Negeri yang
Gelap Menjadi Terang
Benny Susetyo ; Rohaniwan
|
SINAR
HARAPAN, 23 Desember 2013
Setiap merayakan Natal kita selalu diajak membaca situasi
kehidupan kekinian di sekitar kita. Ketidakadilan, kemiskinan, pengangguran,
dan berbagai kejahatan kemanusiaan yang kian hari kian meningkat secara
kuantitas maupun kualitas. Natal mengajak kita merefleksikan berbagai
kegelapan itu menuju terang dan damai sejati.
Seperti Natal, saat ini kita masih disuguhi potret wajah
masa depan negeri yang suram dan gelap. Kita hidup di negeri yang penuh
korupsi di satu pihak, dan mengalami kemiskinan yang parah di lain pihak.
Hidup di negeri yang penuh bualan penegakan hukum dan ketidakadilan. Kita hidup
di negeri ironi.
Di tengah persoalan besar seperti inilah, Natal tahun ini
mengajak kita menyadari, “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah
melihat terang yang besar” (Yes.9:1a). Kita diajak menemukan kembali wajah
Allah dalam diri Yesus Kristus yang lahir di tengah kegelapan.
Seperti dalam tema Natal bersama kali ini yang diilhami
suatu ayat dalam Kitab Nabi Yesaya 9:5, “Sebab seorang anak telah lahir untuk
kita; seorang putra telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di
atas bahunya, dan namanya disebutkan orang; Penasehat Ajaib, Allah yang
perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Dialah yang disebut sebagai ‘Terang
yang besar’. Sebuah kabar gembira tentang kedatangan Sang Juru Selamat.”
Terang Sejati
Makna terdalam kedatangan Sang Juru Selamat untuk zaman
ini adalah menegaskan kembali semangat-Nya melawan kegelapan, ketidakadilan,
dan penindasan. Perlu habitus baru untuk melawan ketidakadilan dan kemiskinan
yang makin menggurita ini.
Natal harus bermakna di tengah-tengah ketidakjelasan masa
depan bangsa. Orientasi kehidupan berbangsa dan bernegara ini sedang
disandera kekuatan “siluman” yang mampu menyetir kebijakan negara. Kemampuan
luar biasa itu yang membuat bangsa ini tak mampu lepas dari belenggu masa
lalu, yang dipenuhi kerangka berpikir manipulatif, yang masih menjadi bagian
dari habitus elite politik untuk menipu warga negara.
Dalam posisi seperti inilah kekuasaan politik cenderung
tidak lagi memiliki daya nalar sehat. Tragedi inilah yang menjelma bentuk
ketidakadilan di segala hal. Seakan kita kehilangan akal sehat untuk hidup
dalam zaman yang normal.
Zaman yang ditandai dengan tertib hukum yang terjelma
dalam tertib sosial, tiba-tiba menjadi hilang dalam memori ingatan bangsa
ini. Ingatan akan kebersamaan tiba menjadi sirna ketika anak-anak bangsa ini
menjadi buas saling menerkam. Kita hampir mengalami kehancuran keadaban
publik yang hampir sempurna.
Dengan menyatakan kehancuran keadaban publik, kita
menegaskan masalah yang kita hadapi bukan hanya soal pribadi, sekitar bagaimana
menjadi manusia yang berperilaku baik. Tetapi lebih jauh dari itu adalah
bagaimana mengusahakan hal-hal yang baik secara perorangan, sekaligus
menciptakan iklim, lingkungan, dan suasana yang kondusif bagi kesejahteraan
bersama.
Ini penting dilakukan, misalnya melalui tata kelola
badan-badan publik, penyelenggaraan tata ekonomi, serta pengembangan
kehidupan bersama di masyarakat dalam berbagai sektor.
Menerangi Kegelapan
Masalah-masalah menyangkut ranah publik bangsa Indonesia
dewasa ini sudah demikian parah. Masalah korupsi, kekerasan, dan kehancuran
lingkungan menjadi warna gelap kebangsaan ini. Ketiga penyakit sosial ini
benar-benar membuat ruang publik kita tidak berdaya untuk mengembangkan
keadaban.
Kesuraman masa depan itulah yang harus kita hadapi
bersama, terutama bila kita masih memiliki orientasi hidup untuk menuju
keberadaban. Kesuraman tanda-tanda masa depan bangsa itulah yang harus segera
dipulihkan.
Dibutuhkan sebuah orientasi baru untuk menciptakan ruang
publik yang demokratis dan beradab, pro wong cilik yang mayoritas, atau
dengan kata lain perlu dipikirkan bersama setiap langkah untuk merenda
habitus baru.
Kita menyaksikan bangsa kita masih mengalami berbagai
persoalan. Kemiskinan sebagai akibat ketidakadilan masih menjadi persoalan
sebagian besar bangsa kita. Masalah ini mengakibatkan masih sulitnya kita
mengatasi biaya-biaya, bahkan kebutuhan pokok hidup sehari-hari, pendidikan
dan kesehatan.
Kekerasan juga masih merupakan bahasa yang digemari guna
menyelesaikan masalah relasi antarmanusia.
Kecenderungan penyeragaman dan abai atas keanekaragaman
masih merupakan fakta sehari-hari. Akibatnya, kerukunan hidup masih
menjadi barang mahal. Korupsi, bukannya dihapuskan, malah beranak-pinak dan
merasuki segala ranah kehidupan bangsa kita. Penegakan hukum yang berkeadilan
dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia masih merupakan pergumulan
dan harus tetap kita perjuangkan. Pencemaran dan perusakan lingkungan yang
menyebabkan bencana alam, seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetap
mencemaskan kita.
Dalam pesan Natal bersama kali ini hendak menggarisbawahi
semangat kedatangan Kristus tersebut, dengan bersaksi dan beraksi menciptakan
kehidupan damai di muka Bumi. Perayaan Natal hendaknya juga menjadi semangat
hidup semua dan menerangi sebuah negeri yang semakin gelap. Selamat Natal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar