Rabu, 10 April 2013

Roh Chavez untuk Blok Mahakam


Roh Chavez untuk Blok Mahakam
Budi Santosa  ;  Guru besar, Ketua Jurusan Teknik Industri ITS
JAWA POS, 10 April 2013
  

Kedaulatan sering hanya dipahami sebagai kedaulatan wilayah, bukan pengelolaan kandungan yang ada dalam wilayah itu. Maka RI yang hampir 68 tahun, banyak kekayaan alam masih dikelola asing dengan bagian untuk bangsa Indonesia sangat minim. Itulah yang terjadi dalam kasus pengelolaan Blok Mahakam, Kaltim, salah satu blok gas terbesar kita. 

Total (Prancis) dan Inpex (Jepang) mengelolanya 50 tahun. Kontrak pertama diteken pada 31 Maret 1967, tak lama setelah Soeharto dilantik menjadi presiden. Kemudian, diperpanjang 31 Maret 1997, setahun sebelum Soeharto jatuh. Kontrak akan selesai pada 31 Maret 2017.

Dengan kandungan 12,5 TCF (trillion cubic feet) sekarang atau sekitar 10,1 TCF pada 2017 jelas saja blok ini menggiurkan. Pendapatan kotor, dengan asumsi kandungan gas 10,1 TCF ditambah minyak 192 juta barel, akan mencapai Rp 1.300 triliun (Indonesian Resources Studies, IRESS). Hitungan agak pesimistis dari Dirut Pertamina menghasilkan keuntungan Rp 171 triliun (Manufacturing Hope, Jawa Pos, 1 April 2013). Hitungan lebih pesimistis menghasilkan pendapatan Rp 32 triliun (asumsi cadangan tinggal 1 (satu) TCF).

Asing ingin terus mengangkanginya. PM Prancis Francois Fillon telah meminta perpanjangan kontrak saat ke Jakarta, Juli 2011. Menteri Perdagangan Luar Negeri Prancis Nicole Bricq juga memintanya kepada Jero Wacik di Paris, 23 Juli 2012. Adapun CEO Inpex Toshiaki Kitamura melobi saat bertemu SBY-Boediono pada 14 September 2012.

Menteri BUMN Dahlan Iskan (DI) dan Dirut Pertamina Karen Agustiawan termasuk yang getol agar Blok Mahakam dikelola Pertamina. Termasuk pula almarhum Prof Widjajono Partowidagdo, semasa Wamen ESDM. Ini adalah usaha-usaha untuk merebut kedaulatan energi. Pertamina telah membangun kemampuan teknis lepas pantai, antara lain, di Offshore Northwest Java, West Madura Offshore, serta di Blok Karama, Selat Makassar, Sulawesi Barat. Aset yang dimiliki mencapai Rp 3.000 triliun.

Namun, ada politisi DPR dan birokrat yang menentang tekad langkah kedaulatan energi itu. Alasan mereka sebenarnya bisa dipatahkan. 

Pertama, alasan ketidakmampuan kita. Secara teknologi, SDM, modal finansial, dan pemasaran/networking kita dinilai tidak akan mampu mengelola blok ini. Nazarudin Kiemas, anggota DPR dari PDIP dapil Sumatera Selatan, dan Jero Wacik (Menteri ESDM) berada di kelompok pesimistis ini. Mereka lupa bahwa insinyur kita bekerja di berbagai negara dan perusahaan-perusahaan asing di Indonesia untuk melakukan tugas eksplorasi dan penambangan gas ini. Kita jelas mampu, Pertamina menyatakan siap. Tidak perlu logika rumit untuk mengiyakan hal ini.

Kedua, alasan kandungan gas yang tinggal 2 (dua) TCF, maka akan rugi mengambil blok ini. Selain didalihkan Nazarudin Kiemas, juga Rudi Rubiandini (mantan Wamen ESDM dan kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi/SKK Migas), M. Lobo Balia (staf ahli Menteri ESDM Bidang Tata Ruang dan LH). Kalau benar kandungannya hanya 2 TCF atau setara potensi pendapatan Rp 64 triliun, bukankah itu masih jumlah yang besar? Bukankah Prancis dan Jepang masih getol memperpanjang kontrak hanya dengan sisa cadangan gas 2 TCF? 

Termasuk pendukung alasan ini adalah Wamen ESDM Susilo Siswoutomo. Dia mengaku khawatir jika Pertamina yang mengelola, lifting migas terancam. Jero Wacik setali tiga uang. Dia mengatakan Pertamina bisa bangkrut. Lagi-lagi alasan pesimistis yang tidak masuk akal.

Kita rakyat luas harus "ribut" menyuarakan pentingnya Blok Mahakam ini untuk kita kelola, mendesak pemerintah memihak kepentingan rakyat. Kita berharap pemimpin negeri ini bernyali seperti mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez. Dia nasionalisasi perusahaan minyak asing atau mengubah kontrak yang menguntungkan bangsa. Rakyat pun menikmati kekayaan alam dan berdiri penuh harga diri di depan penguasa dunia, Amerika Serikat, sekalipun. 

Silakan catat orang-orang politik yang bersuara miring untuk diberi hukuman politis sewaktu pemilu nanti. Jangan pilih lagi orang-orang yang minder dan, bahkan, mengkhianati konstitusi. Kalau tidak dimulai sekarang, kita tidak akan pernah bisa. Jangan sampai kasus Blok Cepu terulang dengan pengelolaan sumber alam oleh pihak asing, sementara kita sendiri mampu.

Tahun 2014 adalah tahun strategis untuk pengambilan keputusan ini. Sebelum kabinet SBY II berakhir, akan banyak orang yang duduk di pemerintahan atau kementerian menggunakan kesempatan (dalam kesempitan) di Blok Mahakam ini. Baik demi keuntungan pribadi maupun modal pemilu, yang mengabaikan masa depan anak-anak kita. 

Bung Karno pernah berkeberatan perusahaan asing menambang minyak kita. Beliau menunggu para insinyur kita mampu. Kini setelah anak bangsa mumpuni, kesempatan itu harus direbut. Seperti halnya Belanda tidak pernah bilang Indonesia siap merdeka, kecuali kita merebut. Kita tunggu roh keberanian Chavez hadir di sini, di dalam jiwa pemimpin kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar