Sabtu, 07 Desember 2013

Liberalisasi Kondom “No”

Liberalisasi Kondom “No”
Faisal Ismail  ;   Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
KORAN SINDO,  07 Desember 2013

  

Penyakit HIV/AIDS merupakan penyakit yang sangat mengerikan dan mematikan. Salah satu cara penularan penyakit ini adalah melalui gonta-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seks. Hubungan seks bebas (free sex), seks pranikah atau seks di luar nikah bisa menjadi penyebab berjangkitnya penyakit HIV/AIDS. 

Virus HIV/AIDS yang sudah menjangkiti salah satu pasangan (sebut saja laki-laki) ditransfer ke pasangan perempuannya melalui hubungan seks. Apabila seseorang sudah positif terinfeksi penyakit HIV/AIDS, maka kekebalan tubuhnya akan terus menurun. Akibatnya, kekuatan organ-organ tubuhnya terus digerogoti, ia pun melemah dan rapuh, dan kesehatannya merosot secara drastis. Pada akhirnya, penderita HIV/AIDS itu pun meninggal dunia. Para dokter di negara-negara Barat yang sudah berpengalaman belum menemukan vaksin atau obat pencegahan HIV/ AIDS. 

Ini berbeda dengan, misalnya, penyakit kanker leher rahim yang sudah ditemukan vaksin yang dapat dipakai untuk melakukan pencegahan sejak dini. Karena belum ditemukan vaksin yang dapat dipergunakan untuk pencegahan HIV/AIDS ini, maka para pelaku seks bebas di negara-negara sekular mempergunakan kondom agar pasangan yang melakukan hubungan seks bebas itu aman dan terhindar dari HIV/AIDS. 

Di negara- negara Barat yang menganut sekularisme dan tentu saja melegalkan hubungan seks bebas, penggunaan kondom memang menjadi “solusi” jitu dan ampuh agar pelaku seks bebas itu terhindar dari ancaman maut HIV/AIDS. “Liberalisasi” kondom di negara-negara Barat tidak menjadi persoalan karena masyarakat di sana sudah menerima legalisasi seks bebas. Bagi masyarakat Barat yang sekular, seks bebas sudah “all right” dan tidak ditolak. 

Di negara-negara sekular Barat, agama sudah menjadi urusan pribadi dan negara tidak boleh melakukan campur tangan terhadap masalah keagamaan yang sudah menjadi urusan perseorangan itu. Inilah ciri khas kesekularan negaranegara Barat. Agar aman dari HIV/AIDS, yang mau pakai kondom dalam berseks ria, silakan! Masyarakat Barat adalah “permissive society” (masyarakat permisif atau masyarakat serba-boleh). Jangankan pakai kondom, sewa rahim kepada surrogate mother (ibu pengganti) dan pernikahan sejenis sudah dilegalisasi di beberapa negara. 

Di kampus Universitas Columbia, New York (Amerika Serikat), pada tahun 1987 diselenggarakan program “Condom Week” (Pekan Kondom). Selama sepekan, penyelenggara Pekan Kondom itu membagi-bagikan kondom dalam jumlah yang besar secara gratis kepada para remaja, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat. Mereka menerima kondom yang diberikan secara gratis oleh penyelenggara itu. 

Kegiatan yang sama terjadi pula di kampus Universitas McGill, Montreal, Kanada, pada 1992, di jalan masuk ke Union Building. Penyelenggara Condom Week di kampus Universitas McGill mengobral kondom dalam jumlah yang besar dan membagi-bagikannya kepada kaum muda, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat secara gratis. Sama seperti di kampus Universitas Columbia, pembagian kondom di kampus Universitas McGill itu disambut secara antusias dan diterima oleh para peminatnya. 

Kegiatan seperti ini diselenggarakan setiap tahun sebagai kampanye besarbesaran kepada masyarakat untuk memakai kondom dalam melakukan hubungan seks bebas agar aman dari HIV/AIDS. Indonesia bukan negara Barat dan bukan negara sekular. Indonesia adalah negara Pancasila di mana nilai-nilai ketuhanan (sila pertama Pancasila), nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral sangat kental memengaruhi perilaku masyarakat kita. Masyarakat Indonesia bukan masyarakat permisif karena agama masih berpengaruh dalam kehidupan masyarakat di negeri ini. 

Di negara ini ada Kemenag, ada menteri agama, ada ulama, ada pendeta dan pastor, ada tokohtokoh agama, dan ada ormas-ormas agama. Itu merupakan bukti bahwa Tuhan “tidak” mati di negeri ini. Di Barat, kata Nietzsche, Tuhan telah mati. Sensitivitas keagamaan dan perasaan-penghayatan ketuhanan masyarakat kita di negeri ini masih hidup dan tetap hidup. Itulah sebabnya, ketika Kemenkes menggagas Pekan Kondom Nasional (PKN) yang diselenggarakan oleh KPAN di Jakarta, 1–8 Desember 2013, ditolak secara berama-ramai oleh tokoh-tokoh agama dan masyarakat secara luas, tidak saja di Jakarta tetapi juga di daerah (misalnya di Jombang). 

PKN mengusik sensitivitas keimanan, ketuhanan, dan moral keagamaan masyarakat. Menanggapi kegiatan PKN ini, Menag Suryadharma Ali (SDA) mengecam pembagian kondom gratis secara massal karena sama artinya dengan memfasilitasi terjadinya seks bebas. SDA berucap, “Pembagian kondom gratis ini rawan disalahtafsirkan, khususnya bagi generasi muda, membebaskan hubungan seksual asal menggunakan kondom.” (KORAN SINDO, 3 Desember 2013). KORAN SINDO pada tanggal yang sama memuat kecaman Khatib Aam PBNU KH Malik Madany terhadap kegiatan PKN ini. 

Malik Madany angkat suara, “Dengan diberi kondom gratis berarti mereka disuruh melakukan zina. Tindakan itu sangat keliru dan perlu ditentang.” Di koran yang sama dan pada tanggal yang sama pula, Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas menyuarakan kecaman serupa, “Kegiatan seperti ini sama saja dengan memudahkan orang untuk melakukan zina.” Masih banyak elemen-elemen ormas muslim yang menyuarakan kecaman dan penolakan dengan nada yang sama terhadap program PKN itu. 

Dengan adanya kecaman dan penolakan ini, akhirnya pembagian kondom gratis oleh penyelenggara PKN itu dihentikan sebelum berakhirnya jadwal kegiatan. Sudah semestinya kita melakukan pengobatan dan perawatan medis kepada orangorang yang terkena HIV/AIDS. Serentak dengan itu, kita terus berupaya secara serius dan berkelanjutan mencegah agar HIV/ AIDS tidak menular dan tidak meluas di kalangan masyarakat kita. 

Menurut saya, cara yang tepat untuk mencegah HIV/ AIDS adalah melakukan penerangan secara massal kepada kaum remaja dan masyarakat secara luas tentang bahaya penyakit ini. Caranya, perlu dicetak brosur dan leaflet dalam jumlah besar yang berisi penjelasan tentang bahaya HIV/AIDS akibat hubungan seks bebas (seks di luar nikah). Dalam brosur dan leaflet itu dimuat pula imbauan, ajakan, dan seruan tokoh-tokoh agama agar kaum remaja dan masyarakat menjauhi hubungan seks bebas. Pencegahan HIV/AIDS “Yes,” liberalisasi kondom “No.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar