Sejumlah hasil survei sudah diumumkan tentang siapa yang
akan menjadi calon presiden pada Pemilu 2014. Nama-nama itu datang dari
beragam latar belakang. Tetapi, rata-rata nama capres itu berasal dari
tokoh politik atau berafiliasi dengan partai politik.
Mereka ada yang berlatar belakang pengusaha seperti
Aburizal Bakrie, Joko Widodo, Jusuf Kalla, Dahlan Iskan, Irman Gusman,
Hatta Rajasa ataupun Gita Wirjawan. Ada yang berlatar belakang militer
seperti Wiranto, Prabowo Subianto, dan Pramono Eddie Wibowo. Ada juga yang
merupakan figur politik yang lebih murni, seperti Megawati Soekarnoputri.
Dari kalangan intelektual, muncul nama Mahfud MD dan Anies Baswedan.
Masalahnya, nama-nama yang muncul lebih banyak dinilai
dari sisi popularitas dan elektabilitas. Hasil survei Indikator Politik
Indonesia sudah mulai mengambil sisi lain, yakni persepsi publik tentang
kualitas personal bakal capres, yakni unsur kejujuran, perhatian pada
rakyat, kecerdasan, integritas, empati, sampai ketegasan. Survei itu lebih
maju lagi, ketika pemilih diajak memikirkan karakter yang dimiliki oleh
bakal calon presiden, termasuk membandingkan antara yang satu dengan yang
lain.
Kelihatannya, soal elektabilitas dan popularitas sudah
lebih dari cukup untuk menggambarkan persepsi publik. Ibaratnya, masyarakat
sudah mendapatkan luapan informasi. Apalagi, hanya lima nama yang
belakangan sering disebut, yakni Aburizal Bakrie, Joko Widodo, Megawati
Soekarnoputri, Prabowo Subianto, dan Wiranto. Elektabilitas Joko Widodo
paling tinggi dibandingkan dengan yang lain. Di luar lima nama itu, muncul
nama-nama lain dengan elektablitas lebih rendah.
Artinya, bangsa ini begitu sibuk dengan urusan dan nasib
lima orang, atau katakanlah sepuluh orang capres. Sementara nasibnya
sendiri tidak banyak dibicarakan dan emoh dimunculkan. Yang disebut dengan
nasib rakyat adalah masalah-masalah yang kini dirasakan masyarakat sebagai
persoalan terpenting.
Dalam survei memang terlihat masalah itu, yakni ekonomi,
pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, sosial budaya, dan lainnya.
Masalahnya, bagaimana cara capres itu menjawab persoalan-persoalan yang ada
di masyarakat dan tentu berdasarkan persepsi dan pendapat rakyat sendiri.
Mumpung masih ada waktu, mengingat proses pemilu
presiden sudah dimulai pada bulan April 2014 nanti, sebaiknya
program-program para bakal capres itu dibicarakan sedari sekarang. Waktu
efektif hanya kurang dari lima bulan.
Pengalaman Pilpres 2009 mencatatkan banyak hal.
Kelompok-kelompok kepentingan baru mulai mendekati capres atau cawapres
untuk berbicara. Sementara agenda komunikasi massa sedang terjadi juga,
yaitu bagaimana cara agar capres dan cawapres itu bisa terpilih.
Jarak waktu pemilu legislatif dengan pilpres hanya tiga
bulan. Satu bulan pertama penentuan pasangan capres dan cawapres, satu
bulan kedua untuk mempersiapkan administrasi pencapresan dan pencawapresan
(termasuk tim sukses), serta satu bulan berikutnya adalah masa-masa
kampanye (termasuk debat). Agenda begitu padat, sedangkan waktu sedikit.
Apa kegunaannya mengetahui program capres dan cawapres
ini? Agar publik tidak lagi melihat figur sebagai alat ukur, tetapi
bagaimana bisa menjalankan program-programnya.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar