Senin, 23 Desember 2013

Menggugat Mitos Jakarta

Menggugat Mitos Jakarta
Asvi Warman Adam  ;   Sejarawan LIPI
TEMPO.CO,  23 Desember 2013

  

Selama lebih dari setengah abad, warga Jakarta keliru merayakan ulang tahun kotanya. Pada 22 Juni, anggota DPRD bersidang secara khusus dan penduduk berpesta di seantero Ibu Kota. Tapi apa yang dirayakan selama ini ternyata mitos belaka. Di dalam situs resmi dinas pemerintah DKI disebutkan, 22 Juni 1527 Fatahillah yang konon berasal dari Arab, mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, sebuah istilah Sanskerta. Peran Fatahillah dalam sejarah selama berada di Jakarta tak jelas pula. Apakah ia betul berperang melawan Portugis? Apakah dalam penyerangan ke Jakarta, ia juga membunuh ribuan penduduk setempat? Jelas pula ia tidak melakukan Islamisasi, karena sebelumnya warga setempat sudah menganut agama ini.

Penetapan 22 Juni itu sangat politis dan kurang dukungan fakta historis, karena dilakukan berdasarkan keputusan Dewan Kota sementara nomor 6/d/K tahun 1956 atas prakarsa Wali Kota Sudiro. Sebelumnya Sudiro meminta kepada Dr Soekanto untuk membuat penelitian tentang hal ini. Hari jadi Jakarta tidak dirayakan secara meriah pada masa Presiden Sukarno, baru sejak Ali Sadikin menjadi gubernur pada 1966, diadakan pesta rakyat.

Menanggapi mitos Kota Jakarta, sejarawan Abdurrachman Surjomihardjo menganggap ini sebagai "kemenangan Sudiro atas kemenangan Fatahillah" yang tidak jelas itu. Dulu pernah terjadi perdebatan antara Dr Soekanto dan Dr Hussein Djajadiningrat, tapi tidak ada titik temunya. Sementara itu, Dr Slamet Mulyana berpendapat bahwa nama Ja(ya)karta diturunkan dari nama seorang adipati Pangeran Jayawikarta yang mempertahankan kota dari serangan J.P. Coen.

Pada 12 Desember 2013 di Taman Ismail Marzuki diadakan sebuah seminar yang menggugat tanggal lahir Jakarta. Beberapa peserta dari Cirebon membela Fatahillah yang dianggap menantu Sunan Gunung Jati yang makam keduanya konon berada di wilayah Cirebon. Bila 22 Juni ditolak sebagai hari lahir Jakarta, tanggal apa yang dipilih sebagai gantinya? Ada sebuah tanggal yang sangat jelas peristiwanya, yakni pendirian benteng Batavia oleh Jan Pieter Zoon Coen pada 30 Mei 1619 yang menandai berdirinya Batavia. Tentu banyak orang tidak setuju bila ini yang dipilih, karena berkaitan dengan tindakan sang penjajah.

Opsi kedua, mencontoh Kota Manado yang tanggal kelahirannya ditetapkan sesuai dengan tanggal lahir tokoh terkemuka daerah itu, yakni Sam Ratulangie. Bisa saja tanggal lahir tokoh Betawi, Husni Thamrin, dipilih, yaitu 16 Februari 1884.

Pilihan ketiga dengan mengambil masa awal pemerintahan gubernur Ali Sadikin pada 1966 sebagai tonggak perubahan besar di Jakarta dari big village menjadi ibu kota yang metropolitan. 

Opsi keempat berdasarkan peristiwa administrasi pemerintahan, yaitu 3 September 1945. Pada tanggal itu ditetapkan pembentukan pemerintahan Jakarta Raya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tentang Ibu Kota negara tahun 1964, nama Jakarta Raya itu diganti menjadi Jakarta. 

Tanggal yang terakhir ini tidak terlalu tua, tapi memiliki alasan yuridis serta didukung oleh dokumen yang masih bisa ditemukan. Masalahnya, apakah warga Jakarta siap meninggalkan mitos yang sudah berakar selama setengah abad? Bila belum yakin, Gubernur Jokowi dapat membentuk tim sejarah untuk mengetahui tanggal lahir Jakarta yang lebih dapat dipertanggungjawabkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar