NELSON Mandela dibebaskan
Minggu, 11 Februari 1990, pukul 16.15 waktu setempat dari Penjara Victor
Verster di kota Paarl. Ia menjalani kehidupan di balik jeruji selama 27
tahun, 6 bulan, dan 6 hari di tiga penjara sejak 1962.
Ia divonis hukuman penjara seumur hidup
karena memberontak terhadap supremasi kulit putih di Afsel. Saat ditangkap
5 Agustus 1962 bersama tujuh pemimpin ANC lainnya, dakwaan sudah disiapkan:
sabotase dan berkomplot menggulingkan pemerintahan yang sah melalui
revolusi bersenjata.
Mula-mula, ia dikurung di penjara Pulau
Robben di lepas pantai Cape Town. Berkat ketokohan dia, penjara ini menjadi
semacam ”universitas” bagi para pejuang kulit hitam.
Dari balik jeruji Mandela menggosok
berbagai demonstrasi, termasuk di Soweto tahun 1976. Sejak 1982 sampai
1988, ia dipindahkan ke Penjara Pollsmor. Penjara ini pun gagal mengurung
cita-citanya, hanya fisiknya semata.
Sejak di Pollsmor itulah Mandela mulai
menarik perhatian dunia internasional. Tak sedikit tokoh dunia yang
mengunjungi dia.
Menguatnya figur Mandela sebagai pejuang
hak asasi universal membuat rezim apartheid Afsel ketakutan sendiri.
Berulang kali dia ditawari kebebasan, tetapi selalu ditolak Mandela karena
diembel-embeli berbagai syarat yang membuatnya harus jilat ludah sendiri.
Misalnya tahun 1985, Presiden Afsel
Pieter Botha menawarkan pembebasan dengan syarat Mandela mesti mengecam
kekerasan. Apa jawaban Mandela?
”Saya tidak mau dan tidak akan mau
selamanya jika saya, Anda, dan rakyat tidak bebas sebebas-bebasnya.
Kebebasan Anda dan kebebasan saya tidak bisa dipisahkan. Saya akan
kembali,” demikian pidato Mandela yang dibacakan di hadapan demonstran di
Soweto.
Botha takut sendiri. Agustus 1985, dia
membebaskan Govan Mbeki, sejawat Mandela. FW De Klerk, presiden sementara,
Agustus 1989, membebaskan pula Walter Sisulu, meninggalkan Mandela seorang
di penjara.
Sejak itu Mandela diperlakukan sebagai
tahanan istimewa, dipindahkan ke Penjara Victor Verster. Khusus untuk dia
disediakan sebuah mesin faksimile, kolam renang, juru masak, dan berbagai
fasilitas lain.
Laporan utama Time,
9 Juli 2008, ditulis Richard Stengel, penulis biografi Mandela, ”Long Road
to Freedom”. Ulasan Stengel dalam rangka HUT ke-90 Mandela, 19 Juli 2008.
Di sampul Time,
Mandela berpose dengan kemeja batik dan ia memang dikenal sebagai promotor
batik global tanpa honor. Pak Harto, atas nama Indonesia, rutin membantu
dana perjuangan Mandela dan ANC.
Stengel mengulas ”Delapan Prinsip
Kepemimpinan Mandela”. Intinya, memimpin bukan berwacana karena talk
is cheap.
Rolihlahla (Anak Bengal) tak pandai
berpidato, lebih suka memberikan suri teladan, dan tak bangga dengan jam
terbang dibui 27 tahun. Ia pengacara berbakat, gerilyawan pemberani,
negarawan sejati, dan politikus ulung.
Stengel menempatkan watak pemberani dan
tak kenal ragu sebagai prinsip pertama. Prinsip kedua, memimpin dari depan
tanpa meninggalkan pendukung. Stengel mengibaratkan Mandela bukan tipe
”pengunyah permen karet” yang dengan cepat melepeh sehabis menikmati rasa
manis.
”Jika bahaya mengancam, Anda harus
berdiri paling depan. Dengan begitu, rakyat akan menghormati Anda,” kata
Mandela.
Prinsip ketiga, pemimpin juga menggembala
dari belakang. ”Lebih baik memimpin dari belakang memercayai yang lain-lain
di depan saat Anda merayakan kemenangan dan saat semua senang,” kata
Mandela.
Prinsip keempat, pelajarilah musuh Anda.
Prinsip kelima, mirip yang keempat, yakni jangan usir musuh-musuh Anda.
Jika perlu, undang mereka, puji mereka, dan setelah tersanjung ambil
keuntungan dari mereka.
”Jika Anda ingin berdamai dengan musuh
Anda, Anda harus bekerja sama dengan musuh Anda. Dengan begitu dia menjadi
mitra Anda,” kata Mandela.
Prinsip keenam, pemimpin harus tampil
menarik dan selalu ingat kapan harus tersenyum. Senyum, body
language, dan ucapan mesti sewajar mungkin. Mata rakyat kecil nyambung dengan hati sehingga mereka
bisa membedakan pemimpin munafik dengan yang apa adanya.
”Pemimpin yang baik berdebat secara jujur
dan mendalam, menyadari pada akhirnya dia dan yang dipimpin harus lebih
dekat lagi. Anda tidak bisa begitu kalau arogan, palsu, dan tidak tahu
apa-apa,” kata Mandela.
Mandela tak mau memakai seragam
gerilyawan seperti pada masa perjuangan atau jas lengkap beberapa tahun
terakhir. Ia memilih tampil sebagai ”Bapak Bangsa” yang berbatik.
Prinsip ketujuh, dalam politik tak ada
hitam atau putih karena semuanya abu-abu. Prinsip kedelapan, mengundurkan
diri juga bagian dari kepemimpinan.
Delapan prinsip ini bukan ilmu gaib
yang cuma bisa dipelajari dari dukun, pusaka, atau arwah. Ilmu kepemimpinan
ini sering diseminarkan, dibukukan, bahkan diterapkan.
Namun, berhubung bersumber dari
kepemimpinan seorang Mandela, ia jadi tidak biasa. Ia pemimpin yang larger
than life yang sukar
ditiru oleh para pemimpin lain.
Sebab, ia membangun karisma, partai, dan
tujuan sejak muda. Secara perlahan-lahan ia terbentuk sebagai pemimpin yang
memiliki kredibilitas karena berjuang penuh pengabdian, tanpa pamrih, dan
rela berkorban.
Ucapan Mandela yang paling terkenal
adalah, ”Di negara saya, kami masuk
penjara dulu, baru jadi presiden.”
Selamat
jalan Rolihlahla! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar