pakistan. Fenomena itu sudah terlihat di Singapura dan
Malaysia, ketika sektor konstruksi dikuasai mayoritas tenaga ahli dari Asia
Selatan.
Dengan berkaca dari itu,
sayangnya saat ini animo siswa SMU dan SMK untuk menekuni ilmu sains dan
teknik justru semakin turun. Kasus di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Indonesia pada 1987, rasio antara mahasiswa yang masuk dan yang
berminat ialah 1:45. Pada tahun ini, rasio itu kembali menurun menjadi
1:20. Rasio itu semakin kecil apabila melihat animo siswa SMU untuk masuk
jurusan sains (matematika dan ilmu pengetahuan alam), terlebih mereka yang
berminat menekuni jurusan teknik dan sains di perguruan tinggi swasta.
Mereka lebih berminat untuk
menekuni jurusan teknologi informasi, komunikasi, desain, dan akuntansi
yang lebih `menjamin' masa depan. Jika hal tersebut dibiarkan berlangsung
terus-menerus, dalam jangka panjang daya saing Indonesia akan sulit untuk
meningkat lantaran langkanya generasi muda yang ingin berprofesi pada
bidang pekerjaan yang lebih `berpikir berat' sebagai panggilan jiwanya.
Pemerintah perlu menyampaikan
kepada masyarakat mengenai masa depan Indonesia, agar setiap orangtua dapat
mempertimbangkan jenjang pendidikan yang akan disampaikan kepada anak-anak
mereka di kemudian hari.
Pemerintah pun perlu meyakinkan masyarakat bahwa
arah pembangunan perekonomian bakal berpihak kepada mereka yang akan
mengambil pendidikan sains dan teknik.
Berbagi peran
Karena itu, sudah sebaiknya
beasiswa program sarjana stra ta satu, dua, hingga tiga lebih diutamakan
kepada peminatpeminat kedua disiplin ilmu tersebut. PTN dan PTS bisa
berbagi peran. Program studi yang dikategorikan `basah' seperti ilmu
komunikasi dan bisnis diurus PTS. Program studi ilmu-ilmu murni, sains, dan
teknik lebih diurus PTN.
Dengan begitu, keberadaan PTN dan PTS saling melengkapi dalam menyiapkan
generasi unggul Indonesia.
Program pengiriman mahasiswa
strata satu ke luar negeri untuk mendalami kedua bidang tersebut juga perlu
kembali digalakkan, seperti yang dilakukan pemerintah Orde Baru pada dekade
19801990-an. Bedanya, tentu harus dibarengi penyiapan lapangan kerja
sehingga SDM terdidik yang mahal tersebut tidak lari ke luar negeri.
Melalui proses itu, secara ilmiah bakal tercipta keseimbangan antara
pendidikan yang dipilih generasi masa kini dan persiapan pembangunan
lapangan pekerjaan untuk mereka di kemudian hari. Dengan demikian, di masa
depan generasi muda bangsa Indonesia yang saat ini menempati urutan
tertinggi sebagai siswa yang paling bahagia di sekolah juga akan bahagia ketika
nantinya bekerja karena mereka memperoleh pekerjaan sesuai dengan cita-cita
mereka selama ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar