Minggu, 01 Desember 2013

“Bonus” Kependudukan

“Bonus” Kependudukan
Aunur Rofiq  ;   Ketua DPP PPP Bidang Ekonomi,
Pengusaha Pertambangan dan Perkebunan
KORAN JAKARTA,  30 November 2013
  


Prospek ekonomi 2014 diperkirakan masih akan tumbuh positif, meski dalam kisaran moderat 5,3-5,5 persen, tapi belum mampu memberi ruang terciptanya perluasan kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan daya beli rakyat. Potensi terbesar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, masih tetap konsumsi domestik. Sementara peran ekspor (dikurangi impor) masih menghadapi tekanan eksternal dan lemahnya daya saing. 

Dari sisi investasi, meski meningkat, akan menghadapi tekanan karena The Fed mungkin mengurangi stimulus. Pada sisi lain, peran pengeluaran pemerintah (government expenditure) tidak terlalu ekspansif, dengan target defisit anggaran rendah, guna menghindari tekanan peningkatan defisit transaksi berjalan dan dampak inflasi. 

Peran konsumsi domestik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masih cukup kuat, berkat pertumbuhan kelas menengah. Meski demikian, disadari bahwa pertumbuhan yang ditopang konsumsi, bisa membawa kerentanan kesinambungan dan kualitas pembangunan. 

Kualitas pertumbuhan ekonomi juga tergolong kurang sehat karena tidak mampu menyerap banyak tenaga kerja, enurunkan kemiskinan secara signifikan dan meningkatkan kesejakteraan. Pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin 37 juta. Tahun 2008 menjadi 34 juta jiwa. Tahun ini diperkirakan masih 28,7 juta jiwa, sementara angka pengangguran tahun 2009 8,9 juta sampai Februari 2013 mencapai 7 juta.

Pengurangan kemiskinan dan pengangguran yang tidak signifikan ini cukup aneh karena anggaran pengentasan rakyat setiap tahun naik besar. Dana transfer daerah juga terus meningkat sehingga diharapkan dapat memacu pertumbuhan lokal, mengurangi ketimpangan, kesenjangan, serta kemiskinan.

Beberapa indikator bisa mencemaskan, misalnya pertumbuhan ekonomi yang tidak merata karena masih terpusat di Jawa. Perputaran ekonomi di Jawa mencapai 57,63 persen dan Sumatra 23,77 persen. Sisanya terjadi di wilayah lain. Bahkan, di Bali dan Nusa Tenggara, tren pertumbuhan menurun tiga tahun terakhir dari 2,73 persen (2010) menjadi 2,51 persen (2012). Juga tempat lain.

Pemerintah juga harus memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi dengan mendorong kualitas sumber daya manusia. Berkaca dari fakta, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara, Indonesia di urutan 111, sementara di kawasan ASEAN, IPM urutan enam. 

Tahun depan, perekonomian Indonesia dan sumber pendukungnya harus diarahkan untuk memperkuat daya saing dan ketahanan ekonomi. Indonesia telah menempuh strategi pembangunan ekonomi yang berbasis sumber daya alam. Ini memperlihatkan pendorong kemajuan masih bertumpu pada sumber daya alam (SDA). Indonesia harus mengolah kekayaan alamnya memiliki nilai tambah. 

Langkah ini belum cukup memadai karena perekonomian masa depan juga harus berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi serta pendalaman sektor industri. Indoneisa harus mampu memanfaatkan letak geografisnya di jantung perdagangan Asia Pasifik agar memiliki peluang besar. Potensi manusia yang besar dan kekuatan beli yang terus meningkat harus dikelola. Pertumbuhan kelas menengah diharapkan bisa menjadi bonus demografi sehingga memperbesar dan memperkuat pergerakan ekonomi.


Menguntungkan

Pada puncak bonus demografi itu, proporsi penduduk usia produktif mencapai 55,5 persen. Kondisi tersebut menguntungkan di tengah turunnya produktivitas negara maju yang sudah masuk "aging society" atau perubahan populasi akibat banyaknya usia lanjut. Di Amerika, usia lanjut mencapai 20 persen, di Eropa sekitar 15 persen. Bahkan, di China juga sedang menuju aging society karena program satu keluarga satu anak.

Persoalannya adalah bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan potensi sumber daya manusia produktif tersebut untuk pembangunan. Momentum bonus demografi harus diikuti peningkatan IPM, momentum bonus demografi bukan menjadi beban, tetapi menjadi modal bagi pembangunan. Maka upaya meningkatkan IPM melalui perbaikan kualitas kesehatan, pendidikan, dan peningkatan pendapatan harus menjadi prioritas. 

Selain itu, masalah lapangan kerja, peningkatan akses kepada sumber modal baik melalui inklusi keuangan dan literasi keuangan harus ditingkatkan sehingga memberikan manfaat bagi perluasan dan pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah. 

Tidak kalah penting dalam mewujudkan ketahanan ekonomi kita pada masa mendatang adalah kemampuan bangsa kita mengatasi masalah ketahanan pangan dan energi. Bangsa kita memiliki kekayaan yang melimpah dalam dua aspek tersebut, yakni sumber daya energi dan pangan, namun bangsa kita gagal mengelola menjadi sumber daya yang optimal dan efisien dalam menggerakkan perekonomian. Bahkan kita justru mengalami kebergantungan dengan adanya impor energi dan pangan setiap tahun.

Di tengah semakin merosotnya cadangan minyak dan gas bumi, sebaliknya beban BBM terus meningkat, pemerintah kelak harus bisa mewujudkan rencana strategis ketahanan energi, terutama mendorong pemanfaatan dan pengembangan alternatif/ terbarukan. Indonesia kaya sumber energi alternatif dan terbarukan yang ramah lingkungan.

Langkah diversifikasi energi akan dapat menggeser pola kebergantungan konsumsi pada migas dan BBM yang hanya membuat Indonesia boros. Sementara pemerintah tidak memiliki skenario mengurangi ketimpangan pemberian subsidi BBM yang salah sasaran tersebut. Ongkos subsidi BBM bisa terus ditekan sehingga bisa mengurangi beban anggaran negara dan mengalihkan untuk pos-pos anggaran yang lebih produktif. 

Dari sisi pangan juga setali tiga uang. Indonesia terperosok dalam impor pangan. Sekitar 60 persen komoditas pangan kita harus diimpor. Hal ini jelas tidak menunjukkan sensitivitas dalam membangun sektor pertanian dan mewujudkan ketahanan dan swasembada pangan. 

Tantangan tahun depan adalah memutus mata rantai impor pangan sehingga Indonesia berdikari dalam menyediakan kebutuhan pangan warganya. Lebih dari itu, sekaligus memberdayakan dan meningkatkan kesejahterakan petani serta mengurangi beban devisa dan menghindari defisit perdagangan impor pangan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar