Setelah
terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres Luar Biasa
(KLB) di Bali, beberapa waktu lalu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mulai
melakukan berbagai strategi dan terobosan yang banyak menyedot perhatian
publik.
Terobosan
yang kini menjadi sorotan itu setidaknya terlihat dalam dua hal; yaitu
melontarkan gagasan untuk menyelenggarakan penjaringan calon presiden
dari Partai Demokrat melalui mekanisme konvensi. Kemudian, yang baru-baru
ini ramai diperbincangkan khalayak, yaitu pembuatan akun jejaring sosial
Twitter pribadinya, @SBYudhoyono.
“Marketing” Politik
Sebagai presiden sekaligus ketua umum partai yang
belakangan ini menuai banyak kontroversi karena rangkap jabatannya, SBY
mulai memantik strategi politik yang kini sedang dilakoninya. Keputusan
menerima aklamasi bulat menjadi ketua umum dari kader-kader Partai
Demokrat yang menaruh harapan besar padanya, merupakan konsekuensi dan
pertaruhan yang kini sedang dipikul untuk dibuktikan secara nyata di
dalam kepemimpinan politiknya.
Dua strategi yang baru saja dilancarkan, yakni
gagasan konvensi capres maupun pembuatan akun personal Twitter
@SBYudhoyono merupakan langkah taktis SBY guna merebut kembali simpati
publik usai KLB.
Langkah SBY ini pun diamini Sekretaris Pusat
Pengembangan Strategi dan Kebijakan Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat,
Khatibul Umam, yang menegaskan bahwa langkah itu merupakan strategi yang
diambil guna memperbaiki citra partai yang anjlok, yang menurut survei
terakhir dari Saiful Mujani
Research and Consulting (SMRC) pada Februari (2013) elektabilitas
Partai
Demokrat berada pada tingkat terendah 8,3 persen.
Lebih dalam lagi, Khatibul menyebut dua strategi yang
dilancarkan Partai Demokrat tersebut dengan istilah “serangan” udara
dan darat. “Serangan” udara berupa pembuatan Twitter untuk
menyampaikan pesan-pesan personal, politik, maupun kebijakan negara.
Sementara itu, “serangan” daratnya berupa terjunnya langsung
para kadernya ke masyarakat dengan berbagai bentuk kegiatan dan
aktivitas.
Disadari atau tidak, manuver yang dilakukan SBY
dengan melemparkan gagasan itu adalah sebuah strategi marketing politik
yang taktis. Pakar marketing politik Ashfroth dan Kreiner (1991)
menegaskan bahwa untuk memperbaiki citra partai yang negatif adalah
dengan melakukan reframing.
Strategi ini menggunakan metode transformasi makna
dan pemahaman mengenai image negatif, yang disebut dengan istilah infusing, yakni stigma buruk yang
melekat pada partai politik dapat ditambal dengan hal-hal yang bersifat
positif; kemudian mengubahnya menjadi sebuah penghargaan.
Pada titik ini, strategi awal SBY menggelontorkan
gagasan konvensi untuk memilih capres dan pembuatan akun Twitter bisa
dianggap sebagai perencanaan awal marketing politik yang cukup manjur
sebelum memasuki fase yang lebih lanjut.
Setidaknya dengan citra partai yang tercoreng dengan
perilaku korup segelintir kadernya, juga dualisme SBY dalam kepemimpinan
politik, yakni sebagai presiden dan ketua umum Demokrat yang menuai
kritikan dari berbagai kalangan, SBY dapat dengan tanggap meng-cover-nya dengan melempar gagasan
dan aksi yang tergolong baru, yang belum pernah dilakukan Partai Demokrat
sebelumnya. Yang pada ujungnya, berharap bisa membuat persepsi publik
berubah.
Kuda Hitam
Perjalanan SBY dalam menakhodai Partai Demokrat masih
dua tahun lebih, yakni hingga Juni 2015. Posisi SBY sebagai Ketua Umum
Partai Demokrat bisa diistilahkan sebagai kuda hitam pengantar kesuksesan
Partai Demokrat untuk bertarung dalam Pemilu 2014. Kini, SBY diuji untuk
menunjukkan sepak terjangnya.
Sebagai seorang presiden, SBY dituntut untuk lebih
gesit dalam menjalankan roda pemerintahan. Ini karena, di sisa waktu satu
tahun setengah menjadi presiden, SBY harus memanfaatkannya secara efektif
dengan memberikan prestasi gemilang dari program pemerintahannya.
Para pembantunya di kabinet, dalam hal ini para
menteri, hendaknya didorong untuk bekerja secara optimal. Perbanyak turun
ke lapangan ketimbang bekerja di dalam kantor. Ini karena waktu satu
tahun setengah, tak akan banyak berarti bila hanya duduk di belakang
meja. Bila kinerja presiden cemerlang maka secara tidak langsung
elektabilitas Partai Demokrat pun bisa terdongkrak.
Kejutan awal gagasan konvensi capres merupakan
langkah progresif karena akan menjaring capres secara terbuka. Namun,
langkah tersebut jangan terjebak pada label dan pencitraan semata,
melainkan mesti substantif. Mekanisme yang dijalankan harus transparan
dan demokratis sehingga tidak menjadi bumerang politik ke depannya.
Pada ranah media sosial, sebenarnya langkah SBY
membuat Twitter tergolong terlambat karena Twitter telah bergeliat sejak
2007 dan sudah banyak pemimpin negara menggunakannya.
Namun demikian, langkah tersebut patut diapresiasi
sebab dengan mempunyai akun personal, rakyat bisa mengetahui informasi
kebijakan langsung dari pemimpinnya, dan pemimpinnya juga bisa mengetahui
apa aspirasi rakyatnya. Apalagi sebagaimana dikutip dari
www.brand24.co.id, hingga Maret (2013) pengguna Twitter di Indonesia
menempati peringkat kelima dunia, yang mencapai 30 juta pengguna.
Sebagai catatan penting, Twitter sang presiden yang follower-nya terus bertambah hari
demi hari itu, hendaknya seimbang dengan following-nya. Ini agar SBY pun bisa memantau aspirasi dari
lini massa yang bergerak di timeline-nya.
Kalau hanya sedikit following
maka terkesan satu arah dan kurang proaktif karena hanya menunggu mention dari follower-nya.
Perlu menjadi catatan juga, dengan dibuatnya akun
Twitter, SBY berarti harus sudah siap mental dengan segala konsekuensi
yang dia bakal terima. Ini karena di wilayah jejaring sosial itu, segala
kicauan, baik dukungan maupun kritikan, sudah menjadi sesuatu yang
niscaya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar