Sabtu, 14 Desember 2013

Di Balik Usul Anas

Di Balik Usul Anas
Bawono Kumoro  ;   Peneliti Politik The Habibie Center
SINAR HARAPAN,  13 Desember 2013

  

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, kembali melancarkan manuver politik terhadap Cikeas.

Setelah mendirikan Perhimpunan Pergerakan Indonesia sebagai kendaraan politik baru pascamundur dari Partai Demokrat, kini Anas melontarkan usul yang dapat membuat merah telinga para fungsionaris dan kader Partai Demokrat.
Saat kalangan pers meminta tanggapan Anas terkait kemerosotan elektabilitas Partai Demokrat menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, ia mengusulkan Partai Demokrat mencalonkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam pemilihan presiden (pilpres).
Anas menilai SBY selaku Ketua Majelis Tinggi dan Ketua Umum Partai Demokrat merupakan kartu truf partai untuk menghindari keterpurukan hasil pada Pemilu 2014.

Secara elektoral, memunculkan Presiden SBY sebagai cawapres menguntungkan. Ini karena tingkat popularitas dan elektabilitas pendiri Partai Demokrat itu masih relatif bagus. Apalagi 11 peserta konvensi capres Partai Demokrat tidak kunjung menunjukkan peningkatan elektabilitas secara siginifikan.

Padahal, salah satu tujuan utama konvensi tersebut adalah untuk mendongrak tingkat elektabilitas partai melalui keterpilihan seorang tokoh dengan tingkat popularitas dan elektabilitas tinggi.

Bahkan, melalui akun Twitter pribadi @anasurbaningrum, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini juga mengusulkan Presiden SBY diduetkan dengan sejumlah tokoh nasional yang digadang-gadang akan maju sebagai capres, seperti Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto.

Sekilas usul Anas itu memang terdengar biasa-biasa saja. Konstitusi memang tidak melarang seorang presiden incumbent yang telah menjabat dua periode mencalonkan diri sebagai cawapres pada pilpres selanjutnya.

Akan tetapi, bila dicermati lebih jauh, usul mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu sangat kental bermuatan politis. Ada unsur sarkasme politik dan jebakan politik dalam usul tersebut.

Unsur sarkasme politik yang dimaksud berupa pelecehan secara halus terhadap Presiden SBY, baik sebagai pendiri dan Ketua Majelis Tinggi/Ketua Umum Partai Demokrat maupun sebagai presiden.

Dengan melontarkan usulnya, secara tidak langsung Anas hendak memberikan stigma terhadap Presiden SBY. Stigma tersebut Presiden SBY sebagai politikus oportunis haus kuasa, tidak cukup puas dengan kursi kepresidenan selama dua periode sehingga berambisi menduduki kursi wapres pasca-2014.

Dalam konteks itu, Presiden SBY pun diletakkan dalam satu kontinum dengan mantan kepala daerah bernama Bambang Dwi Hartono.

Sebagaimana diketahui, Bambang Dwi Hartono pernah menjabat sebagai Wali Kota Surabaya selama dua periode (2002-2005 dan 2005-2010). Saat pilkada Surabaya 2010, Bambang Dwi Hartono maju kembali dengan status sebagai calon wakil wali kota bagi Tri Rismaharini.

Jebakan Politik

Selain sarkasme politik, usul Anas agar Presiden SBY mencalonkan diri sebagai cawapres juga mengandung jebakan politik. Jebakan politik itu tentu ditujukan kepada Presiden SBY selaku tokoh sentral Partai Demokrat. Lantas, apa jebakan politik yang dimaksud?

Dengan melontarkan usul terhadap Presiden SBY, Anas berharap dapat melihat sikap reaktif SBY, seperti yang ditunjukkan saat merespons kesaksian mantan Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq. Luthfi Hasan Ishaaq saat bersaksi dalam sidang Ahmad Fathanah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, bulan lalu, mengatakan bila Presiden SBY sangat dekat dengan sosok Bunda Putri.

Masih segar dalam ingatan, kesaksian itu membuat Presiden SBY naik pitam. Tanpa menunggu waktu, Presiden SBY langsung menggelar jumpa pers di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, sepulang dari Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Brunei Darussalam.

Dengan penuh nada emosi, Presiden SBY membantah keras mengenal Bunda putri. Tidak cuma itu, Presiden SBY juga menegaskan kesaksian Luthfi Hasan Ishaaq bahwa Bunda Putri merupakan orang dekat Presiden SBY bohong belaka.

Sikap reaktif penuh emosi itulah yang kini coba dipancing Anas melalui lontaran usul mengusung Presiden SBY sebagai cawapres pada Pilpres 2014. Bila Presiden SBY dapat terpancing menunjukkan sikap reaktif tersebut, diharapkan citra SBY selama ini di mata publik sebagai seorang tokoh penuh kesantunan akan terkikis perlahan-lahan.

Itulah dua maksud politik di balik usul Anas. Manuver-manuver politik semacam ini akan terus dimainkan Anas sebagai bagian usaha memecah fokus perhatian para fungsionaris dan kader Partai Demokrat jelang pemilu.

Untuk itu, menurut penulis, Partai Demokrat tidak perlu memberikan tanggapan serius terhadap usul Anas tersebut. Secara politik, Anas sudah tidak lagi memiliki kekuasaan. Ini merupakan hal aneh bila kalangan internal Partai Demokrat masih saja merasa terusik dengan segala celotehan dan manuver sang mantan ketua umum mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar