Rabu, 18 Desember 2013

Bahagia dengan Sains dan Matematika

Bahagia dengan Sains dan Matematika
Arissetyanto Nugroho  ;    Rektor Universitas Mercu Buana
MEDIA INDONESIA,  17 Desember 2013
  


PENDIDIKAN merupakan faktor penting yang memengaruhi perkembangan masa depan suatu bangsa sehingga bangsa yang mampu mengembangkan kemampuan generasi muda sejak dini akan menikmati produktivitas dari generasi tersebut dua sampai tiga dekade kemudian. Refl eksi pentingnya pendidikan dan perkembangan suatu bangsa, misalnya, dapat kita maknai dari publikasi peringkat PISA (Program for International Student Assessment) 2012 yang dirilis awal Desember 2013.

PISA merupakan studi internasional kemampuan literasi membaca, matematika, dan sains yang diselenggarakan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk siswa usia 15 tahun. Tahun lalu, PISA melakukan tes pada lebih dari 500 ribu siswa sekolah menengah di seluruh dunia. Hasilnya sistem pendidikan Indonesia masih sangat jeblok. Dari 65 negara anggota PISA, sistem pendidikan Indonesia berada di peringkat 64.

Kemudian, untuk tingkat membaca, pelajar Indonesia menempati urutan ke-61 dari 65 negara anggota PISA. Untuk skor literasi sains, pelajar Indonesia berada di peringkat 64 dengan skor 382 dan, terakhir, untuk literasi matematika, pelajar Indonesia berada di peringkat 64 dengan skor 375. Dari sisi literasi matematika saja, bisa dibandingkan itu berbeda jauh dengan kemampuan siswa di Shanghai dan Hong Kong yang menempati peringkat 1 dan 3 dengan skor 570 dan 545.

Dengan belajar dari fenomena itu, paling sedikit ada dua hal yang dapat kita teladani dalam membangun masa depan Indonesia. Pertama, orientasi pembangunan China selaras dengan persiapan SDM yang akan menopang pembangunan. China sudah jauh-jauh n hari berorientasi pada produksi h untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Infrastruktur dipersiapkan sehingga dapat memangkas biaya produksi dan akhirnya dapat menghasilkan output yang berdaya saing dalam harga.

Kedua, kebijakan pendidikan di China mengedepankan perkembangan keilmuan sains ketimbang ilmu sosial. China mengembangkan keilmuan sains dengan mengirimkan SDM ke luar negeri. dan setelah mereka pulang, berbagai lembaga riset sudah dipersiapkan untuk menampungnya.

Sudah dijamin

Selain itu, SDM terdidik dalam sains memperoleh pekerjaan sesuai dengan keilmuannya dan dijanjikan insentif yang bagus. Akhirnya China mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan lebih baik sehingga berakibat pada daya saing mereka meningkat tajam dalam 10 tahun terakhir ini. 

Kekuatan pada sains dan matematika berimplikasi pada kekuatan industri pertahanan. China pun berani secara sepihak menerapkan air defence identification zone (ADIZ) yang membuat berang AS, Jepang, dan Korea Selatan.

Kesesuaian kebijakan pada bidang pendidikan saat ini dan ketersediaan lapangan pekerjaan di masa depan, merupakan hal yang saling berhubung an dan dapat kita persiapkan. Pilihan kebijakan pendidikan saat ini dan persiapan untuk pembangunan perekonomian di masa depan akan semakin erat interaksinya setelah periode dua sampai tiga dekade kemudian.

Sayangnya, dalam sebuah keluarga, pilihan-pilihan itu sudah berinteraksi. Orangtua akan memperhatikan potensi kerja yang terbaik untuk anak mereka berdasarkan pada pemahaman atas kondisi saat ini dan prediksi di masa depan. 

Jika orangtua sudah menyampaikan cita-cita dan mempersiapkan anak mereka untuk menjadi seorang bankir, misalnya, tentu pilihan pendidikan yang akan disampaikan kepada ialah bersekolah di SMA dan kuliah di fakultas ekonomi.

Di sisi lain, dalam berbagai kesempatan, Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Djoko Santoso mengatakan Indonesia bakal kekurangan sarjana teknik (insinyur) sebanyak 70 ribu orang/tahun pada 2015.

Kebutuhan itu akan meningkat menjadi 110 ribu orang/tahun pada 2020. Kelangkaan SDM tersebut tentu saja tidak dapat dipenuhi lulusan perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) di dalam negeri. 

Otomatis SDM yang mengisi berasal dari luar negeri seperti India, Bangladesh, dan Pakistan. Fenomena itu sudah terlihat di Singapura dan Malaysia, ketika sektor konstruksi dikuasai mayoritas tenaga ahli dari Asia Selatan.

Dengan berkaca dari itu, sayangnya saat ini animo siswa SMU dan SMK untuk menekuni ilmu sains dan teknik justru semakin turun. Kasus di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia pada 1987, rasio antara mahasiswa yang masuk dan yang berminat ialah 1:45. Pada tahun ini, rasio itu kembali menurun menjadi 1:20. Rasio itu semakin kecil apabila melihat animo siswa SMU untuk masuk jurusan sains (matematika dan ilmu pengetahuan alam), terlebih mereka yang berminat menekuni jurusan teknik dan sains di perguruan tinggi swasta.

Mereka lebih berminat untuk menekuni jurusan teknologi informasi, komunikasi, desain, dan akuntansi yang lebih `menjamin' masa depan. Jika hal tersebut dibiarkan berlangsung terus-menerus, dalam jangka panjang daya saing Indonesia akan sulit untuk meningkat lantaran langkanya generasi muda yang ingin berprofesi pada bidang pekerjaan yang lebih `berpikir berat' sebagai panggilan jiwanya.

Pemerintah perlu menyampaikan kepada masyarakat mengenai masa depan Indonesia, agar setiap orangtua dapat mempertimbangkan jenjang pendidikan yang akan disampaikan kepada anak-anak mereka di kemudian hari. 

Pemerintah pun perlu meyakinkan masyarakat bahwa arah pembangunan perekonomian bakal berpihak kepada mereka yang akan mengambil pendidikan sains dan teknik.

Berbagi peran

Karena itu, sudah sebaiknya beasiswa program sarjana stra ta satu, dua, hingga tiga lebih diutamakan kepada peminatpeminat kedua disiplin ilmu tersebut. PTN dan PTS bisa berbagi peran. Program studi yang dikategorikan `basah' seperti ilmu komunikasi dan bisnis diurus PTS. Program studi ilmu-ilmu murni, sains, dan teknik lebih diurus PTN.

Dengan begitu, keberadaan PTN dan PTS saling melengkapi dalam menyiapkan generasi unggul Indonesia.

Program pengiriman mahasiswa strata satu ke luar negeri untuk mendalami kedua bidang tersebut juga perlu kembali digalakkan, seperti yang dilakukan pemerintah Orde Baru pada dekade 19801990-an. Bedanya, tentu harus dibarengi penyiapan lapangan kerja sehingga SDM terdidik yang mahal tersebut tidak lari ke luar negeri. Melalui proses itu, secara ilmiah bakal tercipta keseimbangan antara pendidikan yang dipilih generasi masa kini dan persiapan pembangunan lapangan pekerjaan untuk mereka di kemudian hari. Dengan demikian, di masa depan generasi muda bangsa Indonesia yang saat ini menempati urutan tertinggi sebagai siswa yang paling bahagia di sekolah juga akan bahagia ketika nantinya bekerja karena mereka memperoleh pekerjaan sesuai dengan cita-cita mereka selama ini.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar