Kamis, 05 Desember 2013

Bintang bagi Tjokorda dan Spies

Bintang bagi Tjokorda dan Spies
Agus Dermawan T  ;   Pengamat Seni Rupa
TEMPO.CO,  04 Desember 2013
  


Tjokorda Gde Agung Sukawati dan Walter Spies dianugerahi penghargaan Anugerah Adikarya Kreatif oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Penghargaan diserahkan oleh Menteri Mari Elka Pangestu pada 1 Desember lalu, dalam penutupan Pekan Produk Kreatif Indonesia di Jakarta.

Anugerah ini tentulah tepat, meski, apabila mau berhitung waktu, sungguh terlambat. Sebab, Spies dan Tjokorda telah menanamkan jasanya sejak 70 tahun silam. Dan jasa itu membuahkan hasil amat besar sejak 50 tahun silam sampai sekarang.

Sebagai pekerja seni, Tjokorda dan Spies dianggap telah menebarkan virus apresiasi yang menyebabkan sangat banyak orang menyukai kesenian. Kesukaan orang terhadap seni ini mendorong tumbuhnya komunitas-komunitas seniman, yang pada ujungnya memunculkan profesionalisme. Di sisi lain, sebagaimana dikatakan oleh seniman Sardono W. Kusumo, mereka adalah "inkubator" yang menetaskan telur kesenian baru di seluruh penjuru Bali. 

Walter Spies adalah pelukis Jerman keturunan Rusia kelahiran 1895. Ia bermukim di Bali pada 1927, setelah melewati pengembaraan di Batavia dan Yogyakarta. Yang mengundang Spies pertama kali adalah Tjokorda Gde Raka Sukawati. Namun yang kemudian memfasilitasi dan mengurus Spies di Ubud adalah putra mahkotanya, Tjokorda Gde Agung Sukawati. Bahkan di desa ini Spies dan Tjokorda (bersama pelukis Belanda, Rudolf Bonnet) mendirikan perkumpulan Pita Maha pada 1936. Sebuah sanggar yang menawarkan sekularisme penciptaan seni rupa (lukisan dan patung), agar para perupa Bali tidak hanya terjebak dalam tema-tema mitologi dan religi. 

Hadirnya Pita Maha pimpinan Spies jelas memberikan keanekaragaman penciptaan seni rupa di Bali. Keragaman ini menyuguhkan kesenangan kepada para wisatawan, baik domestik maupun internasional. Dan sekaligus memberikan citra baru kepada Bali sebagai negeri kesenian sangat eksotik dan unik.

Gaya lukisan Spies yang khas dengan detail alam serta pencahayaan memberi inspirasi bagi banyak pelukis. I Gusti Agung Gde Sobrat dan Nyoman Meja adalah para pelukis Bali terkenal yang terpengaruh Spies. Sejarah juga melihat, atmosfer lukisan Spies yang tenang dan menghanyutkan sejak awal 2000 menjadi aliran penting di daerah Ubud dan Kapal.

Yang tak boleh dilupakan, dalam seni pertunjukan, Spies berperan memodifikasi koreografi tari kecak, yang semula sangat kuno, menjadi pertunjukan modern turistik. Ia mengimbuhkan romantisme dalam keriuhan, kehalusan, dalam kemagisan, lewat area yang sejangkauan mata, serta durasi yang tak terlalu panjang. Tarian sentuhan Spies ini dipentaskan hampir setiap hari (!) di seluruh Bali sejak 60 tahun silam. Lantas, sebagai komposer, Spies juga menggubah musik yang menggabungkan unsur-unsur musikal Bali dan Barat.

Spies nyata telah memberikan aksentuasi bagi dunia pariwisata Bali selama puluhan tahun. Dan jejak-jejak itu masih terasa sampai sekarang. Di Ubud, ada hotel yang bernama Pita Maha. Bekas studio Spies di kawasan Iseh, yang pernah diinapi komedian Charlie Chaplin, penulis Vicky Baum, sampai peneliti Miguel Covarrubias, jadi kunjungan dan pembicaraan wisatawan. Spies wafat pada 1942 lantaran kapal Van Imhoff yang ditumpanginya dibom Jepang.

Adapun Tjokorda Gde Agung Sukawati dicatat sebagai impresario, atau  promotor, pendorong dunia penciptaan kemajuan kesenian. Ia lahir di Ubud pada 31 Januari 1910, dari keluarga kerajaan Ubud. Setelah menempuh Sekolah Desa, ia melanjutkan di HIS Denpasar. Lalu kuliah di National College Dominion of Canada, dan memperoleh gelar PhD.

Posisinya dalam pertumbuhan kesenian Bali sangat penting. Di samping berpengaruh terhadap perkembangan seni dan seniman, ia juga memberi nuansa dalam gerak laju model jaringan komunikasi seni di Bali dan masyarakat luar Bali. 

Untuk memajukan Bali, terutama Ubud, pada awal 1930-an ia bersama ayahnya, Tjokorda Gde Raka Sukawati, ikut mencegat para turis yang turun dari kapal di pelabuhan Buleleng. Para turis itu diarahkan ke Ubud, dengan disediakan transportasi dari opelet sampai delman. Di sisi lain, ia juga merayu para budayawan dan seniman yang datang ke Bali untuk berdiam di Ubud. Di desa itu, Tjokorda menyediakan tempat bagi mereka untuk tinggal lama. Tujuannya supaya para budayawan dan seniman itu memberikan stimulasi kepada para seniman Bali, agar maju dan memperoleh perspektif baru.

Anugerah Adikarya Kreatif bisa jadi kontroversial bagi penganut paradigma yang menganggap kesenian sebagai barang sakral, dan pantang dihubungkan dengan ekonomi, apalagi pariwisata. Namun Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan logis ingin memangkas pikiran yang lama itu. Semua berharap agar anugerah ini terus diberikan kepada tokoh-tokoh lain, walaupun (barangkali) para pengelola Kementerian Pariwisata berganti orang pada 2014, seiring dengan pergantian presiden yang selalu diikuti pergantian kementerian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar