“Untuk menjadi terkenal, jadilah yang pertama. Jika tidak bisa,
jadilah yang terbesar. Jika tidak bisa juga, jadilah yang terunik
...." Demikian nasihat seorang ahli marketing agar kita mampu
eksis di tengah persaingan global ini.
Dunia penyiaran dalam konteks persaingan global tersebut baik langsung
maupun tidak langsung memegang peranan penting. Lembaga penyiaran sebagai
institusi sosial diharapkan mampu berkontribusi, bahkan menjadi garda
terdepan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme.
Daya jangkau media
penyiaran yang luas dan mampu masuk ke ruang-ruang keluarga di Tanah Air
menjadikan media penyiaran mempunyai peran yang strategis. Data BPS tahun
2006 memosisikan media penyiaran sebagai media tertinggi yang di konsumsi
masyarakat Indonesia, yaitu 85,9 persen untuk televisi, 40,3 persen
radio, 23,5 persen media cetak, dan 17 persen media internet.
Program-program media
penyiaran, antara lain, film, sinetron, bincang-bincang, dokumenter,
acara kuliner, hingga berita yang disiarkan lembaga penyiaran mampu
memfasilitasi masyarakat memperoleh informasi, hiburan, dan juga edukasi
mengenai nilai-nilai tertentu. Tentu, akan lebih tinggi nilai manfaatnya
jika yang disiarkan oleh media penyiaran adalah program-program yang
bermutu dan kaya kearifan lokal.
Hadirnya konten lokal
dalam berbagai program yang disiarkan oleh media penyiaran menjadi
penting dalam konteks ini. Sayang, kerap terjadi konten lokal yang hadir
pada program berita atau informasi di media penyiaran kita sifatnya
cenderung horor, yaitu mengenai kriminalitas, kekacauan, atau kekerasan.
Padahal, yang dimaksud
sebagai konten lokal di sini terutama adalah program- program yang
bermuatan penguatan terhadap nilai-nilai luhur budaya.
Media penyiaran, baik televisi maupun radio, sesungguhnya telah diberikan
mandat oleh Undang-Undang No 32/2002 tentang Penyiaran untuk menerapkan
hal ini. Pasal 36 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa isi siaran
wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk
pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga
persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya
Indonesia.
Dalam Peraturan KPI
mengenai P3SPS pun telah diatur bahwa lembaga penyiaran berkewajiban
menyiarkan program lokal dengan durasi paling sedikit 10 persen untuk
televisi yang ke mudian secara bertahap hingga mencapai 50 persen dari
seluruh waktu siaran berjaringan per hari. Sedangkan, program siaran
lokal tersebut untuk radio sebanyak 60 persen dari seluruh waktu siaran
berjaringan per hari. Sayangnya, hal-hal demikian justru tidak banyak
dilakukan oleh lembaga penyiaran.
Lembaga penyiaran kita
cenderung lebih suka program-program yang instan. Film-film asing, baik yang serial maupun layar lebar meski belum tentu
cocok dengan nilai-nilai dan norma susila dan kesopanan kita, justru
kerap hadir di layar kaca. Sementara itu, program acara kuis maupun
acara adu bakat yang hadir di TV kita pun umumnya merupakan program
adopsi atau lisensi dari program sejenis dari negara lain. Sebut saja, "Take Me Out Indonesia" merupakan
versi indonesia dari "Take Me Out" asal Australia, "Rangking Selebrity"
kuis yang juga diadopsi dari Australia, "The Voice" merupakan program yang sukses di
Belanda, "Eat Bulaga"
yang diadaptasi dari acara yang sama di Filipina.
KPI sebagai lembaga
yang diberi amanat untuk mengatur hal-hal mengenai penyiaran di republik
ini, memandang perlu adanya pembenahan terhadap hal ini, baik pada
kualitas konten maupun kuantitas konten lokal. Penyiaran adalah media
yang sangat efektif dan potensial sebagai sarana pemersatu bangsa yang
terdiri atas berbagai suku bangsa, bahasa, dan budaya.
Selain itu, penyiaran
juga sangat potensial menanamkan nilai-nilai luhur budaya Indonesia yang
membuat bangsa ini bangga. Kebanggaan ini kemudian dapat memicu kreasi
dan inovasi bangsa Indonesia menjadi bangsa yang solutif dan dapat
berperan aktif untuk menjaga perdamaian dunia sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945.
Penyiaran memiliki
peran yang sangat strategis untuk menyatukan bangsa Indonesia. Untuk itu,
KPI mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama para pemangku
kepentingan penyiaran, untuk bersama-sama membangun Indonesia melalui
penyiaran.
Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2013 yang digagas oleh KPI, Asosiasi Televisi Seluruh
Indonesia (ATVSI), Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi
dan Informasi (BP3TI), dan pemangku kepentingan penyiaran lainnya, hadir
pada 18-20 April 2013 dalam acara bertema "Spirit Indonesia : Membangun Media Penyiaran yang Mencerdaskan".
Pada event akbar ini, akan dilaksanakan berbagai workshop.
Lewat IBX 2013, KPI
berharap, nilai keindonesiaan kembali semarak di dunia penyiaran Tanah
Air, sehingga dapat menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta generasi muda
bangsa pada tanah air, budaya, pada negerinya sendiri. Kecintaan yang
kuat pada negeri inilah yang menjadi modal untuk menghadapi tantangan
bangsa yang sudah semakin dekat dan akan semakin berat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar