Mengatasi
Masalah Sosial
Haryono Suyono ; Ketua Umum DNIKS
|
SUARA
KARYA, 23 Desember 2013
Dalam peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional
(HKSN) 2013, Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS)
memulai tradisi baru yang diharapkan segera meluas menjadi awal dari gerakan
nasional untuk mengembangkan kedaulatan sosial secara nasional.
Tradisi baru itu dimulai dengan suatu bazar di halaman
Gedung Universitas Trilogi di Jakarta dengan menggelar hasil karya dari
keluarga kurang mampu, keluarga miskin, pengusaha mikro dan disabilitas yang
dibina melalui pos pemberdayaan keluarga (posdaya) dan lembaga sosial lainnya
di Jakarta dan sekitarnya di halaman kampus yang luas itu.
Disamping itu, digelar juga pengenalan terhadap upaya
pelatihan keterampilan, pengembangan bisnis mikro dan kemudahan untuk
mendapatkan kredit dengan fasilitas tanpa agunan melalui kredit dan tabungan
keluarga sejahtera atau Tabur Puja yang disalurkan melalui bank atau koperasi
di tingkat desa.
Gebyar itu merupakan puncak dari perkenalan pendekatan
baru yang dilakukan oleh DNIKS yang dimulai dengan pelatihan khusus seluruh organisasi
sosial (orsos) tingkat pusat yang tergabung dalam DNIKS untuk memahami suatu
pendekatan yang lebih baik menangani masalah sosial sebelum suatu fenomena
sosial menjadi masalah. Penanganan secara dini itu diharapkan menjadi bagian
dari upaya besar untuk mengembangkan kedaulatan sosial nasional yang
menjadikan seluruh anggota masyarakat tidak saja sadar akan suatu fenomena
sosial, tetapi berani mengambil prakarsa dan cerdik melakukan langkah-langkah
preventif.
Upaya itu, yakni mencegah fenomena sosial menjadi masalah
dengan mengambil langkah-langkah konkrit agar fenomena itu tidak berlanjut
menjadi masalah yang penanganannya lebih sulit, lebih lama dan memakan tenaga
atau biaya yang lebih tinggi. Penanganan itu bisa menyebabkan sebuah keluarga
akan berubah menjadi kasus penderita sosial yang lebih berat lagi.
Dalam pelatihan untuk organisasi sosial itu diberikan
pembekalan bersifat komprehensif tentang kemungkinan suatu phenomena sosial
bisa menjadi masalah sosial. Salah satunya adalah kebiasaan baru anak-anak
bermain dengan handphone atau ipad yang kita tahu mengandung peralatan
canggih untuk bisa berselancar di dunia maya.
Kemungkinan bahwa anak-anak itu mengakses situs pornografi
hampir tidak bisa dicegah karena pemerintah tidak serius dalam memblokir
situs itu dari provider yang tidak saja di tanah air tetapi bisa mengirim
pesan dari luar negeri dengan mudah dan murah. Tidak mustahil bahwa
pencantuman situs pornografi yang bisa merusak otak itu merupakan rekayasa
untuk menghancurkan generasi muda calon pemimpin bangsa dikemudian hari.
Pemimpin Indonesia tahun 2045, seratus tahun setelah Indonesia merdeka akan
cacat otaknya dan tidak bisa berpikir jernih lagi sehingga dengan mudah bisa
menjual tanah air dan bangsa besar ini ke tangan penjajah baru.
Pada pelatihan itu diberikan juga bekal untuk mengajak
lembaga sosial mengembangkan pendekatan kemasyarakatan sehingga mereka bisa
mengirim tenaga ahlinya bukan hanya menangani mereka yang sudah menderita,
tetapi ikut mencegah bersama keluarga di masyarakat luas. Misalnya saja ikut menyiapkan setiap
keluarga untuk menangani lansia di rumahnya sendiri sehingga kalau suatu
keluarga mempunyai seorang lansia tidak buru-buru mengirimnya ke panti jompo
karena tidak mampu merawat atau memberi pelayanan di rumah masing-masing.
Keluarga diberi kemampuan untuk mempunyai lansia di rumahnya sendiri dan
kalau perlu diberi pendampingan tenaga professional yang setiap kali bisa
datang dan memberikan bantuan konsultasi ke rumah masing-masing. Tenaga
bantuan ini bisa diciptakan untuk mengembangkan kesempatan kerja yang lebih
banyak di tanah air sehingga kegiatan sosial bisa menjadi lapangan kerja yang
baru dan menarik serta memberi kesempatan kerja yang baru.
Seorang warga yang dalam keluarganya menderita disabilitas
karena penyakit gula harus sangat hati-hati dengan kebiasaan makannya agar
bakat gula tidak menjalar dalam usia muda. Kebiasaan menghindari makanan
tertentu akan menyelamatkan usia muda yang produktif dari seseorang yang
dalam lingkungan keluarganya menderita diabetes yang ada kalanya menurun
kepada anaknya tersebut.
Tenaga-tenaga sosial bisa juga bekerja sama dengan tenaga
pendidikan untuk mendampingi tenaga pengajar pada pendidikan anak usia dini
(PAUD) yaitu dengan memberikan konsultasi kepada guru PAUD dan para orang tua
untuk memperhatikan anak balitanya. Anak-anak balita itu perlu diperhatian
sikap dan tingkah lakunya. Apabila bersikap dan bertingkah laku tidak
koperatif dengan teman-temannya, suka tidak mendengar temannya mengajak
bercanda atau tidak mau mendengar panggilan gurunya, bukan berarti anak itu
bandel. Ada kemungkinan seorang anak seperti itu pendengarannya kurang baik,
atau low hearing dan harus segera dibawa ke klinik untuk dilihat
pendengarannya.
Pemeriksaan secara dini akan mencegah seorang anak untuk
tidak tuli dan menjadikan mereka di hari tua seorang disabilitas tuna rungu.
Hal serupa bisa diperlakukan untuk menggugah perhatian
dalam bidang penglihatan. Seorang anak yang kalau disuruh membaca di papan
tulis selalu mendekat, ada kemungkinan menderita low fision, atau lemah
penglihatannya. Perawatan lebih dini bisa mencegah seseorang menjadi buta
yang memerlukan penanganan seumur hidup dengan penderitaan juah lebih berat.
Bekal pelatihan untuk membangun ketahanan sosial itu
dipraktekkan di beberapa daerah sebagai upaya menyadarkan lembaga sosial dan
masyarakat luas bahwa penanganan masalah sosial bisa melalui pendekatan
preventif yang memberikan harapan lebih baik untuk masyarakat luas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar