Selasa, 24 Desember 2013

Negeri yang Gelap Menjadi Terang

Negeri yang Gelap Menjadi Terang
Benny Susetyo  ;   Rohaniwan
SINAR HARAPAN,  23 Desember 2013


  
Setiap merayakan Natal kita selalu diajak membaca situasi kehidupan kekinian di sekitar kita. Ketidakadilan, kemiskinan, pengangguran, dan berbagai kejahatan kemanusiaan yang kian hari kian meningkat secara kuantitas maupun kualitas. Natal mengajak kita merefleksikan berbagai kegelapan itu menuju terang dan damai sejati.

Seperti Natal, saat ini kita masih disuguhi potret wajah masa depan negeri yang suram dan gelap. Kita hidup di negeri yang penuh korupsi di satu pihak, dan mengalami kemiskinan yang parah di lain pihak. Hidup di negeri yang penuh bualan penegakan hukum dan ketidakadilan. Kita hidup di negeri ironi.

Di tengah persoalan besar seperti inilah, Natal tahun ini mengajak kita menyadari, “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar” (Yes.9:1a). Kita diajak menemukan kembali wajah Allah dalam diri Yesus Kristus yang lahir di tengah kegelapan.

Seperti dalam tema Natal bersama kali ini yang diilhami suatu ayat dalam Kitab Nabi Yesaya 9:5, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita; seorang putra telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang; Penasehat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Dialah yang disebut sebagai ‘Terang yang besar’. Sebuah kabar gembira tentang kedatangan Sang Juru Selamat.”

Terang Sejati

Makna terdalam kedatangan Sang Juru Selamat untuk zaman ini adalah menegaskan kembali semangat-Nya melawan kegelapan, ketidakadilan, dan penindasan. Perlu habitus baru untuk melawan ketidakadilan dan kemiskinan yang makin menggurita ini.

Natal harus bermakna di tengah-tengah ketidakjelasan masa depan bangsa. Orientasi kehidupan berbangsa dan bernegara ini sedang disandera kekuatan “siluman” yang mampu menyetir kebijakan negara. Kemampuan luar biasa itu yang membuat bangsa ini tak mampu lepas dari belenggu masa lalu, yang dipenuhi kerangka berpikir manipulatif, yang masih menjadi bagian dari habitus elite politik untuk menipu warga negara.

Dalam posisi seperti inilah kekuasaan politik cenderung tidak lagi memiliki daya nalar sehat. Tragedi inilah yang menjelma bentuk ketidakadilan di segala hal. Seakan kita kehilangan akal sehat untuk hidup dalam zaman yang normal.

Zaman yang ditandai dengan tertib hukum yang terjelma dalam tertib sosial, tiba-tiba menjadi hilang dalam memori ingatan bangsa ini. Ingatan akan kebersamaan tiba menjadi sirna ketika anak-anak bangsa ini menjadi buas saling menerkam. Kita hampir mengalami kehancuran keadaban publik yang hampir sempurna.

Dengan menyatakan kehancuran keadaban publik, kita menegaskan masalah yang kita hadapi bukan hanya soal pribadi, sekitar bagaimana menjadi manusia yang berperilaku baik. Tetapi lebih jauh dari itu adalah bagaimana mengusahakan hal-hal yang baik secara perorangan, sekaligus menciptakan iklim, lingkungan, dan suasana yang kondusif bagi kesejahteraan bersama.

Ini penting dilakukan, misalnya melalui tata kelola badan-badan publik, penyelenggaraan tata ekonomi, serta pengembangan kehidupan bersama di masyarakat dalam berbagai sektor.

Menerangi Kegelapan

Masalah-masalah menyangkut ranah publik bangsa Indonesia dewasa ini sudah demikian parah. Masalah korupsi, kekerasan, dan kehancuran lingkungan menjadi warna gelap kebangsaan ini. Ketiga penyakit sosial ini benar-benar membuat ruang publik kita tidak berdaya untuk mengembangkan keadaban.

Kesuraman masa depan itulah yang harus kita hadapi bersama, terutama bila kita masih memiliki orientasi hidup untuk menuju keberadaban. Kesuraman tanda-tanda masa depan bangsa itulah yang harus segera dipulihkan.

Dibutuhkan sebuah orientasi baru untuk menciptakan ruang publik yang demokratis dan beradab, pro wong cilik yang mayoritas, atau dengan kata lain perlu dipikirkan bersama setiap langkah untuk merenda habitus baru.

Kita menyaksikan bangsa kita masih mengalami berbagai persoalan. Kemiskinan sebagai akibat ketidakadilan masih menjadi persoalan sebagian besar bangsa kita. Masalah ini mengakibatkan masih sulitnya kita mengatasi biaya-biaya, bahkan kebutuhan pokok hidup sehari-hari, pendidikan dan kesehatan. 
Kekerasan juga masih merupakan bahasa yang digemari guna menyelesaikan masalah relasi antarmanusia.

Kecenderungan penyeragaman dan abai atas keanekaragaman masih merupakan fakta sehari-hari. Akibatnya, kerukunan hidup masih menjadi barang mahal. Korupsi, bukannya dihapuskan, malah beranak-pinak dan merasuki segala ranah kehidupan bangsa kita. Penegakan hukum yang berkeadilan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia masih merupakan pergumulan dan harus tetap kita perjuangkan. Pencemaran dan perusakan lingkungan yang menyebabkan bencana alam, seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetap mencemaskan kita.

Dalam pesan Natal bersama kali ini hendak menggarisbawahi semangat kedatangan Kristus tersebut, dengan bersaksi dan beraksi menciptakan kehidupan damai di muka Bumi. Perayaan Natal hendaknya juga menjadi semangat hidup semua dan menerangi sebuah negeri yang semakin gelap. Selamat Natal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar