Saya
akan mengawali tulisan ini dengan sebuah pernyataan kontroversial: saya
tidak setuju dengan sistem pendidikan kita yang dari kelas 1 sekolah
dasar (SD) sudah memberlakukan sistem ranking.
Kenapa? Di
dalam melakukan suatu hal, termasuk membuat sistem pendidikan, kita harus
tahu apa objektif yang ingin dicapai dan menentukan skala prioritas
dengan tepat. Sistem ranking yang ada di dunia pendidikan sekarang ini
bertujuan untuk meningkatkan daya saing (competitiveness) dari seluruh murid. Mereka diharapkan terus
terpacu untuk menjadi yang terbaik di kelasnya atau bahkan di sekolahnya.
Apakah ini sesuatu yang buruk? Tidak.
Lalu, kenapa
saya tidak setuju dengan sistem pendidikan yang memberlakukan ranking?
Menurutsaya, sistem ranking, meski di satu sisi diharapkan membangun rasa
keinginan untuk berusaha lebih keras sehingga bisa menjadi yang terbaik,
di sisi lain bisa membuat si murid merasa down. “Si A ranking 1,
saya hanya ranking 2. Dia lebih pintar daripada saya. Saya lebih bodoh
daripada dia.”
Apakah
kita pernah mendengar perkataan demikian? Atau bahkan kita sendiri yang
merasa demikian? Sesungguhnya, yang ranking 1 tidak lebih pintar daripada
yang ranking 2. Yang ranking 10 tidak lebih pintar dibandingkan dengan
yang ranking 20. Sistem ranking di sekolah itu menilai keseluruhan mata
pelajaran yang ada.
Yang memiliki
nilai angka tertinggilah yang patut diberi predikat sebagai anak
terpandai. Padahal, pada kenyataannya, apakah untuk sukses, kita harus
“paling pintar” di seluruh bidang? Kan tidak! Sadar ilah bahwa mereka
yang menurut sistem pendidikan kita “lebih pintar” pada kenyataannya
tidak menjamin mereka akan pasti lebih sukses dibandingkan mereka yang
dianggap “tidak sepintar” mereka. Saya sudah sering mendengar perkataan
dari orang-orang sukses yang bilang, “Saya dulu nggak pernah ranking 10
besar,” atau “Pada ke mana ya
mereka yang dulu ranking 1 di kelas kita?”
Saya
menulis ini tujuannya bukan untuk tidak memperhatikan performa akademis
kita. Kalau kita bisa memiliki nilai yang baik di sekolah, kenapa tidak?
Ketidaksetujuan saya atas sistem ranking bukan karena dulu ketika sekolah
saya tidak pernah ranking.
Selama duduk
di bangku SMA, saya pernah menjadi ranking 1. Untuk perbandingan, international schools tidak
memberlakukan sistem ranking.
Kenapa? Karena bagi mereka, yang terpenting di dunia pendidikan (dan di
dunia kerja) adalah bukan untuk menjadi yang terbaik di antara orang
lain, tapi menjadi yang terbaik dari diri kita sendiri. Di international school, ketika
pengambilan rapor, guru tidak pernah membandingkan si anak yang satu
dengan anak-anak yang lain. Guru fokus untuk hanya memberikan
perbandingan kinerja maupun perilaku si anak dengan kapasitas anak itu
sendiri. Contoh: “Si A seharusnya
bisa lebih giat lagi. Kemarin
dia mendapatkan nilai 8. Saya cukup yakin, sebenarnya dia bisa mendapat
nilai 9.” Dan, tidak ada ranking.
Angkatan
Darat Amerika Serikat memiliki sebuah moto yang menurut saya keren
banget: Be The Best You Can Be!
Artinya: jadilah yang terbaik dari diri Anda. Moto mereka bukan: jadilah yang terbaik di seluruh
jajaran tentara yang ada.
Bukan.
Kenapa? Karena ya itu tadi, yang terpenting di dalam hidup ini adalah
untuk menjadi yang terbaik dari diri kita sendiri. Kalau memang teman
Anda lebih hebat dari Anda, so what?
Selama Anda berusaha semaksimal mungkin, pantang menyerah, Anda harusnya
bangga terhadap diri Anda. Orang yang berusaha semaksimal mungkin ketika
mengerjakan sesuatu, meski ketika hasil akhirnya kurang memuaskan, dia
tidak akan sesedih mereka yang tidak berusaha semaksimal mungkin.
Penyesalan
biasanya datang menghampiri mereka yang tidak melakukannya semaksimal
mungkin. Karena biasanya ketika ini yang dilakukan dan hasilnya tidak
memuaskan, akan ada bisikan dalam hati, “Aduh, coba tadi saya mencoba semaksimal mungkin.” Dan, ini
percuma. Tidak akan mengubah hasilnya.
Anda pasti
tahu penghargaan paling bergengsi untuk insan perfilman dunia: Oscar. Apa
hubungannya dengan topik tulisan saya ini? Ketika seorang Leonardo
Dicaprio diminta membintangi sebuah film, sejak hari pertama syuting
hingga hari terakhir syuting, apa yang ada di benak dia? Menurut Anda,
dalam hatinya, dia bilang, “Saya
harus menang Oscar!” atau “Saya
harus konsentrasi penuh dan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan
akting yang terbaik (dari apa yang saya bisa lakukan)”?
Saya
yakin, semua pemain film ketika syuting tidak fokus untuk menjadi yang
terbaik dari seluruh aktor yang ada alias memenangi Oscar. Mereka pasti
fokusnya adalah untuk berusaha semaksimal mungkin, menjadi yang terbaik
dari dirinya. Naif apabila ketika berakting mereka berpikir untuk menjadi
yang terbaik dari seluruh aktor yang ada ... mana mereka tahu bagaimana
akting aktor-aktor yang ada di kota lain?
Dalam
kehidupan, kita tidak perlu untuk menjadi yang terbaik di dunia. Yang perlu untuk kita
lakukan adalah untuk terus-menerus menantang diri kita sendiri untuk
selalu melakukan sebaik mungkin. Juga, untuk selalu menantang diri kita
untuk berbuat lebih. Kalau Anda sekarang adalah seorang manajer, untuk
berharap dipromosikan ke level yang lebih tinggi di perusahaan tempat
Anda bekerja sah-sah saja. Ini bisa Anda jadikan motivasi dalam diri
untuk bekerja sebaik mungkin. Dan, inilah yang seharusnya terefleksi di
dalam keseharian Anda di kantor.
Banyak orang
yang “menyikut kiri-kanan” supaya dia yang dipromosikan. Ada juga mereka
yang di kantor “menjilat” dan menjelek-jelekkan rekan kerjanya supaya dia
yang dipromosikan. Nah, orang-orang seperti inilah yang di dalam
kesehariannya bekerja berpikir, “Gimana
supaya saya yang dipromosikan?” Padahal, seharusnya ini cukup
dijadikan motivasi dalam diri saja.
Ketika
bekerja, fokusnya adalah untuk bagaimana supaya setiap hari, secara
konsisten, Anda bisa melakukan sebaik mungkin dan terus meng-improve kinerja Anda dari waktu ke
waktu. Tidak penting untuk menjadi yang terbaik di antara banyak orang.
Yang terpenting adalah untuk menjadi yang terbaik dari diri Anda sendiri.
See you ON TOP! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar