Praktik penegakan hukum yang hanya
didasarkan pada selera dan order penguasa menyebabkan hukum menjadi tidak
berkepastian menurut persepsi berbagai elemen masyarakat.
Ketidakpastian
itulah yang menjadi sumber anarkisme dan konflik komunal yang marak
belakangan ini. Dalam rapat dengan Polri baru-baru ini, Tim Pengawas
(Timwas) DPR untuk proses hukum kasus Bank Century mempertanyakan alasan
penyidik Polri belum menyelidiki kasus akuisisi PT Ancora Land atas PT
Graha Nusa Utama (GNU) yang mendapatkan aliran dana dari PT Antaboga Delta
Sekuritas dan Bank Century.
Ancora Land
milik Menteri Perdagangan Gita Wirjawan yang kini dikelola Rianto Ahmadi,
kakak kandungnya. Dengan mengakuisisi GNU, Ancora berhak menguasai aset
tanah seluas 22 hektare di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan. Posisi
Ancora Land sebagai pihak yang mengakuisisi PT GNU sebenarnya sudah dapat
dijerat dengan pasal tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Apalagi,
empat figur lain yang terkait kasus ini sudah menjalani proses hukum.
Mereka adalah Robert Tantular, Toto Kuncoro, Johanes Sarwono, Septanus
Farok, dan Umar Muchsin. Tetapi, karena Ancora Land sudah telanjur
diasumsikan terpisah dari kasus aliran dana Century ke GNU, pihak
berwajib merasa tidak perlu melakukan penyelidikan atas motif lain di
balik akuisisi itu.
Pada kasus
dugaan korupsi di proyek Hambalang, terdakwa maupun saksi menyebut
sejumlah nama penerima aliran dana. Namun, tidak semua nama dipanggil
penegak hukum untuk menjalani pemeriksaan sekalipun nama penerima dana
itu terungkap dalam persidangan. Mantan Wakil Direktur Keuangan Grup
Permai Yulianis pernah mengungkapkan bahwa seseorang yang sangat tersohor
dan sangat dekat dengan kekuasaan mendapat uang dari perusahaannya untuk
keperluan kongres sebuah partai politik.
Namun,
penegak hukum belum bergerak untuk menindaklanjuti informasi dari
Yulianis itu. Berbeda dengan nasib Choel Mallarangeng. Namanya disebut
oleh terpidana Mindo Rosalina Manulang sebagai pihak yang juga ikut
menerima dana proyek Hambalang. Rosa menyebut nama Choel dalam kapasitasnya
sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Januari 2012. Bermodalkan kesaksian
Rosa itu, adik mantan Menpora Andi Mallarangeng ini pun ikut dicekal
sejak Desember 2012.
Dia juga
sudah menjalani pemeriksaan oleh pihak berwajib. Dalam kasus simulator
SIM, terpidana M Nazaruddin menyebut dugaan keterlibatan beberapa anggota
DPR. Nazaruddin menyebut sejumlah nama setelah dia menjalani pemeriksaan.
Hanya dalam hitungan hari, surat panggilan untuk menjalani pemeriksaan
langsung dilayangkan kepada beberapa anggota DPR yang namanya disebutkan
oleh Nazaruddin.
Ilustrasi
penyikapan penegak hukum terhadap sejumlah contoh kasus yang disebutkan
tadi itu tidak hanya menggambarkan perbedaan perlakuan, tetapi juga
mempertonton kan bagaimana praktik penegakan hukum dilaksanakan
berdasarkan selera dan order. Praktik itu juga memperlihatkan kesemena-
menaan. Tragis, karena kesemena-menaan itu dipraktikkan untuk memenuhi
ambisi pemilik kuasa.
Kalau nama
yang disebut atau diindikasikan terlibat dalam suatu kasus masih menjadi
bagian dari—atau sangat dekat dengan—pusat kekuasaan, peluangnya untuk
mendapatkan kekebalan dari sentuhan penegak hukum cukup besar. Imunitas
itu bisa didapatkan berkat lobi-lobi atau karena adanya perintah dari
pusat kekuasaan. Kalau pendekatan persoalannya sudah seperti ini, model
informasi yang diungkap Yulianis bukan tidak diterima dan disikapi.
Tetap
diterima, tetapi penyikapannya akan sangat berbeda. Informasi itu
langsung divonis sebagai barang mentah yang proses hukumnya tak perlu
ditindaklanjuti. Penyikapan yang kurang lebih sama juga terhadap kasus
akuisisi Ancora Land atas GNU. Ada indikasi kuat penegak hukum
diintervensi oleh kekuasaan sehingga tindak lanjut hasil penyelidikan
sebelumnya atas kasus ini tidak diteruskan. Dugaan inilah yang
melatarbelakangi pertanyaan Komisi III DPR kepada Polri.
Kekuatan Negara
Berbeda jika
nama-nama yang diduga atau diindikasikan terlibat suatu kasus dikenal
sebagai sosok yang sikap politiknya berseberangan dengan pusat kekuasaan
atau setidaknya bersikap sangat kritis. Pusat kekuasaan langsung
menunjukkan selera menegakan hukum. Oknum-oknum kepercayaan penguasa di
institusi penegak hukum dipaksa untuk mengadopsi selera yang sama dan
harus segera beraksi.
Kadang, untuk
memuaskan syahwat pemberi order, materi berkas acara pemeriksaan (BAP)
dibocorkan kepada publik dengan pelintiran-pelintiran di sana-sini untuk
semakin memojokkan atau membunuh karakter si terperiksa. Praktik
penegakan hukum yang sarat dengan perilaku menyimpang ini bukan tidak
dipahami publik. Ada begitu banyak kasus yang proses hukumnya serba aneh
menurut pemahaman publik.
Dari kasus
besar seperti skandal Bank Century hingga kasus Nenek Minah, Warga Desa
Darma Kradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Nenek Minah sempat diancam pidana Pasal 362 KUHP tentang Pencurian dengan
ancaman hukuman tujuh tahun karena dituduh mencuri tiga biji kakao.
Begitu juga
dengan kasus seorang siswa SMK yang harus dihadapkan ke pengadilan Negeri
Palu dengan tuduhan mencuri sandal jepit. Dia diancam hukuman lima tahun
penjara. Keanehan-keanehan ini mendorong masyarakat sampai pada
kesimpulan bahwa praktik penegakan hukum itu bisa juga ditentukan oleh
faktor selera dan perintah penguasa.
Juga
terbentuk persepsi bahwa hukum itu bisa dibuat menjadi tidak konsisten
dan tak berkeadilan lagi karena penegak hukum menerima kesepakatan dan
sangat terbuka untuk berkompromi. Persepsi seperti inilah yang menggerus
kepercayaan berbagai elemen masyarakat terhadap hukum dan penegak hukum.
Model ketidakpastian hukum seperti inilah yang mendorong sejumlah elemen
masyarakat mencari cara-cara nonhukum untuk menyelesaikan persoalan yang
membelit mereka.
Dalam
sejumlah kasus pertikaian atau konflik antarkelompok warga, menghindari
penyelesaian melalui proses hukum diambil dengan kesadaran penuh karena
ada keyakinan masing-masing pihak bahwa hukum belum tentu berkeadilan
karena penegak hukum seringkali tidak independen. Kecenderungan untuk
mengingkari supremasi hukum belakangan ini tampak makin kuat dan mewabah
ke berbagai kelompok masyarakat.
Ditandai
dengan maraknya tindakan anarkistis, konflik komunal, hingga beragam
kasus pembunuhan manusia dengan latar belakang persoalan yang sepele.
Belum selesai masyarakat menggunjingkan tragedi penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) Cebongan di Sleman, perhatian harus beralih ke kasus oknum polisi
yang menembak rekannya sendiri.
Kepala Rumah
Sakit Bhayangkara Makassar, Kombes Pol dr Purwadi, ditembak oleh seorang
anggota Pam Obvit Polrestabes Makassar. Sudah berulangkali sejumlah
elemen masyarakat mendeskripsikan situasi penegakan hukum terkini dengan
sebutan dominasi mafia. Cara pandang yang demikian sesungguhnya
merefleksikan pendapat bahwa peran dan kekuatan negara terus melemah,
berbanding terbalik dengan semakin menguatnya arus pengingkaran terhadap
supremasi hukum.
Supremasi
hukum diingkari karena praktik penegakan hukum hanya mengikuti selera dan
kehendak penguasa. Praktik yang demikian menyebabkan institusi penegak
hukum kehilangan independensinya. Karena hakikat keadilan yang melekat
pada hukum mulai diragukan. Sebagian masyarakat pun mencari jalan sendiri
untuk menyelesaikan persoalan mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar