Jumat, 06 Desember 2013

Hikmah dari Common Enemy Australia

Hikmah dari Common Enemy Australia
Riza Suarga  ;   Angkatan Muda Restorasi Indonesia
MEDIA INDONESIA,  05 Desember 2013

  

ORANG Jawa sering identik dengan etnik yang dilatih untuk selalu mengambil sisi positif dalam segala hal termasuk ketika mengalami bencana sekalipun. Ketika mengalami musibah kecelakaan kendaraan misalnya, ‘untung hanya patah tulang’ tidak fatal sampai meninggal! Dalam pemahaman Islam, hikmah adalah wisdom. “Hikmah dapat menambah (derajat) seorang terhormat dan mengangkat (derajat) seorang hamba sahaya sehingga ia dapat menduduki kedudukan raja (penguasa)“ (HR Abu Nu'aim dan Ibnu Addi). Masyarakat Jawa muslim tentunya banyak mengambil pelajaran agama untuk selalu mensyukuri segala hal yang berhubungan dengan peliknya kehidupan. Hikmah hidup ini bahkan menurut saya secara positif telah menjadi budaya, bukan hanya etnik Jawa, melainkan bangsa Indonesia.

Ketika kita tidak memiliki musuh, akan sangat penting apabila menciptakan satu saja (Nietzsche). Sedangkan Freud mengingatkan ketika sebuah kelompok memiliki musuh yang berada di luar, secara otomatis akan tercipta suatu kohesi kekompakan di dalam kelompok itu. Keluarga yang memiliki tetangga yang mereka benci biasanya akan menciptakan kedamaian di dalam unit keluarga itu.

Fenomena common enemy atau musuh bersama sesungguhnya terjadi di Israel (Freud). Ketika suhu ketegangan antara Israel dan Arab atau Palestina mengalami penurunan, biasanya memicu perselisihan yang memuncak di antara berbagai kelompok etnik terutama garis keras di dalam masyarakat Yahudi sendiri. Demikian pula halnya selalu terjadi fenomena yang sama di antara persaingan antarkelompok di komunitas Arab. Amerika Serikat pun adalah contoh konkret bagaimana mereka sukses menjadikan komunisme di era Perang Dingin atau terorisme pasca 9/11 menjadi common enemy dunia.

Dalam beberapa hari terakhir ini, pers Indonesia disibukkan dengan pemberitaan seputar penyadapan yang dilakukan intelijen Australia terhadap 10 pejabat Indonesia. Secara spontanitas seluruh komponen anak bangsa seolah terpanggil saling bahu-membahu memberikan semangat kepada SBY dan pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap Australia bahkan ‘berperang’ pun siap apabila Tony Abbott tidak juga meminta maaf.

Mereka yang selama ini berseberangan, apakah oposisi ataupun pendukung pemerintah, melebur menjadi satu. PDIP, Din Syamsuddin, bahkan Anas saja seperti melupakan sesaat perbedaan prinsip ataupun pendapat mereka dengan pemerintah untuk bersatu menghadapi arogansi Australia.

Ternyata insiden penyadapan Australia bisa menjadi ‘hikmah’. Semangat persatuan dan kesatuan yang selama ini dikhawatirkan luntur ternyata masih ada melekat dalam hati sanubari anak bangsa dari Merauke sampai Sabang. Indonesia sebentar lagi akan memiliki pemimpin baru. Mungkinkah ‘doktrin’ common enemy bisa menjadi bagian dari revitalisasi nilai-nilai nasionalisme bangsa yang kian tergerus. Mungkin terdengarnya seolah negatif atau kurang etis, tetapi tanpa disadari polling di Malaysia menyebutkan kalau salah satu pemicu kesuksesan negeri jiran belakangan ini terutama ketika mereka berhasil merebut Sipadan dan Ligitan dari Bumi Pertiwi ataupun memenangi AFC Cup mengalahkan tim ‘Garuda Merah Putih’ adalah dengan diciptakannya doktrin common enemy Indon yang ditujukan kepada kita. Ironis. Namun itulah faktanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar