Rabu, 18 Desember 2013

Momentum Kerja Sama Ekonomi RI-Jepang

Momentum Kerja Sama Ekonomi RI-Jepang
Firmanzah  ;    Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
KORAN SINDO,  17 Desember 2013
  


Kerja sama ekonomi Indonesia dengan Jepang memasuki babak baru dalam sejarah kedua negara. Di tengah perlambatan ekonomi dunia dan kawasan, kedua negara sepakat untuk terus meningkatkan kerja sama, baik yang bersifat bilateral maupun di tingkat regional. 

Selama pertemuan puncak KTT memperingati 40 tahun kerja sama ASEAN-Jepang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan serangkaian pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe serta pertemuan dengan pemimpin dunia usaha Jepang. Salah satu kesepakatan dari pertemuan bilateral tersebut terkait peningkatan kemitraan strategis antara Indonesia dengan Jepang di bidang perdagangan dan investasi. Di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Abe, Jepang memasuki babak baru dalam model pembangunan ekonomi. 

Setelah memenangi pemilihan umum pada Desember 2012, Perdana Menteri Abe mencanangkan model pertumbuhan ekonomi yang lebih agresif dan progrowth. Hal ini ditempuh melalui apa yang kita kenal sebagai three arrows, yaitu masifnya stimulus fiskal, kebijakan moneter yang agresif dan longgar yang dilakukan Bank of Japan, serta pelaksanaan program reformasi struktural untuk memacu daya saing. Melalui ketiga kebijakan ini, ekonomi Jepang memasuki tahapan yang lebih ekspansif dibandingkan periode sebelumnya yang jauh lebih konservatif. Hasil kebijakan Perdana Menteri Abe terlihat, yaitu pada kuartal I 2013 Jepang mencatatkan pertumbuhan ekonomi 4,3%. 

Pertumbuhan ekonomi jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 yang hanya 1%.Namun, kebijakan ekspansif Jepang harus berhadapan dengan sejumlah sentimen negatif di pasar global yang berdampak menurunnya permintaan ekspor dunia, gejolak pasar keuangan dunia, naiknya harga energi serta stagnasi pasar modal. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal II 2013 yang tercatat sebesar 3,3% dan kuartal III 2013 sebesar 1,9%. Selain dari pertumbuhan ekonomi, ekspansifnya ekonomi Jepang juga terlihat dari sejumlah indikator lain. 

Misalnya, target inflasi didorong untuk bisa mencapai 2%. Nilai tukar yen terhadap dolar Amerika Serikat terdepresiasi sebagai konsekuensi kebijakan moneter longgar yang dilakukan bank sentral. Bauran antara belanja fiskal, moneter, dan reformasi struktural mampu menekan angka pengangguran, yang sebelumnya pada kuartal IV 2012 mencapai 4% dapat diturunkan menjadi 3,7% pada kuartal I 2013. Investasi sektor swasta juga didorong untuk terus meningkat dan lebih ekspansif di pasar internasional baik melalui eksportasi maupun investasi langsung. 

Ekspansi perusahaan Jepang dalambentuk foreign direct investment (FDI) bertemu dengan kepentingan Indonesia untuk memperbesar investasi baik di bidang infrastruktur maupun sektor riil. Maka dapat dikatakan saat ini merupakan momentum kerja sama ekonomi yang terbaik yang pernah dimiliki Indonesia dan Jepang dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Ekonomi Indonesia dapat dikategorikan sebagai ekonomi yang sedang ekspansif. Meskipun mengalami tekanan dari sisi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II dan III 2013, ekonomi Indonesia diprediksi dapat tetap tumbuh dalam kisaran 5,6–5,8% sampai akhir 2013. 

Bagi negara dengan PDB purchasing power parity di atas USD1 triliun, pertumbuhan di level tersebut tergolong dalam pertumbuhan yang tinggi. Ekspansi ekonomi Indonesia juga tecermin dari kebijakan yang mendorongi industrialisasi serta hilirisasi. Setelah Pemerintah Indonesia menjalankan kebijakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui keep buying policies selama kurun waktu 2004–2010, program percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur dicanangkan pada November 2011. 

Kebijakan ini menandai era perimbangan antara terus menjaga dari sisi permintaan maupun dari sisi produksi (supply side). Dengan adanya MP3EI, Indonesia sedang mengakselerasi pembangunan infrastruktur seperti bandara, jalan tol, pelabuhan, energi serta jalur transportasi. Selain itu, sejumlah proyek di sektor riil seperti industri baja, mineral dan tambang serta industri pengolahan lainnya secara intens juga terus ditingkatkan. Semenjak dicanangkan, lebih dari Rp737 triliun nilai proyek pembangunan dalam MP3EI telah dilakukan groundbreaking. 

Proyek pembangunan yang tengah berjalan ada yang sudah dapat dirasakan manfaatnya, tetapi juga ada yang masih dalam tahap penyelesaian dan baru beroperasi dalam kurun 2–4 tahun ke depan. Pada tahun 2014–2017, lebih dari 56 proyek telah ditawarkan dengan nilai investasi lebih dari USD44,8 miliar kepada BUMN dan swasta. Kebutuhan dana yang sangat besar dalam percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur memberikan peluang kerja sama dan investasi di Tanah Air. Sejumlah investor Jepang juga menyatakan minat untuk melakukan investasi di bidang infrastruktur seperti ketenagalistrikan dan jalur transportasi umum. 

Selain ekspansifnya ekonomi Indonesia dalam pembangunan infrastruktur dan sektorriil, membesarnyajumlahkelas menengah juga menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan investasi penting dunia. Bahkan baru-baru ini, Japan bank for International Cooperation (JBIC) melakukan survei kepada 500 perusahaan multinasional Jepang dan menempatkan Indonesia sebagai peringkat pertama negara tujuan investasi dan menggeser China sebagai destinasi utama investasi Jepang selama ini. 

Sebanyak 44,9% responden menyatakan Indonesia sebagai negara yang sangat menarik dengan pertumbuhan kelas menengah di Indonesia menjadi salah satu faktor pendorong utamanya. Menurut data BKPM, pada kuartal III 2013, Jepang menjadi negara asal investasi pertama di Indonesia. Realisasi investasi dari Jepang mencapai USD3,6 miliaratau17,2% dari totalPMA. Dengan adanya komitmen yang sangat kuat dari investor Jepang ke Indonesia, posisi ini akan sangat sulit digeser negaranegara lain. 

Sejumlah investasi di bidang infrastruktur, ketenagalistrikan, geotermal, industrimanufaktur, transportasi umum, industri jasakeuangan, ritelserta industri pengolahan lainnya tengah dilakukan di Indonesia. Hal ini menguntungkan bagi Indonesia untuk memperkuat struktur industri nasional dan penguatan daya saing nasional di masa mendatang. Kita tentu berharap, dunia usaha lokal juga dapat menarik manfaat dari tren investasi Jepang di Indonesia. Kemitraan strategis dengan pengusaha lokal juga diharapkan dapat terus meningkat. 

Kalangan dunia usaha Indonesia baik yang tergabung dalam Kadin, Apindo, Hipmi maupun sejumlah asosiasi dunia usaha lainnya juga perlu secara proaktif mencari mitra kerja strategis untuk mengisi struktur industri baik dasar, menengah maupun industri hilir. Bagi Indonesia hal ini semakin penting tidak hanya sebagai medium untuk meningkatkan nilai tambah produk ekspor nasional, tetapi juga untuk dapat mengurangi impor (import substitution) akibat meningkatnya serta beragamnya produk dan jasa yang dikonsumsi kelas menengah Indonesia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar