Sabtu, 20 April 2013

SBY, Konvensi, dan Jejaring Sosial


SBY, Konvensi, dan Jejaring Sosial
Donie K Malik  Peneliti di Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia
SINAR HARAPAN, 19 April 2013
  

Setelah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Bali, beberapa waktu lalu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mulai melakukan berbagai strategi dan terobosan yang banyak menyedot perhatian publik.

Terobosan yang kini menjadi sorotan itu setidaknya terlihat dalam dua hal; yaitu melontarkan gagasan untuk menyelenggarakan penjaringan calon presiden dari Partai Demokrat melalui mekanisme konvensi. Kemudian, yang baru-baru ini ramai diperbincangkan khalayak, yaitu pembuatan akun jejaring sosial Twitter pribadinya, @SBYudhoyono.

“Marketing” Politik

Sebagai presiden sekaligus ketua umum partai yang belakangan ini menuai banyak kontroversi karena rangkap jabatannya, SBY mulai memantik strategi politik yang kini sedang dilakoninya. Keputusan menerima aklamasi bulat menjadi ketua umum dari kader-kader Partai Demokrat yang menaruh harapan besar padanya, merupakan konsekuensi dan pertaruhan yang kini sedang dipikul untuk dibuktikan secara nyata di dalam kepemimpinan politiknya.

Dua strategi yang baru saja dilancarkan, yakni gagasan konvensi capres maupun pembuatan akun personal Twitter @SBYudhoyono merupakan langkah taktis SBY guna merebut kembali simpati publik usai KLB.

Langkah SBY ini pun diamini Sekretaris Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat, Khatibul Umam, yang menegaskan bahwa langkah itu merupakan strategi yang diambil guna memperbaiki citra partai yang anjlok, yang menurut survei terakhir dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Februari (2013) elektabilitas Partai 
Demokrat berada pada tingkat terendah 8,3 persen.

Lebih dalam lagi, Khatibul menyebut dua strategi yang dilancarkan Partai Demokrat tersebut dengan istilah “serangan” udara dan darat. “Serangan”  udara berupa pembuatan Twitter untuk menyampaikan pesan-pesan personal, politik, maupun kebijakan negara. Sementara itu, “serangan” daratnya berupa terjunnya langsung para kadernya ke masyarakat dengan berbagai bentuk kegiatan dan aktivitas.

Disadari atau tidak, manuver yang dilakukan SBY dengan melemparkan gagasan itu adalah sebuah strategi marketing politik yang taktis. Pakar marketing politik Ashfroth dan Kreiner (1991) menegaskan bahwa untuk memperbaiki citra partai yang negatif adalah dengan melakukan reframing.
Strategi ini menggunakan metode transformasi makna dan pemahaman mengenai image negatif, yang disebut dengan istilah infusing, yakni stigma buruk yang melekat pada partai politik dapat ditambal dengan hal-hal yang bersifat positif; kemudian mengubahnya menjadi sebuah penghargaan.
Pada titik ini, strategi awal SBY menggelontorkan gagasan konvensi untuk memilih capres dan pembuatan akun Twitter bisa dianggap sebagai perencanaan awal marketing politik yang cukup manjur sebelum memasuki fase yang lebih lanjut.

Setidaknya dengan citra partai yang tercoreng dengan perilaku korup segelintir kadernya, juga dualisme SBY dalam kepemimpinan politik, yakni sebagai presiden dan ketua umum Demokrat yang menuai kritikan dari berbagai kalangan, SBY dapat dengan tanggap meng-cover-nya dengan melempar gagasan dan aksi yang tergolong baru, yang belum pernah dilakukan Partai Demokrat sebelumnya. Yang pada ujungnya, berharap bisa membuat persepsi publik berubah.

Kuda Hitam

Perjalanan SBY dalam menakhodai Partai Demokrat masih dua tahun lebih, yakni hingga Juni 2015. Posisi SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat bisa diistilahkan sebagai kuda hitam pengantar kesuksesan Partai Demokrat untuk bertarung dalam Pemilu 2014. Kini, SBY diuji untuk menunjukkan sepak terjangnya.

Sebagai seorang presiden, SBY dituntut untuk lebih gesit dalam menjalankan roda pemerintahan. Ini karena, di sisa waktu satu tahun setengah menjadi presiden, SBY harus memanfaatkannya secara efektif dengan memberikan prestasi gemilang dari program pemerintahannya.

Para pembantunya di kabinet, dalam hal ini para menteri, hendaknya didorong untuk bekerja secara optimal. Perbanyak turun ke lapangan ketimbang bekerja di dalam kantor. Ini karena waktu satu tahun setengah, tak akan banyak berarti bila hanya duduk di belakang meja. Bila kinerja presiden cemerlang maka secara tidak langsung elektabilitas Partai Demokrat pun bisa terdongkrak.

Kejutan awal gagasan konvensi capres merupakan langkah progresif karena akan menjaring capres secara terbuka. Namun, langkah tersebut jangan terjebak pada label dan pencitraan semata, melainkan mesti substantif. Mekanisme yang dijalankan harus transparan dan demokratis sehingga tidak menjadi bumerang politik ke depannya.

Pada ranah media sosial, sebenarnya langkah SBY membuat Twitter tergolong terlambat karena Twitter telah bergeliat sejak 2007 dan sudah banyak pemimpin negara menggunakannya.
Namun demikian, langkah tersebut patut diapresiasi sebab dengan mempunyai akun personal, rakyat bisa mengetahui informasi kebijakan langsung dari pemimpinnya, dan pemimpinnya juga bisa mengetahui apa aspirasi rakyatnya. Apalagi sebagaimana dikutip dari www.brand24.co.id, hingga Maret (2013) pengguna Twitter di Indonesia menempati peringkat kelima dunia, yang mencapai 30 juta pengguna.

Sebagai catatan penting, Twitter sang presiden yang follower-nya terus bertambah hari demi hari itu, hendaknya seimbang dengan following-nya. Ini agar SBY pun bisa memantau aspirasi dari lini massa yang bergerak di timeline-nya. Kalau hanya sedikit following maka terkesan satu arah dan kurang proaktif karena hanya menunggu mention dari follower-nya.

Perlu menjadi catatan juga, dengan dibuatnya akun Twitter, SBY berarti harus sudah siap mental dengan segala konsekuensi yang dia bakal terima. Ini karena di wilayah jejaring sosial itu, segala kicauan, baik dukungan maupun kritikan, sudah menjadi sesuatu yang niscaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar