Selasa, 02 April 2013

Saya Akan Terus Mengalir


Saya Akan Terus Mengalir
Moh Mahfud MD ;   Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi sejak kemarin, 1 April 2013
JAWA POS, 02 April 2013

  
SENIN, tanggal 1 April 2013, saya bangun pukul 02.30 dengan perasaan sendu. Ya, saya akan segera pergi dari rumah dinas pejabat tinggi negara di Jalan Widya Candra III/7 ini. Lima tahun saya tinggal di rumah nan nyaman ini karena menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Kalau tidak sedang ke luar Jakarta, hampir setiap tengah malam saya bangun, bersalat tahajud, membaca Alquran, dan bermunajat bersama istri sampai masuk waktu salat Subuh di rumah Widya Candra ini. 

Bangun tengah malam di 1 April 2013 ini saya merasa sendu, tetapi sama sekali tidak sedih. Bagi saya, rasa sendu adalah percampuran antara bahagia, bangga, senang, dan haru karena akan berpisah dengan tempat dan orang-orang yang dipekerjakan di rumah ini. Kini saya akan pergi, mengalir di dalam berbagai arus aliran kehidupan yang harus saya lalui lagi. 

Saya tidak cemas atau sedih karena selama ini pun saya selalu mengalir di atas arus air kehidupan dan selalu berusaha tidak menjadi buih. Saya selalu berusaha menjadi arus air yang menentukan, bukan jadi buih yang terombang-ambing. Sejak dulu saya selalu berdoa, "Allaahumma rabbi adkhilnie mudkhla shidqin wa akhrijnie mukhraja shidqin waj allie min ladunka sulthaanan nashieraa (Ya Allah, bawalah saya masuk ke suatu pekerjaan dan jabatan dengan cara masuk yang benar dan baik, bawa pulalah saya (pada saatnya) keluar dan meninggalkan satu tugas dan jabatan dengan cara yang benar, baik, nyaman, dan tidak meninggalkan beban...). Dulu saya masuk ke MK dengan sangat baik, kemudian bekerja selama lima tahun dengan baik pula, dan kini pergi dari MK dengan baik dan penuh kenangan manis. 

Kalaulah saya ditanya, suka atau dukakah selama lima tahun saya bertugas sebagai ketua MK, sudah pasti jawabannya, ada suka dan dukanya. Tetapi, harus saya katakan dengan jujur bahwa sungguh lebih banyak suka daripada duka dalam menjabat ketua MK itu. Selain fasilitas yang lebih dari cukup bagi saya yang biasa hidup sederhana, saya merasa bersuka dan bersyukur karena selama memimpin MK sudah berusaha menjadi arus air yang mengalir kuat.

Saya bersama kawan-kawan sudah berusaha menjadikan MK sebagai lembaga yudikatif yang independen, mengeluarkan vonis-vonis yang bukan hanya ingin menegakkan hukum, melainkan lebih dari itu, menegakkan keadilan. Kami membuat terobosan-terobosan untuk menegakkan keadilan dengan vonis yang sering menghebohkan dan dikecam mereka yang kalah dalam perkara. Demi keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum, kami tak peduli dengan kehebohan, kontroversi, atau kecaman atas vonis yang kami keluarkan. 

Ada juga duka-duka kecil. Adakalanya MK dituduh telah diintervensi atau disuap. Dalam kasus judicial review, kadang diisukan MK diintervensi dan dalam kasus pemilu (pileg dan pilkada), kadang MK diisukan menerima suap. Saya katakan, "Tak ada yang bisa mengintervensi MK, presiden sekali pun." 

Dalam perkara pilkada Kabupaten Kapuas, misalnya, ada SMS beruntun yang menuduh hakim-hakim MK menerima suap dan akan masuk neraka karena memenangkan (maaf, SARA) orang nonmuslim. Secara kelakar saya jawab SMS itu, "Ya, mari berdoa, semoga hakim-hakim MK masuk ke neraka kalau menerima suap, tetapi semoga pula orang yang menuduh MK menerima suap masuk neraka Jahanam kalau tuduhannya tak benar. Imbang kan?"

Seorang kiai dari Sampang yang jagonya kalah di MK mengirim SMS begini, "Ternyata hakim MK bisa disuap, memenangkan yang curang, saya takkan mendukung Anda jadi presiden." Sambil tersenyum saya jawab SMS itu, "Siapa yang ingin jadi presiden? Saya pun tak ingin didukung oleh orang yang minta perkaranya menang, padahal memang kalah. Itu dosa besar." 

Pernah juga diisukan, ketua MK menerima suap Rp 10 miliar dan setiap hakim Rp 7 miliar dari Fuad Amin dalam perkara pilkada di Bangkalan. Isu sampah itu konon sempat disampaikan kepada Kiai Bahar sebagai info A-1. Saya bilang, "Itu info A-1 sampah." Siapa yang menyerahkan, siapa yang menerima, di mana, dan melalui rekening nomor berapa. Ayo, sekarang buka saja, sampai ke neraka pun saya layani. 

Mungkin ada calo yang mengaku kenal dan bisa menyuap MK, padahal itu hanya penipuan dan uangnya dimakan sendiri oleh si calo. Itu banyak terjadi dan saya sering melaporkannya ke polisi. 

Isu-isu penyuapan seperti itu bagi saya hanyalah sampah yang hanya sedikit membuat duka. Secara keseluruhan, saya menikmati rasa suka selama di MK. Jadi, saya akan terus mengalir, pergi dari MK dengan senang dan penuh kenangan manis. 

1 komentar:

  1. Artikel kayak gini pantasnya dimasukkan dalam blog pribadi, bukan dimuat koran

    BalasHapus