Penyakit
HIV/AIDS merupakan penyakit yang sangat mengerikan dan mematikan. Salah
satu cara penularan penyakit ini adalah melalui gonta-ganti pasangan dalam
melakukan hubungan seks. Hubungan seks bebas (free sex), seks pranikah atau seks di luar nikah bisa menjadi
penyebab berjangkitnya penyakit HIV/AIDS.
Virus HIV/AIDS yang sudah menjangkiti salah satu pasangan (sebut saja
laki-laki) ditransfer ke pasangan perempuannya melalui hubungan seks.
Apabila seseorang sudah positif terinfeksi penyakit HIV/AIDS, maka
kekebalan tubuhnya akan terus menurun. Akibatnya, kekuatan organ-organ
tubuhnya terus digerogoti, ia pun melemah dan rapuh, dan kesehatannya
merosot secara drastis. Pada akhirnya, penderita HIV/AIDS itu pun meninggal
dunia. Para dokter di negara-negara Barat yang sudah berpengalaman belum
menemukan vaksin atau obat pencegahan HIV/ AIDS.
Ini berbeda dengan, misalnya, penyakit kanker leher rahim yang sudah
ditemukan vaksin yang dapat dipakai untuk melakukan pencegahan sejak dini.
Karena belum ditemukan vaksin yang dapat dipergunakan untuk pencegahan HIV/AIDS
ini, maka para pelaku seks bebas di negara-negara sekular mempergunakan
kondom agar pasangan yang melakukan hubungan seks bebas itu aman dan
terhindar dari HIV/AIDS.
Di negara- negara Barat yang menganut sekularisme dan tentu saja melegalkan
hubungan seks bebas, penggunaan kondom memang menjadi “solusi” jitu dan
ampuh agar pelaku seks bebas itu terhindar dari ancaman maut HIV/AIDS. “Liberalisasi”
kondom di negara-negara Barat tidak menjadi persoalan karena masyarakat di
sana sudah menerima legalisasi seks bebas. Bagi masyarakat Barat yang
sekular, seks bebas sudah “all right”
dan tidak ditolak.
Di negara-negara sekular Barat, agama sudah menjadi urusan pribadi dan
negara tidak boleh melakukan campur tangan terhadap masalah keagamaan yang sudah
menjadi urusan perseorangan itu. Inilah ciri khas kesekularan negaranegara
Barat. Agar aman dari HIV/AIDS, yang mau pakai kondom dalam berseks ria,
silakan! Masyarakat Barat adalah “permissive
society” (masyarakat permisif atau masyarakat serba-boleh). Jangankan
pakai kondom, sewa rahim kepada surrogate
mother (ibu pengganti) dan pernikahan sejenis sudah dilegalisasi di
beberapa negara.
Di kampus Universitas Columbia, New York (Amerika Serikat), pada tahun 1987
diselenggarakan program “Condom Week”
(Pekan Kondom). Selama sepekan, penyelenggara Pekan Kondom itu
membagi-bagikan kondom dalam jumlah yang besar secara gratis kepada para
remaja, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat. Mereka menerima kondom yang
diberikan secara gratis oleh penyelenggara itu.
Kegiatan yang sama terjadi pula di kampus Universitas McGill, Montreal,
Kanada, pada 1992, di jalan masuk ke Union Building. Penyelenggara Condom
Week di kampus Universitas McGill mengobral kondom dalam jumlah yang besar
dan membagi-bagikannya kepada kaum muda, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat
secara gratis. Sama seperti di kampus Universitas Columbia, pembagian
kondom di kampus Universitas McGill itu disambut secara antusias dan
diterima oleh para peminatnya.
Kegiatan seperti ini diselenggarakan setiap tahun sebagai kampanye
besarbesaran kepada masyarakat untuk memakai kondom dalam melakukan
hubungan seks bebas agar aman dari HIV/AIDS. Indonesia bukan negara Barat
dan bukan negara sekular. Indonesia adalah negara Pancasila di mana
nilai-nilai ketuhanan (sila pertama Pancasila), nilai-nilai agama dan
nilai-nilai moral sangat kental memengaruhi perilaku masyarakat kita.
Masyarakat Indonesia bukan masyarakat permisif karena agama masih
berpengaruh dalam kehidupan masyarakat di negeri ini.
Di negara ini ada Kemenag, ada menteri agama, ada ulama, ada pendeta dan
pastor, ada tokohtokoh agama, dan ada ormas-ormas agama. Itu merupakan
bukti bahwa Tuhan “tidak” mati di negeri ini. Di Barat, kata Nietzsche,
Tuhan telah mati. Sensitivitas keagamaan dan perasaan-penghayatan ketuhanan
masyarakat kita di negeri ini masih hidup dan tetap hidup. Itulah sebabnya,
ketika Kemenkes menggagas Pekan Kondom Nasional (PKN) yang diselenggarakan
oleh KPAN di Jakarta, 1–8 Desember 2013, ditolak secara berama-ramai oleh
tokoh-tokoh agama dan masyarakat secara luas, tidak saja di Jakarta tetapi
juga di daerah (misalnya di Jombang).
PKN mengusik sensitivitas keimanan, ketuhanan, dan moral keagamaan
masyarakat. Menanggapi kegiatan PKN ini, Menag Suryadharma Ali (SDA)
mengecam pembagian kondom gratis secara massal karena sama artinya dengan
memfasilitasi terjadinya seks bebas. SDA berucap, “Pembagian kondom gratis
ini rawan disalahtafsirkan, khususnya bagi generasi muda, membebaskan
hubungan seksual asal menggunakan kondom.” (KORAN SINDO, 3 Desember 2013). KORAN SINDO pada tanggal yang
sama memuat kecaman Khatib Aam PBNU KH Malik Madany terhadap kegiatan PKN
ini.
Malik Madany angkat suara, “Dengan
diberi kondom gratis berarti mereka disuruh melakukan zina. Tindakan itu
sangat keliru dan perlu ditentang.” Di koran yang sama dan pada tanggal
yang sama pula, Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas menyuarakan kecaman
serupa, “Kegiatan seperti ini sama
saja dengan memudahkan orang untuk melakukan zina.” Masih banyak
elemen-elemen ormas muslim yang menyuarakan kecaman dan penolakan dengan
nada yang sama terhadap program PKN itu.
Dengan adanya kecaman dan penolakan ini, akhirnya pembagian kondom gratis
oleh penyelenggara PKN itu dihentikan sebelum berakhirnya jadwal kegiatan.
Sudah semestinya kita melakukan pengobatan dan perawatan medis kepada
orangorang yang terkena HIV/AIDS. Serentak dengan itu, kita terus berupaya
secara serius dan berkelanjutan mencegah agar HIV/ AIDS tidak menular dan
tidak meluas di kalangan masyarakat kita.
Menurut saya, cara yang tepat untuk mencegah HIV/ AIDS adalah melakukan
penerangan secara massal kepada kaum remaja dan masyarakat secara luas
tentang bahaya penyakit ini. Caranya, perlu dicetak brosur dan leaflet
dalam jumlah besar yang berisi penjelasan tentang bahaya HIV/AIDS akibat
hubungan seks bebas (seks di luar nikah). Dalam brosur dan leaflet itu
dimuat pula imbauan, ajakan, dan seruan tokoh-tokoh agama agar kaum remaja
dan masyarakat menjauhi hubungan seks bebas. Pencegahan HIV/AIDS “Yes,” liberalisasi kondom “No.” ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar