Tanggal 8 April 2013, Margaret Hilda Thatcher
mengembuskan napas terakhir pada usia 87 tahun. Dunia mengenangnya
sebagai perempuan yang berhasil melawan arus dominan patriarki dalam
politik. Pada usianya yang menjelang setengah abad, Thatcher berhasil
menjadi perempuan pertama yang memimpin partai besar dalam sejarah
Britania Raya modern.
Sebelum menjadi perdana menteri, pada 24 Januari 1976,
harian Krasnaya Zvezda (Bintang
Merah) di Uni Sovyet memunculkan
julukan "Iron Lady" atau "Wanita Besi" kepada
Margaret Thatcher. Saat itu, dia bahkan belum genap setahun menjabat
sebagai ketua Partai Konservatif.
Pada saat yang bersamaan, negeri Ratu Elizabeth itu
mulai terbenam dalam krisis ekonomi. Pemicunya overproduksi barang-barang
manufaktur dalam negeri serta dampak embargo minyak. Tingkat inflasi dan
angka pengangguran pun melambung. Maka, gagasan untuk mereposisi peran
negara mulai dikedepankan.
Pada Maret 1979, Inggris menyelenggarakan pemilu.
Thatcher berhasil memenangkan kursi perdana menteri (PM). Ibu dua anak
kelahiran Grantham, Lincolnshire, itu sekaligus mengukuhkan diri sebagai
PM Inggris pertama dan satu-satunya dari kalangan perempuan.
Sejak Thatcher berkuasa, diktum baru ekonomi
memengaruhi Inggris ataupun Britania Raya, bahkan juga ikut mengubah wajah
dunia. Thatcher merupakan politikus yang tak mengenal konsesus,
berdisiplin, dan keras hati dalam pendirian. Demi melontarkan keyakinan
atas semua regulasi ekonominya, Thatcher pernah berseru: "T.I.N.A: There is No
Alternative".
Thatcher mulai menjalankan tampuk kekuasaan di tengah
lapuknya teori ekonomi John Maynard Keynes. Ekonomi Keynesian mendasarkan
pentingnya peran negara dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jalan
Keynesian itu dipandang berhasil mengentaskan Eropa dan AS dari depresi
besar tahun 1930-an dan menjadi model pembangunan pasca-Perang Dunia II.
Namun, akhir 1960-an hingga 1970-an ekonomi kembali mengalami stagflasi
atau kemandekan.
Thatcher pun terdorong untuk menjalankan diktum ekonomi
yang diyakininya. Bersama koleganya, Presiden Ronald Reagan di AS,
lahirlah istilah Reaganomic dan Thatcherism. Fondasinya pada tesis
ekonomi Milton Friedman dan Friedrich von Hayek. Pemikiran ekonom Chicago
School of Economic dan London School of Economic itu kemudian dikenal
sebagai neoliberal policy.
Pandangan neoliberal mengkritik peran negara dalam
ekonomi. Intervensi negara hanya dianggap akan mengganggu mekanisme alami
pasar. Penghilangan peran negara secara berangsur-angsur akan menciptakan
keadaan yang sempurna guna menuju titik ekuilibrium alias titik
keseimbangan pasar. Praktisnya, lahirlah privatisasi BUMN, liberalisasi
perdagangan, liberalisasi investasi, anggaran belanja sosial yang ketat,
pemangkasan tarif pajak, dan pemotongan subsidi sektor publik.
Neoliberalisme kemudian diujicobakan di Amerika Latin.
Di Cile, pemerintahan Jenderal Augusto Pinochet mengudeta Salvador
Allende, presiden sosialis yang dipilih secara demokratis. Dengan
dukungan AS, Pinochet mulai menjalankan program-program neoliberal
dipandu sarjana-sarjana lulusan Chicago (dijuluki Chicago Boys).
Di Inggris sendiri, Thatcher segera mengeluarkan
kebijakan berbeda dari sebelumnya. Demi mengatasi krisis, pemerintah
mulai menjalankan pembatasan anggaran belanja pemerintah dan pemotongan
subsidi. Saat menjadi menteri pendidikan, Thatcher bahkan telah menghapus
susu gratis di sekolah. Partai Buruh menghujatnya sebagai "Si
Perampas Susu". (Ini terasa pahit ketika di awal film Iron Lady yang
menceritakan dirinya, Thatcher sepuh mengeluhkan harga susu yang naik
sepulang dia belanja sendiri di toko).
Langkah swastanisasi besar-besaran dan spartan Thatcher
itu ditulis oleh John Naisbitt dalam bukunya, Megatrends 2000. Tercatat hanya dalam waktu delapan tahun
(1980-1988) lebih dari 40 persen BUMN Inggris diswastanisasi. Termasuk di
antaranya British Gas, Saving Bank, Jaguar, dan British Airways.
Di bidang perburuhan, diberlakukan labour market flexibility atau pasar tenaga kerja yang fleksibel
serta pemangkasan kekuasaan dan pengaruh serikat buruh. Sepanjang masa
kekuasaannya, Thatcher dituding jadi bidan kelahiran enam UU yang
dianggap mengekang serikat buruh dan diprotes aneka pemogokan. Salah satu
yang paling terkenal adalah pemogokan buruh tambang 1984-1985 yang
ditindak represif.
Dalam perjalanannya, diktum ekonomi yang dijalankan
Thatcher di Inggris dan Reagan di Amerika itu kemudian diglobalisasi.
Lembaga-lembaga donor dan moneter internasional kemudian mempromosikan
resep tersebut sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an. Di banyak negeri,
termasuk di Indonesia, disuntikkan resep IMF yang disebut structural adjusment program (SAP).
Berbarengan dengan SAP, berjalanlah pembentukan
pakta-pakta perdagangan bebas di berbagai kawasan, semisal AFTA, NAFTA,
dan FTAA. Pada periode awal saja, sedikitnya lebih dari 50 negara di
berbagai benua mengadopsi model ekonomi yang digagas Thatcher ini.
Berbagai penilaian pun bisa diajukan menyangkut dampak yang dihasilkan
dari penerapan sistem ekonomi yang kondang dengan jargon globalisasinya
tersebut.
Kini Margaret Thatcher telah tiada. Dia wafat akibat
penyakit stroke yang diidapnya. Di Eropa, benua tempat dia lahir, tumbuh,
dan memberi pengaruh besar, krisis finansial masih terus berlangsung dan
belum tersembuhkan. Angka pengganguran telah mencapai rekor 12 persen.
Kondisi ekonomi bergerak lebih buruk dibanding krisis akhir 1970-an saat
kali pertama dia mulai berkuasa dan menjalankan regulasi ekonominya.
Tanpa perlu menghakimi, jejak langkah "Wanita Besi" itu dapat
terlihat jelas pada berbagai bangunan ekonomi di banyak negeri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar