Minggu, 22 Desember 2013

Ibu dalam Berbagai Perspektif

Ibu dalam Berbagai Perspektif
Sri Woerjaniningsih  ;    Ketua KPAI 2004-2007
MEDIA INDONESIA,  21 Desember 2013

  

IBU ialah guru yang pertama dan paling utama bagi anak. Ungkapan ini tidaklah berlebihan bila melihat peran dan fungsi ibu dalam rumah tangga terlebih dalam menyiapkan generasi penerus. Siang malam bahkan dari pagi sampai pagi kembali ibu tidak hanya dihadapkan dengan urusan privat rumah tangga, seperti terkait dengan suami, anak-anak dan rumah, tetapi juga dihadapkan dengan urusan publik. Fakta tersebut menunjukkan betapa peran ibu sangat penting.

Dalam kehidupan yang kompleks dewasa ini, peran ibu cukup menentukan bagi generasi muda. Apalagi saat ini kita hidup dalam kehidupan yang kompleks, yang disebut orang sebagai suatu ‘era dunia tanpa batas’, menyentuh semua dimensi kehidupan, yang semula hanya berorientasi pada masalah ekonomi, tetapi ternyata juga terjadi pada aspek kehidupan yang lain, yaitu aspek sosial dan budaya masyarakat. Manusia secara tidak sadar didorong untuk semakin memuja materi, konsumerisme, individualistis, dan dalam upaya mencapainya.

Bergesernya peran dan fungsi lembaga sosial, lembaga perkawinan, dan peran keluarga sebagai media membentuk dan mentransfer nilainilai yang paling dasar bagi generasi yang akan datang digantikan oleh institusi lain, terutama teknologi dan informasi yang mengatasnamakan modernisasi.

Tidak ada satu bangsa pun yang dapat menghindarkan diri dari pengaruh globalisasi ini, selain memutuskan dan memosisikan diri sebagai pemain atau penonton.

Kondisi tersebut langsung atau tidak sangat berdampak pada kondisi kehidupan kaum ibu. Faktanya kaum ibu masa kini menghadapi persoalan yang kian kompleks. Mulai tantangan masalah moral, pornografi, eksploitasi ekonomi, korupsi, eksploitasi perempuan di media massa, eksploitasi di pariwisata, dunia hiburan, tracking, dan lain sebagainya. Di pihak lain, akibat arus globalisasi yang menggiring masyarakat pada arus informasi, posisi ibu semakin tertantang, karena ia tidak hanya mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi, tetapi pada saat yang sama juga harus selalu berlandaskan pada moralitas.

Dalam konteks bangsa dan negara, posisi ibu sesungguhnya sangat stra tegis. Karena ia tidak hanya sebagai mitra suami, pendidik anak, tetapi pada saat yang sama juga sebagai bagian dari bangsa yang turut serta menentukan arah masa depan bangsa. Posisi ibu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari apa pun keadaan kondisi negara ini. Dalam ukuran apa pun, ibu menjadi bagian dari numerator dan denominator yang menggambarkan bagaimana keadaan bangsa ini ke depan. Karena jumlah perempuan cukup besar, adalah wajar jika isu perempuan seharusnya juga menjadi separuh dari isu kehidupan yang harus mendapat perhatian.

Pengembangan kepribadian ibu merupakan keharusan. Namun, kepribadian yang seperti apa yang harus kita tuju. Jika kita berkaca terhadap negara-negara maju, pengembangan kepribadian manusia yang paling efektif adalah melalui pendidikan. Memang prosesnya terjadi secara evolutif dan membutuhkan waktu cukup panjang. Namun, pendidikan merupakan treatment yang sistematis dan progresnya cukup terukur.

Mengingat posisi ibu, sangat penting bagi keluarga dan masyarakat, kiranya dapat dilihat dari berbagai sisi. Seperti dimensi ekonomis. Peran itu menuntut seorang ibu di samping sebagai manajer dalam rumah tangga, sering pula memain kan peran ekonomi dalam kerangka memperkuat pilar-pilar kekuatan dalam kehidupan berkeluarga.

Dimensi budaya, rumah tangga merupakan unit terkecil dari masyarakat sebagai wadah transformasi dan internalisasi nilai kepada anggota keluarga. Ibu menjadi model pewaris nilai-nilai budaya kepada anggota keluarganya.

Selanjutnya, dimensi spiritual merupakan dimensi yang fundamental dalam kehidupan manusia. Ibu sebagai guru yang pertama dan utama memiliki peran dalam memberikan kebiasaan berperilaku yang berada dalam norma-norma agama. Dengan begitu, anak memiliki pemahaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan yang baik dan konsisten.

Perspektif tafsir keagamaan

Islam adalah agama ramah bagi ibu dan perempuan. Meski pada praktiknya ibu sering mendapatkan diskrimi nasi dan tradisi kelam yang kurang menguntungkan, tetapi Islam tetap pada watak dan tabiatnya seba gai agama yang mengembangkan konsep kemitrasejajaran. Kedudukan kaum ibu sebagai perempuan sama dengan kedudukan laki-laki.

Keduanya sama-sama berpeluang untuk mencapai derajat keimanan dan keislaman yang tertinggi. Keduanya sama-sama berkesempatan untuk mendapatkan ampunan Allah atas berbagai kesalahan yang telah mereka lakukan. Mereka juga sama-sama berkesempatan untuk mendapatkan surga, pahala, dan kenikmatan yang tidak terputus, yakni jika keduanya samasama beriman, taat dan rajin beribadah, jujur dalam segala ucapan dan perbuatan, serta mengerjakan amalamal saleh yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi seluruh larangan yang telah ditetapkan Allah.

Mahmud Syaltut, mantan Syeikh al-Azhar dalam bukunya Min Taujihat al-Islam mengatakan tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan adalah sama. Allah telah menganugerahkan kepa da perempuan sebagaimana menganugerahkan kepada laki-laki. Yaitu potensi untuk memikul tanggung jawab dan menjadikan kedua jenis kelamin itu dapat melaksanakan aktivitasnya yang bersifat umum ataupun khusus.

Karena itu, hukum-hukum syariatnya meletakkan keduanya dalam satu kerangka. Sisi lainnya adalah dimensi pembangunan karakter. Peran ibu menjadi sangat vital dalam pembentukan karakter anak untuk siap menghadapi dunia di masa yang akan datang. Pada awalnya anak akan meniru perilaku ibu, karena ia adalah orang pertama yang dekat dan dikagumi oleh anak.

Terdapat sembilan pilar kepribadian yang seharusnya dimiliki, yaitu pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggung jawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerja sama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati; dan kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Dimensi lainnya yang tidak kalah penting adalah dimensi politik.
Posisi kaum ibu tidak lepas dari proses politik. Betapa tidak, ia selain menjadi pemilih juga berhak dipilih dalam politik. Pada 2014, merupakan tahun politik. Tantangan politik pada 2014 sangat berat jika dibandingkan dengan tantangan politik pada 2009.

Tantangan mendasar di tahun politik ini adalah menurunnya animo masyarakat terhadap partai politik. Kondisi ini akan memengaruhi partisipasi kaum ibu dalam politik.

Oleh karena itu, perempuan sebagai bagian dari bangsa penting menyalurkan aspirasi politiknya. Karena penyaluran aspirasi politik merupakan hak setiap warga negara.

Meski memiliki tugas domestik, seorang ibu juga penting memberikan pendidikan politik bagi anak dan lingkungannya agar anak terutama yang telah memiliki hak pilih tidak absen dalam pemilu.

Diakui bahwa saat ini politisi dihadapkan pada prahara, tetapi tentu bukan lembaga politiknya, melainkan sebenarnya adalah personalnya. Sehingga untuk menyiapkan politisi yang handal, berkarakter dan berdaya saing tinggi diperlukan pendidikan sejak dini dimulai dari hal terkecil dalam keluarga. 
Misalnya, penumbuhan sikap kepemimpinan, bersikap adil, demokratis dan jujur. Integritas sangat penting ditanamkan sejak dini agar anak kelak menjadi 
generasi emas yang tidak hanya cerdas, lincah, tetapi juga berintegritas tinggi.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar