Sabtu, 20 April 2013

Memperbaiki Penyiaran


Memperbaiki Penyiaran
Azimah Subagijo  ;  Komisioner KPI Pusat periode 2010-2013 
REPUBLIKA, 19 April 2013
  

“Untuk menjadi terkenal, jadilah yang pertama. Jika tidak bisa, jadilah yang terbesar. Jika tidak bisa juga, jadilah yang terunik ...." Demikian nasihat seorang ahli marketing agar kita mampu eksis di tengah persaingan global ini.
Dunia penyiaran dalam konteks persaingan global tersebut baik langsung maupun tidak langsung memegang peranan penting. Lembaga penyiaran sebagai institusi sosial diharapkan mampu berkontribusi, bahkan menjadi garda terdepan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme.

Daya jangkau media penyiaran yang luas dan mampu masuk ke ruang-ruang keluarga di Tanah Air menjadikan media penyiaran mempunyai peran yang strategis. Data BPS tahun 2006 memosisikan media penyiaran sebagai media tertinggi yang di konsumsi masyarakat Indonesia, yaitu 85,9 persen untuk televisi, 40,3 persen radio, 23,5 persen media cetak, dan 17 persen media internet.

Program-program media penyiaran, antara lain, film, sinetron, bincang-bincang, dokumenter, acara kuliner, hingga berita yang disiarkan lembaga penyiaran mampu memfasilitasi masyarakat memperoleh informasi, hiburan, dan juga edukasi mengenai nilai-nilai tertentu. Tentu, akan lebih tinggi nilai manfaatnya jika yang disiarkan oleh media penyiaran adalah program-program yang bermutu dan kaya kearifan lokal.

Hadirnya konten lokal dalam berbagai program yang disiarkan oleh media penyiaran menjadi penting dalam konteks ini. Sayang, kerap terjadi konten lokal yang hadir pada program berita atau informasi di media penyiaran kita sifatnya cenderung horor, yaitu mengenai kriminalitas, kekacauan, atau kekerasan. 

Padahal, yang dimaksud sebagai konten lokal di sini terutama adalah program- program yang bermuatan penguatan terhadap nilai-nilai luhur budaya.
Media penyiaran, baik televisi maupun radio, sesungguhnya telah diberikan mandat oleh Undang-Undang No 32/2002 tentang Penyiaran untuk menerapkan hal ini. Pasal 36 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. 

Dalam Peraturan KPI mengenai P3SPS pun telah diatur bahwa lembaga penyiaran berkewajiban menyiarkan program lokal dengan durasi paling sedikit 10 persen untuk televisi yang ke mudian secara bertahap hingga mencapai 50 persen dari seluruh waktu siaran berjaringan per hari. Sedangkan, program siaran lokal tersebut untuk radio sebanyak 60 persen dari seluruh waktu siaran berjaringan per hari. Sayangnya, hal-hal demikian justru tidak banyak dilakukan oleh lembaga penyiaran. 

Lembaga penyiaran kita cenderung lebih suka program-program yang instan. Film-film asing, baik yang serial maupun layar lebar meski belum tentu cocok dengan nilai-nilai dan norma susila dan kesopanan kita, justru kerap hadir di layar kaca. Sementara itu, program acara kuis maupun acara adu bakat yang hadir di TV kita pun umumnya merupakan program adopsi atau lisensi dari program sejenis dari negara lain. Sebut saja, "Take Me Out Indonesia" merupakan versi indonesia dari "Take Me Out" asal Australia, "Rangking Selebrity" kuis yang juga diadopsi dari Australia, "The Voice" merupakan program yang sukses di Belanda, "Eat Bulaga" yang diadaptasi dari acara yang sama di Filipina.

KPI sebagai lembaga yang diberi amanat untuk mengatur hal-hal mengenai penyiaran di republik ini, memandang perlu adanya pembenahan terhadap hal ini, baik pada kualitas konten maupun kuantitas konten lokal. Penyiaran adalah media yang sangat efektif dan potensial sebagai sarana pemersatu bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa, bahasa, dan budaya. 

Selain itu, penyiaran juga sangat potensial menanamkan nilai-nilai luhur budaya Indonesia yang membuat bangsa ini bangga. Kebanggaan ini kemudian dapat memicu kreasi dan inovasi bangsa Indonesia menjadi bangsa yang solutif dan dapat berperan aktif untuk menjaga perdamaian dunia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Penyiaran memiliki peran yang sangat strategis untuk menyatukan bangsa Indonesia. Untuk itu, KPI mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama para pemangku kepentingan penyiaran, untuk bersama-sama membangun Indonesia melalui penyiaran. 

Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2013 yang digagas oleh KPI, Asosiasi Televisi Seluruh Indonesia (ATVSI), Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informasi (BP3TI), dan pemangku kepentingan penyiaran lainnya, hadir pada 18-20 April 2013 dalam acara bertema "Spirit Indonesia : Membangun Media Penyiaran yang Mencerdaskan". Pada event akbar ini, akan dilaksanakan berbagai workshop.

Lewat IBX 2013, KPI berharap, nilai keindonesiaan kembali semarak di dunia penyiaran Tanah Air, sehingga dapat menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta generasi muda bangsa pada tanah air, budaya, pada negerinya sendiri. Kecintaan yang kuat pada negeri inilah yang menjadi modal untuk menghadapi tantangan bangsa yang sudah semakin dekat dan akan semakin berat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar