Kamis, 12 Desember 2013

Menunggu Iktikad Baik SBY-Boediono

Menunggu Iktikad Baik SBY-Boediono
Bambang Soesatyo  ;   Anggota Timwas Century DPR Fraksi Partai Golkar
KORAN SINDO,  11 Desember 2013
  


Ekses pencairan dana LPS untuk menalangi Bank Century sudah dikonfirmasi Boediono, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang kini Wakil Presiden RI. 

Etikanya, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono menunjukkan iktikad baik. Caranya, all out memperjelas pertanggungjawaban atas gelembung dana talangan LPS itu. Jika terus minimalis seperti sekarang, pemerintahan SBY-Boediono akan dinilai dan dikenang sebagai rezim dengan manajemen pemerintahan paling bobrok dalam sejarah Indonesia modern. Skandal ini terjadi dalam rentang waktu Oktober 2008 hingga seusai pelaksanaan Pemilihan Presiden 2009. 

Pada periode itu, SBY yang menjabat sebagai presiden RI dan Boediono sebagai gubernurBIsaat itujustruproaktif memperjuangkan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) untuk Bank Century. Maka, desakan kepada SBY-Boediono untuk menunjukkan iktikad baik mempertanggungjawabkan ekses penggunaan dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi amat relevan. 

Ini bukan lagi persoalan tekan-menekan atas nama interes politik. Esensi persoalannya harus diletakkan dan dilihat dari aspek manajemen dan moral pemerintahan, aspek manajemen dan moral bank sentral, aspek prosedur dan mekanisme pertanggungjawaban para pejabat tinggi dan birokrat negara ketika bertindak atas nama kuasa dan wewenang mereka, serta aspek terpenting lainnya, yakni prinsip pemerintahan yang bersih. Itulah titip pijak desakan tadi karena megaskandal Bank Century melibatkan penggunaan triliunan rupiah dana LPS. 

Dalam konteks ini, tidak penting lagi memperdebatkan apakah dana di brankas LPS itu uang negara atau akumulasi iuran bank-bank umum. Dana LPS itu milik publik. Maka, dari aspek moral, penggunaannya pun harus bisa dipertanggungjawabkan sejelas-jelasnya kepada publik pula, apa adanya, tanpa rekayasa. Konstruksi pemahaman publik terhadap skandal Bank Century sedikit bergeser menyusul penegasan Boediono mengenai misteri gelembung dana talangan. 

Melalui penjelasan pers seusai menjalani pemeriksaan KPK belum lama ini, mantan Gubernur BI itu menegaskan, dana talangan awal yang direkomendasikan BI untuk Bank Century hanya Rp632 miliar. Talangan membengkak jadi Rp2,5 triliun, kemudian menggelembung sampai Rp6,7 triliun saat berada di tangan LPS dan pengawas Bank Century yang kemudian diubah menjadi Bank Mutiara. 

Boediono kemudian menambah bobot kebingungan publik dengan mengatakan bahwa legalitas tindakan terhadap Bank Century adalah pengambilalihan, bukan bailout. “Setelah itu, yang terjadi adalah antara LPS dan pengawas bank. Saya kira di situ jawabannya,” kata Boediono. Tak mau dikambinghitamkan begitu saja, Ketua Dewan Komisioner LPS, Heru, langsung membantah Boediono. 

“LPS, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, harus melaksanakan mandat yang ditetapkan KSSK maupun komite koordinasi. Tidak ada opsi lain dalam melaksanakan mandat itu karena diatur dalam undang-undang,” kata Heru seusai menjalani pemeriksaan KPK belum lama ini. 

Gagap 

Sejak awal, para pihak yang terlibat langsung dalam perhitungan, pencairan, dan penyerahan dana talangan itu sudah terlihat gagap ketika adu argumentasi sampai pada tema pertanggungjawaban. Gagap pertama berkaitan dengan fakta bahwa semua proses hingga cairnya dana talangan sampai Rp2,5trliun— dari rekomendasi BI Rp632 miliar yang disetujui KSSK—tidak dilaporkan ke Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai pelaksana tugas (Plt) presiden saat itu. 

Kedua, curahan hati Ketua KSSK/Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Yusuf Kalla bahwa dia merasa telah dibohongi orang-orang  BI. Keluh kesah Sri Mulyani ini saja sudah menjadi persoalan besar tersendiri. Ketua KSSK tahu dia telah dibohongi BI. Berarti, Sri Mulyani sendiri gagap untuk bertanya kepada Gubernur BI Boediono yang merangkap sebagai anggota KSSK itu. 

Dan, kepada Pansus DPR, Sri Mulyani tegas-tegas hanya mau bertanggung jawab atas dana talangan Rp632 miliar, sama dengan klaim Boediono. Ketiga, dalam suasana gagap pula, pada Selasa 25 November 2008, para pihak itu melapor kepada Plt Presiden Jusuf Kalla. Mereka melapor ketika eksesnya sudah tak bisa dikendalikan lagi karena Rp2,5 triliun itu langsung raib ditarik deposan besar Bank Century. 

Laporan ini membuat Kalla terkejut dan marah. Dia memerintahkan Polri menangkap pemilik Bank Century Robert Tantular. Apakah reaksi plt presiden itu bisa menghentikan pencairan dana talangan untuk Bank Century? Ternyata, pencairan tidak berhenti di angka Rp2,5 triliun itu. Pencairan dan penyerahan dana talangan masih terus berlangsung, mulai akhir November 2008 berlanjut hingga menjelang Pemilu Legislatif April 2009 sampai pascapemilihan presiden Juni 2009. 

Tercapailah gelembung dana talangan itu hingga angka Rp6,7 triliun. Gagap berikutnya adalah pola cuci tangan Boediono ketika dia melimpahkan tanggung jawab penggelembungan dana talangan itukepada LPSdanpengawasbank. Bantahan LPS sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan ketidakberesan perhitungan dan pencairan dana talangan itu. 

Kalau Boediono juga mengambinghitamkan pengawas bank, dia juga harus memikul kesalahan itu karena fungsi pengawasan bank saat itu mutlak wewenang BI. Boediono juga menegaskan, Bank Century tidak di-bailout, melainkan diambil alih. Untungnya, masyarakat tidak ikut-ikutan gagap. 

Maka, dibukalah dokumen 21 November 2008 yang memuat pernyataan Robert Tantular. Dia, dalam kapasitasnya sebagai direktur utama PT Century Mega Investindo, minta diikutsertakan dalam penanganan PT Bank Century Tbk oleh LPS. 

Dalam dokumen itu, Robert menyatakan siap menyetor tambahan modal minimal 20% dari perkiraan biaya penanganan yang ditetapkan LPS dalam jangka waktu 35 hari sejak surat pernyataannya ditandatangani. Maka, sangat jelas Bank Century sejatinya di-bailoutkarena pemegang saham lama dilibatkan dalam proses itu, bukan diambil alih. 

Iktikad Menelusuri 

Akhirnya, sampailah pada pertanyaan mengenai bagaimana caranya agar persoalan gelembung dana talangan itu terang-benderang? Kalau semuanya bisa dibuat sangat jelas, akan terlihat siapa yang seharusnya bertanggung jawab. Persoalannya terpulang pada iktikad baik Presiden SBY dan mantan Gubernur BI yang kini menjabat sebagai wakil presiden, Boediono. 

Persoalan ini mestinya membuat kedua pemimpin merasa tidak nyaman karena sudah mencoreng reputasi pemerintahan mereka. Menjadi sangat aneh jika keduanya minimalis. Dari sisi Presiden SBY, yang perlu dilakukan adalah memanggil mantan Menteri Keuangan/ mantan Ketua KSSK, Sri Mulyani. 

Dari Sri Mulyani, Presiden bisa meminta penjelasan serta pertanggungjawaban atas keputusan KSSK dan tindakan LPS menggelembungkan dana talangan. Sudah barang tentu, Presiden juga harus memanggil pimpinan LPS karena sesuai dengan UU LPS Pasal 2 LPS bertanggung jawab ke Presiden. 

Kepada LPS misalnya, Sri Mulyani sebagai ketua KSSK bisa mempertanyakan legalitas apa yang digunakan sehingga manajemen LPS berani mencairkan dan menyerahkan dana talangan sampai Rp6,7 triliun itu? Apakah dengan persetujuan dan sepengetahuan Presiden atau inisiatif LPS sendiri. Boediono, sebagai anggota KSSK, pun bisa mengajukan pertanyaan serupa kepada LPS. 

Persoalan penting lain yang juga perlu diperjelas Boediono adalah mekanisme pengeluaran uang kas ratusan miliar hingga triliunan rupiah dari gudang BI. Tidakkah menjadi hak mutlak Gubernur BI untuk mendapatkan laporan mengenai pengeluaran uang kas sebanyak itu dari gudang BI? Karena tindakan LPS berdasarkan mandat dari KSSK, Sri Mulyani sebagai ketua dan Boediono sebagai anggota KSSK harus bertemu untuk mencari sebab-musabab ekses pencairan dan penyerahan dana talangan Bank Century. 

Benar bahwa KPK bisa melaksanakan sebagian pekerjaan itu. Tapi, SBY, Boediono, dan Sri Mulyani harus menunjukkan iktikad baik dengan cara mengambil prakarsa untuk membuat persoalannya terangbenderang dari aspek kewenangan masing-masing. Terpenting, semua hasil penelusuran itu dibuka kepada publik. Kalau tidak ada iktikad baik dari SBY, Boediono, dan Sri Mulyani, rakyat akan berkesimpulan bahwa ada yang disembunyikan di balik ekses penggelembungan dana talangan Bank Century. 

Risikonya, lima tahun pemerintahan SBY-Boediono akan dikenang sebagai rezim dengan manajemen pemerintahan paling bobrok karena gagal mempertanggung jawabkan gelembung dana talangan Bank Century.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar