Sabtu, 21 Desember 2013

Masalah ASEAN Menuju 2015

Masalah ASEAN Menuju 2015
Pascal S Bin Saju  ;    Wartawan Kompas
KOMPAS,  21 Desember 2013

  
PARA pemimpin negara di Asia Tenggara dalam pertemuan di Denpasar, Bali, 7 Oktober 2003, bersepakat menyatukan warganya ke dalam satu wadah besar. Sejak itulah dikenal istilah Komunitas ASEAN dengan tiga pilar, yakni Komunitas Ekonomi, Komunitas Politik-Keamanan, dan Komunitas Sosial-Budaya.

Dalam deklarasi yang disebut Bali Concord II itu ditegaskan, Komunitas ASEAN harus dibentuk pada 2020. Namun, lima tahun kemudian, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007, mereka lebih percaya diri dengan mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada 2015.

Untuk Komunitas Ekonomi (AEC) ada target besar, yakni mencapai tingkat dinamika pembangunan ekonomi yang tinggi, kemakmuran berkelanjutan, pertumbuhan yang merata, dan pembangunan yang terintegrasi di ASEAN.

Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (APSC) menangani peningkatan kerja sama untuk memelihara perdamaian, memajukan hak asasi manusia, dan demokratisasi di kawasan.

Tidak tersekat

Pilar Komunitas Sosial-Budaya (ASCC) lebih fokus pada orang, budaya, dan sumber daya alam untuk pembangunan berkelanjutan yang harmonis dan berorientasi pada orang.

Salah satu semangat Komunitas ASEAN adalah menyatukan seluruh warga Asia Tenggara, yang berbeda secara kontras dalam berbagai latar belakang itu, ke dalam satu komunitas di mana interaksi masyarakat tidak lagi tersekat pada batas negara.

Sampai di sini publik tentu bertanya, sejauh mana upaya pembentukan Komunitas ASEAN berproses? Dalam berbagai diskusi para narasumber menegaskan, hanya pilar ekonomi yang siap.

Terkait dengan itu, topik yang paling disoroti ialah AEC harus membentuk ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, dan menjadikannya lebih dinamis dan kompetitif. Namun, ada tantangan berat, yakni jurang pembangunan yang tajam, terutama di Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

AEC memiliki tiga blok besar. Blok pertama adalah integrasi perdagangan yang ditargetkan rampung pada 2015. Harapannya, ASEAN menjadi basis produksi tunggal. Namun, sampai saat ini prosesnya baru sekitar 70 persen.

Ketinggalan

Blok kedua, yakni terkait dengan pelayanan, masih ketinggalan. Begitu juga dengan blok ketiga, di mana ASEAN dilihat sebagai wilayah investasi, dan itu pun kondisinya tertinggal jauh dari negara-negara Barat. Infrastruktur pendukungnya minim dan tidak terkoneksi serta kesiapan masyarakat untuk menerima investasi pun rendah.

ASEAN juga harus tetap mempertahankan sentralitas, integritas, dan menjadi kekuatan pendorong dalam arsitektur regional. Hanya dengan itu, integrasi kawasan dapat dipercepat dan komunitas dapat dibangun.
Namun, bagaimana semua itu bisa dijalankan dan digerakkan? Cukupkah dengan hanya mengandalkan lembaga Sekretariat ASEAN di Jakarta? 
Sebenarnya, Sekretariat ASEAN sampai saat ini lebih berfungsi sebagai lembaga koordinasi antarpemerintah negara anggota, berbeda dengan Uni Eropa (UE), misalnya.

Kita mengharapkan ASEAN memiliki lembaga yang kuat tidak saja bersifat koordinatif, tetapi juga mampu merumuskan dan memutuskan berbagai kebijakan regional. Lembaga ini harus memiliki regulasi, tata kelola potensi ekonomi, politik dan keamanan, serta sosial dan budaya. Itu memerlukan pula dukungan dana yang besar.

Membangun komunitas tunggal ASEAN bukan pekerjaan mudah. Negara anggota dituntut membangun persepsi yang sama tentang cara mengatasi persoalan baru di kawasan dan memperkuat ketiga pilar tadi.

Itu sebagian problem ASEAN menjelang pembentukan Komunitas ASEAN pada 31 Desember 2015. Masalah sesungguhnya lebih kompleks lagi. Banyak persoalan di dalam dan antarnegara anggota belum terpecahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar