|
Halim Perdanakusuma lahir di Sumenep, Madura, pada 1922
dari keluarga birokrat Hindia Belanda. Setelah lulus sekolah menengah pada
1938, ia masuk sekolah pamong praja di Magelang. Pecahnya perang dunia
menyebabkan pemerintah Hindia Belanda menetapkan milisi umum, dan Halim
mengikuti pendidikan angkatan laut. Sebelum Jepang menyerang Hindia Belanda,
mereka diungsikan ke AS, dan Halim sempat mengikuti pelatihan di Canadian
Air Force. Ia berpengalaman dalam bertempur di medan perang Eropa.
Setelah Indonesia merdeka, ia pulang ke
Tanah Air dan diminta membangun AURI. Sesuai dengan keahliannya, Halim
ditugasi sebagai Perwira Operasi dalam menembus blokade Belanda, mengatur
siasat serangan udara, penerjunan pasukan di luar Jawa dan penyelenggaraan
operasi penerbangan ke berbagai wilayah. Di antaranya penerbangan unik
untuk pertama kalinya ke Pulau Madura pada 12 Mei 1946. Berhubung pangkalan
udara di sana belum siap, mereka terpaksa melakukan pendaratan darurat di
sebuah lapangan pembuatan garam. Di samping itu, ia diserahi pula tugas
sebagai instruktur navigasi di sekolah penerbangan di samping menerbangkan
para pejabat yang akan melakukan perundingan dengan pihak Sekutu di Jakarta
tentang pengangkutan tawanan perang dan interniran.
Pada 21 Juli 1947 Belanda melakukan agresi
militer pertama dengan melancarkan serangan udara serempak terhadap semua
pangkalan udara Republik Indonesia, sehingga menimbulkan banyak kerusakan.
Untuk menghubungkan Jawa dengan Sumatera, sebuah lapangan terbang disiapkan
rakyat secara gotong-royong di Gadut, Bukittinggi. Untuk itu, sebuah
pesawat Dakota disewa dari luar negeri. Dalam usaha mencari bantuan ke luar
negeri inilah Halim dan Iswahjudi pergi ke Bangkok pada Desember 1947 untuk
menjajaki kemungkinan pembelian senjata di Thailand. Dalam perjalanan
pulang pada 14 Desember 1947, pesawat itu jatuh di Tanjung Hantu, Perak,
Malaysia. Jenazah Halim Perdanakusuma dapat dikenali dan dimakamkan
penduduk di sekitar itu.
Pangkalan Udara Cililitan sudah dibangun
pada zaman Hindia Belanda, kita dapat melihat foto pangkalan udara ini pada
1925, misalnya. Sesuai dengan kesepakatan dalam KMB (Konferensi Meja
Bundar) pada 1949, pangkalan ini dengan seluruh fasilitasnya diserahkan
kepada AURI pada 20 Juni 1950. Pada 17 Agustus 1952 nama Pangkalan Udara
Cililitan diubah menjadi Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
Sejak semula Pangkalan Udara Halim
Perdanakusuma memang dirancang bukan sebagai bandara komersial. Walaupun
dibangun lebih belakangan, Bandara Kemayoran ditetapkan sebagai bandara
internasional pada 1940. Sebelum bandara Soekarno-Hatta selesai, memang
kegiatan beralih dari Kemayoran ke Halim Perdanakusuma, namun itu hanya
untuk sementara. Halim Perdanakusuma tetap menjadi pangkalan militer
(markas Komando Operasi Angkatan Udara I), pangkalan udara untuk VVIP,
serta bandar udara sipil terbatas. Sebelum dibangun jalan tol Cipularang,
di Halim terdapat penerbangan Jakarta-Bandung dengan pesawat kecil.
Sekarang sudah tidak ada lagi.
Bila Bandara Kemayoran digambarkan secara
bagus dalam komik terkenal di dunia Tintin yang berjudul "Penerbangan
714 ke Sydney", sebaliknya Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma disebut
secara negatif dalam film "Pengkhianatan G30S/PKI" sebagai sarang
pemberontak. Ini diprotes oleh Persatuan Purnawirawan AURI yang mengatakan
Lubang Buaya tempat terbunuhnya enam orang Jenderal itu bukan di Pangkalan
Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, melainkan termasuk wilayah Pondok Gede.
Itu sebabnya, mereka meminta Menteri Penerangan Yunus Yosfiah serta Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Juwono Sudarsono agar film yang jadi tontonan
wajib selama belasan tahun itu disetop penayangannya sejak 30 September
1998.
Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma
berfungsi sebagai tempat pengamanan bagi tokoh penting. Jika terjadi
keadaan darurat, di Halim Perdanakusuma selalu siap pesawat yang bisa
menerbangkan presiden ke tempat yang aman, termasuk ke luar negeri. Itulah
sebabnya, pada 1 Oktober 1965 Presiden Sukarno menuju Halim dan beberapa
selama waktu berada di tempat itu. Pada Januari 1974, ketika meletus
peristiwa Malari, api membakar Senen dan beberapa tempat di Jakarta, Perdana
Menteri Jepang Tanaka diterbangkan dengan helikopter dari Istana Merdeka ke
Pangkalan Halim Perdanakusuma sebelum pulang ke Tokyo.
Perkembangan selama dua dekade belakangan
ini, daerah di sekitar Halim seperti Pondok Gede dan Bekasi berkembang
pesat sebagai pusat permukiman penduduk yang padat. Deru pesawat akan
membuat bising warga. Kemacetan yang parah di jalan raya Pondok Gede-Asrama
Haji-Garuda akan menyebabkan akses untuk keluar masuk bandara Halim
terganggu. Bisa jadi penumpang akan ketinggalan pesawat, kecuali
jalan-jalan raya di sekitar Halim itu dilebarkan, yang tentu akan memakan
waktu pula. Dari semula memang Halim Perdanakusuma tidak didesain sebagai
bandara komersial. Mengutip Wakil Gubernur DKI Basuki Purnama, "Ini seperti kuda dipakai membajak
sawah." ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar