Tjokorda Gde Agung Sukawati dan Walter Spies dianugerahi
penghargaan Anugerah Adikarya Kreatif oleh Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif. Penghargaan diserahkan oleh Menteri Mari Elka Pangestu
pada 1 Desember lalu, dalam penutupan Pekan Produk Kreatif Indonesia di
Jakarta.
Anugerah
ini tentulah tepat, meski, apabila mau berhitung waktu, sungguh terlambat.
Sebab, Spies dan Tjokorda telah menanamkan jasanya sejak 70 tahun silam.
Dan jasa itu membuahkan hasil amat besar sejak 50 tahun silam sampai sekarang.
Sebagai
pekerja seni, Tjokorda dan Spies dianggap telah menebarkan virus apresiasi
yang menyebabkan sangat banyak orang menyukai kesenian. Kesukaan orang
terhadap seni ini mendorong tumbuhnya komunitas-komunitas seniman, yang
pada ujungnya memunculkan profesionalisme. Di sisi lain, sebagaimana
dikatakan oleh seniman Sardono W. Kusumo, mereka adalah
"inkubator" yang menetaskan telur kesenian baru di seluruh
penjuru Bali.
Walter
Spies adalah pelukis Jerman keturunan Rusia kelahiran 1895. Ia bermukim di
Bali pada 1927, setelah melewati pengembaraan di Batavia dan Yogyakarta.
Yang mengundang Spies pertama kali adalah Tjokorda Gde Raka Sukawati. Namun
yang kemudian memfasilitasi dan mengurus Spies di Ubud adalah putra
mahkotanya, Tjokorda Gde Agung Sukawati. Bahkan di desa ini Spies dan
Tjokorda (bersama pelukis Belanda, Rudolf Bonnet) mendirikan perkumpulan
Pita Maha pada 1936. Sebuah sanggar yang menawarkan sekularisme penciptaan
seni rupa (lukisan dan patung), agar para perupa Bali tidak hanya terjebak dalam
tema-tema mitologi dan religi.
Hadirnya
Pita Maha pimpinan Spies jelas memberikan keanekaragaman penciptaan seni
rupa di Bali. Keragaman ini menyuguhkan kesenangan kepada para wisatawan,
baik domestik maupun internasional. Dan sekaligus memberikan citra baru
kepada Bali sebagai negeri kesenian sangat eksotik dan unik.
Gaya
lukisan Spies yang khas dengan detail alam serta pencahayaan memberi
inspirasi bagi banyak pelukis. I Gusti Agung Gde Sobrat dan Nyoman Meja
adalah para pelukis Bali terkenal yang terpengaruh Spies. Sejarah juga
melihat, atmosfer lukisan Spies yang tenang dan menghanyutkan sejak awal
2000 menjadi aliran penting di daerah Ubud dan Kapal.
Yang
tak boleh dilupakan, dalam seni pertunjukan, Spies berperan memodifikasi
koreografi tari kecak, yang semula sangat kuno, menjadi pertunjukan modern
turistik. Ia mengimbuhkan romantisme dalam keriuhan, kehalusan, dalam
kemagisan, lewat area yang sejangkauan mata, serta durasi yang tak terlalu
panjang. Tarian sentuhan Spies ini dipentaskan hampir setiap hari (!) di
seluruh Bali sejak 60 tahun silam. Lantas, sebagai komposer, Spies juga
menggubah musik yang menggabungkan unsur-unsur musikal Bali dan Barat.
Spies
nyata telah memberikan aksentuasi bagi dunia pariwisata Bali selama puluhan
tahun. Dan jejak-jejak itu masih terasa sampai sekarang. Di Ubud, ada hotel
yang bernama Pita Maha. Bekas studio Spies di kawasan Iseh, yang pernah
diinapi komedian Charlie Chaplin, penulis Vicky Baum, sampai peneliti
Miguel Covarrubias, jadi kunjungan dan pembicaraan wisatawan. Spies wafat
pada 1942 lantaran kapal Van Imhoff yang ditumpanginya dibom Jepang.
Adapun
Tjokorda Gde Agung Sukawati dicatat sebagai impresario, atau
promotor, pendorong dunia penciptaan kemajuan kesenian. Ia lahir di Ubud
pada 31 Januari 1910, dari keluarga kerajaan Ubud. Setelah menempuh Sekolah
Desa, ia melanjutkan di HIS Denpasar. Lalu kuliah di National College
Dominion of Canada, dan memperoleh gelar PhD.
Posisinya
dalam pertumbuhan kesenian Bali sangat penting. Di samping berpengaruh
terhadap perkembangan seni dan seniman, ia juga memberi nuansa dalam gerak
laju model jaringan komunikasi seni di Bali dan masyarakat luar Bali.
Untuk
memajukan Bali, terutama Ubud, pada awal 1930-an ia bersama ayahnya,
Tjokorda Gde Raka Sukawati, ikut mencegat para turis yang turun dari kapal
di pelabuhan Buleleng. Para turis itu diarahkan ke Ubud, dengan disediakan
transportasi dari opelet sampai delman. Di sisi lain, ia juga merayu para
budayawan dan seniman yang datang ke Bali untuk berdiam di Ubud. Di desa
itu, Tjokorda menyediakan tempat bagi mereka untuk tinggal lama. Tujuannya
supaya para budayawan dan seniman itu memberikan stimulasi kepada para
seniman Bali, agar maju dan memperoleh perspektif baru.
Anugerah
Adikarya Kreatif bisa jadi kontroversial bagi penganut paradigma yang
menganggap kesenian sebagai barang sakral, dan pantang dihubungkan dengan
ekonomi, apalagi pariwisata. Namun Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif dengan logis ingin memangkas pikiran yang lama itu. Semua berharap
agar anugerah ini terus diberikan kepada tokoh-tokoh lain, walaupun
(barangkali) para pengelola Kementerian Pariwisata berganti orang pada
2014, seiring dengan pergantian presiden yang selalu diikuti pergantian
kementerian.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar