PRESIDEN Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) langsung membantah pernyataan Gubernur Jawa Timur
Soekarwo yang menyebut dirinya baru pertama berkunjung ke Madura. Saat
berbicara di depan ulama dan tokoh di Sumenep (4/12), SBY menyebut selama
sembilan tahun menjabat dirinya sudah dua kali ke Pulau Garam (yang pertama
2006), bukan kali pertama sebagaimana pernyataan Soekarwo.
Presiden SBY
tampak tak ingin dirinya terkesan sebagai "kacang lupa kulit".
Ini jelas penting bagi SBY mengingat posisi Madura yang berbasis nahdliyin
sangat strategis dalam percaturan politik tanah air.
Sejatinya,
kehadiran SBY ke Madura memang bukan hal biasa. Kehadirannya akan menjadi
titik balik bagi keberlanjutan kepemimpinan dan trah politik SBY.
Setidaknya, SBY bisa berinvestasi politik jangka pendek sebelum perhelatan
akbar Pileg 2014 di Madura.
Di luar
kepentingan kenegaraan, kunjungan SBY sejak dua hari lalu hingga hari ini
di empat kabupaten di Madura memang kental aroma politiknya. Sulit
dielakkan bahwa kunjungannya an sich urusan kedinasan yang biasanya sangat
kental dengan hal simbolis: urusan pidato dan menanam pohon.
Ketua umum
Partai Demokrat itu sangat pandai membaca peluang; harus datang dan pergi
untuk urusan dukung-mendukung kekuasaan. Tentu saja, SBY tidak akan
menafikan betapa besar peluang politiknya di Madura.
Hal itu
terlihat dari betapa SBY pintar mengambil hati warga Madura. Pada medio
Juni 2004, menjelang perhelatan pilpres ketika itu, SBY blusukan ke
sejumlah pesantren di Madura.
Menjelang
Pilpres 2009, lagi-lagi SBY pintar mengelola harapan warga Madura. Sebulan
sebelum Pilpres 9 Juli 2009, tepatnya 10 Juni 2009, SBY membuat sejarah
baru bagi warga di sana. Sejarah baru tonggak pembangun Madura yang dimulai
dengan peresmian Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu).
Apakah hal itu
sebuah kebetulan diresmikan sebulan sebelum Pilpres 2009? Tentu tidak.
Apalagi ketika itu infrastruktur Jembatan Suramadu belum sepenuhnya
rampung. Tetapi, lantaran harus segera diresmikan, bimsalabim, dipercepat
penyelesaiannya.
Memang, pada
2006 SBY juga ke Madura (Pamekasan), yakni menghadiri puncak peringatan
Nuzulul Quran. Namun, kedatangannya hanya dalam hitungan jam. Datang dengan
kapal perang sore hari, langsung balik ke Surabaya malam harinya melalui
jalur darat. Bisa dibilang tak ada yang signifikan dari kunjungan itu
kecuali urusan simbolik dan pidato.
Lalu, kini
apakah SBY datang ke Madura dengan tangan hampa dan pulang dengan tangan
kosong? Jelas tidak. Dalam pertemuan dengan tokoh ulama dan tokoh
masyarakat di Pendapa Agung Sumenep, SBY kembali hadir memberikan harapan.
SBY berjanji menyediakan anggaran Rp 1,6 triliun pada 2014 untuk Madura.
Jumlahnya naik dari tahun 2012 yang Rp 1,2 triliun (presidenri.go.id).
Fantastis.
Hanya saja,
apakah dengan menggelontor anggaran besar itu rakyat Madura dapat lebih
sejahtera? Salah satu jawabannya terletak pada bagaimana SBY mengurus Badan
Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS). Ini penting mengingat selama ini BPWS
masih menjadi tanda tanya besar dalam upaya pengembangan Madura, minimal di
sekitar Suramadu. Belum lagi hubungan BPWS dengan empat bupati di Madura
yang belum harmonis.
Presiden yang
menjadi 100 tokoh paling berpengaruh 2009 versi majalah Time itu juga
berupaya menuntaskan persoalan konflik Syiah di Sampang. Sayang, tak ada
dampak jelas yang dihasilkan dalam pertemuan di Sampang itu kecuali pesan
SBY kepada ulama: bersabar (Jawa Pos, 5/12). Tetapi, SBY tampak sangat
ingin dikesankan turun tangan dalam penuntasan masalah Syiah yang
berlarut-larut itu.
Padahal, tentu
saja, penyelesaian konflik Syiah di Sampang tak cukup dengan bersabar.
Persoalan ini telanjur menjadi noda dalam hubungan antarumat seiman,
antartetangga. Lebih-lebih, sampai saat ini masih ada sekitar 200 umat
Syiah yang belum "merdeka" dan mengungsi di Rusun Puspa Agro Sidoarjo
karena konflik tak tuntas.
Karena itu,
sejatinya kunjungan SBY ke Madura yang berakhir hari ini di Bangkalan itu
tak boleh hanya menjanjikan harapan bagi warga Madura. Tetapi betul-betul
dapat memberikan solusi konkret atas sejumlah persoalan yang muncul.
Komitmen SBY pada Madura bisa dilihat dari kesuksesan mengurus BPWS dan
konflik Syiah di Sampang itu.
Jika SBY sukses
dua hal itu, jangan ragukan dukungan warga Madura untuk kepemimpinan
nasional dan trah politiknya. Seperti kita maklumi, bagi pemimpin yang
berjasa, rakyat Madura tak segan menjadikannya pemimpin "seumur
hidup". Seperti Pak Noer yang dinobatkan sebagai gubernur "seumur
hidup". Dan, gubernur setelahnya hanya penggantinya saja, tak iyah? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar