Ibu dalam
Multidimensi
Giwo Rubianto Wiyogo ; Wakil Ketua Umum PP KPPG DPP Partai Golkar
|
SUARA
KARYA, 23 Desember 2013
Ibu adalah guru yang pertama dan paling utama bagi
anak. Ungkapan ini tidaklah berlebihan bila melihat peran dan fungsi ibu
dalam rumahtangga terlebih dalam menyiapkan generasi penerus. Siang malam
bahkan dari pagi sampai pagi kembali ibu tidak hanya dihadapkan dengan urusan
privat rumah tangga, seperti terkait dengan suami, anak-anak dan rumah,
tetapi juga dihadapkan dengan urusan publik. Fakta ini menunjukkan betapa
peran ibu sangat penting dan berarti.
Dalam kehidupan yang kompleks dewasa ini peran
ibu cukup menentukan bagi generasi. Apalagi saat ini kita hidup dalam
kehidupan yang kompleks, dimana orang menyebut sebagai suatu "era dunia
tanpa batas", menyentuh semua dimensi kehidupan, yang semula hanya
berorientasi pada masalah ekonomi tetapi ternyata juga terjadi pada aspek
kehidupan yang lain, yaitu aspek sosial dan budaya masyarakat.
Manusia secara tidak sadar didorong untuk
semakin memuja materi, konsumerisme, individualistik, dan dalam upaya
mencapainya. Bergesernya peran dan fungsi lembaga sosial, lembaga perkawinan,
dan peran keluarga sebagai media membentuk dan mentransfer nilai-nilai yang
paling dasar bagi generasi yang akan datang, digantikan oleh institusi lain,
terutana teknologi dan informasi yang mengatasnamakan modernisasi. Tidak ada
satu bangsapun yang dapat menghindarkan diri dari pengaruh globalisasi ini,
selain memutuskan dan memposisikan diri sebagai pemain atau penonton.
Kondisi tersebut langsung atau tidak sangat
berdampak pada kondisi kehidupan kaum ibu dan para perempuan. Faktanya kaum
ibu masa kini menghadapi persoalan yang kian kompleks. Mulai tantangan
masalah moral, pornografi, eksploitasi ekonomi, korupsi, eksplotasi perempuan
di media, eksploitasi di pariwisata, dunia hiburan, trafficking, dan lain-lain. Di pihak lain, akibat arus
globalisasi yang menggiring masyarakat pada arus informasi posisi ibu semakin
tertantang, karena ia tidak hanya mampu beradaptasi dengan perkembangan
teknologi namun pada saat yang sama juga harus selalu berlandaskan pada
moralitas.
Dalam konteks bangsa dan negara, posisi ibu
sesungguhnya sangat strategis. Karena ia tidak hanya sebagai mitra suami,
pendidik anak, namun pada saat yang sama juga sebagai bagian dari bangsa yang
turut serta menentukan arah masa depan bangsa. Posisi ibu merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari apapun keadaan kondisi negara ini. Dalam ukuran
apapun, ibu menjadi bagian dari numerator dan denominator yang menggambarkan
bagaimana keadaan bangsa ini ke depan. Karena jumlah perempuan cukup besar,
maka adalah wajar jika isu perempuan seharusnya juga menjadi separuh dari isu
kehidupan yang harus mendapat perhatian.
Pengembangan kepribadian ibu merupakan
keharusan. Namun kepribadian yang seperti apa yang harus kita tuju? Jika kita
berkaca terhadap negara-negara maju, pengembangan kepribadian manusia yang
paling efektif adalah melalui pendidikan. Memang, prosesnya terjadi secara
evolutif dan membutuhkan waktu cukup panjang. Namun, melalui pendidikan
merupakan treatmen yang sistematis dan progresnya cukup terukur.
Mengingat posisi ibu, sangat penting bagi
keluarga dan masyarakat, kiranya dapat dilihat dari berbagai sisi atau
perspektif baik politik, ekonomi, budaya, spiritual keagamaan, pembangunan
karakter maupun lainnya.
Dari dimensi politik, singkat dikemukakan
bahwa posisi kaum ibu tidak lepas dari proses politik di tengah masyarakat,
termasuk dalam politik praktis seperti dalam politik negara yang tercermin
dari pelaksanaan pemilihan umum, termasuk Pemilu 2014.
Dari dimensi ekonomis, peran ini menuntut
seorang ibu disamping sebagai manager dalam rumahtangga sering pula memainkan
peran ekonomi dalam kerangka memperkuat pilar-pilar kekuatan dalam kehidupan
berkeluarga. Dari dimensi budaya, dilihat dari sisi keluarga kecil bahwa
rumahtangga merupakan unit terkecil dari masyarakat sebagai wadah
transformasi dan internalisasi nilai kepada anggota keluarga. Ibu menjadi
model pewaris nilai-nilai budaya kepada anggota keluarganya. Kesantunan,
adat-istiadat tingkahlaku, adab bergaul merupakan item-item yang diwariksan
orang tua khususnya Ibu kepada anak-anaknya.
Lalu, dimensi spritualitas keagamaan, yang
merupakan dimensi yang fundamental dalam kehidupan manusia. Ibu sebagai guru
yang pertama dan utama memiliki peran dalam memberikan kebiasaan berprilaku
yang berada dalam norma-norma agama sehingga anak memiliki pemahaman,
penghayatan dan pengamalan keagamaan yang baik dan konsisten (religion experience/ pengalaman
keagamaan, dan religion action/aktivitas keagamaan).
Ibu dalam perspektif tafsir keagamaan, bahwa
Islam adalah agama ramah bagi ibu dan perempuan. Meski pada prakteknya ibu
sering mendapatkan diskriminasi dan tradisi kelam yang kurang menguntungkan,
namun Islam tetap pada watak dan tabiatnya sebagai agama yang mengembangkan
konsep kemitrasejajaran.
Kedudukan kaum ibu sebagai berjenis kelamin
perempuan sama dengan kedudukan laki-laki. Keduanya sama-sama berpeluang
untuk mencapai derajat keimanan dan keislaman yang tertinggi, mendapatkan
ampunan Allah atas berbagai kesalahan, mendapatkan surga, pahala, dan
kenikmatan yang tidak terputus jika keduanya sama-sama beriman, taat dan
rajin beribadah, jujur dalam segala ucapan dan perbuatan, serta mengerjakan
amal-amal shalih yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi seluruh larangan
yang telah ditetapkan oleh Allah.
Dimensi pembangunan karakter. Proses membangun
karakter pada anak juga ibarat mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa,
sehingga "berbentuk" unik, menarik, dan berbeda antara satu dengan
yang lain. Setiap orang memiliki karakter berbeda-beda. Ada orang yang
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai karakter unggul, ada juga yang berperilaku
negatif atau tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar