Jumat, 12 April 2013

Proyek MP3EI Milik Siapa?


Proyek MP3EI Milik Siapa?
Anang Anas Azhar  ;  Dosen Fakultas Ekonomi UMSU,
Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah
KORAN SINDO, 12 April 2013
  

Sekitar dua tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meluncurkan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). 

Tidak tanggungtanggung, targetnya untuk membangun perekonomian Indonesia melalui pembangunan puluhan megaproyek di beberapa zona, mulai dari Indonesia barat sampai timur. Proyek MP3EI ini kental investasi anggaran dan mengundang investasi senilai Rp4.000 triliun. Dari investasi tersebut, sebagian besar proyeknya sudah groundbreaking pada empat lokasi besar, seperti Sei Mangkei Sumatera Utara, Cilegon, Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat), dan Timika Papua, dengan pembangunan 17 proyek besar. 

Pertanyaannya sekarang, apakah 17 proyek besar ini sudah berjalan mulus sesuai target? Apakah pembebasan lahan di masing-masing proyek tersebut sudah dilakukan? Program pembangunan 17 proyek besar tersebut memang sudah berjalan. Secara khusus, saya ingin menelusuri proses perjalanan pembangunan proyek Sei Mangkei, yang masuk koridor Sumatera, di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Titik pembangunan proyek ini di Kawasan Industri Kelapa Sawit Sei Mangke oleh PT Perkebunan Negara (PTPN) III, dengan nilai investasi Rp2,5 triliun. 

Konon kabarnya, sesuai target akan selesai pada 2014. Sejauh mata memandang, proyek Sei Mangkei masih terganjal perencanaan tata ruang provinsi. Apa yang terjadi saat ini, justru pemerintah di tingkat pusat bahkan provinsi belum memiliki political will yang kuat untuk mendukung pengembangan proyek MP3EI di Sumatra Utara. Fakta yang terjadi misalnya, masih terganjalnya kucuran dana sehingga memperlambat proses pembangunan proyek. Fakta lain yang kita lihat adalah belum bebasnya lahan-lahan yang berada di lokasi proyek Sei Mangkei. 

Dua fakta ini menjadi titik klimaks mulusnya pembangunan proyek Sei Mangkei. Jika kita menarik fakta yang sesungguhnya terjadi, menurut saya, pemerintah masih melakukan diskriminasi pembangunan proyek MP3EI. Alasan kuat adalah pemerintah masih fokus pada proyek-proyek di Jawa. Kesenjangan ini justru memperkukuh bahwa pemerintah memang masih mengabaikan kesetaraan pembangunan di luar Jawa.

Kendala Infrastruktur 

Banyak kalangan, banyak juga elemen pelaku ekonomi yang menyatakan kecewa terhadap lambannya pembangunan proyek MP3I di Sumatera Utara, sepertihalyangterjadipada proyek pembangunan Sei Mangkei. Padahal, kalau kita melihat proyeksi masa depan ekonomi Sumatera Utara, Kawasan Ekonomi (KEK) Khusus Sei Mangkei merupakan proyek bernilai investasi triliunan rupiah. Apalagi, selain pembangunan proyek Sei Mangkei, masih ada proyek yang berdampingan dengan proyek ini, yang merupakan wujud realisasi MP3EI. 

Misalnya, pembangunan Bandara Kuala Namu, Jalur Kereta Api Kuala Tanjung, Jalan Tol Medan-Tebingtinggi-Kuala Namu, dan lainnya. Kendala yang dihadapi dalam pembangunan proyek Sei Mangkei adalah persetujuan anggaran infrastruktur kepada Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Kita sangat membutuhkan pembangunan jalan menuju kawasan Sei Mangkei. Secara khusus, pembangunan jalan menuju kawasan tersebut tidak maksimal, bahkan sama sekali belum terlaksana karena pemerintah pusat belum merealisasi anggaran untuk pembangunan anggaran tersebut. 

Semestinya melihat fakta yang terjadi, pemerintah seharusnya mengucurkan dana alokasi khusus untuk proyek pembangunan Sei Mangkei. Pemerintah terkesan masih fokus pada persoalan deadline penyelesaian proyek, tapi masih mengabaikan persoalan outline sebagai penunjang infrastruktur, seperti konektivitas infrastruktur yang mendukung proyek percepatan penyelesaian proyek Sei Mangkei. Saya yakin, tanpa didukung penyelesaian jalan untuk mengakses proyek jalan menuju Sei Mangkei, proyek ini masih jauh dari target penyelesaian. 

Konektivitas infrastruktur outline jalan menuju ke kawasan MP3EI tersebut sangat penting dilakukan. Sebab, selama ini akses menuju kawasan itu bisa dibilang nol. Karena itu, hal-hal sekecil seperti ini akan memperburuk tahapan penyelesaian proyek Sei Mangkei. Ketidakseriusan pemerintah membangun outline dapat kita lihat dari akses jalan nasional menuju ke Bandara Internasional Kuala Namu (KNIA), yang hingga saat ini belum juga diselesaikan. 

Padahal bandara pengganti Polonia ini sudah harus dioperasionalkan pada September 2013. Ini artinya, political will pemerintah pusat untuk membangun Sumut ini masih kurang, berbeda dengan di Pulau-pulau Jawa dan Bali. Pemerintah masih fokus pada hal-hal daerah yang maju dan dikenal luas, serta masih mengabaikan proyek-proyek jauh dari lokasi Ibu Kota Jakarta. 

Apa Sikap Pemprov Sumut?

Sebagai penyelenggara pemerintahan di Sumatera Utara, pemprov tidak tinggal diam. Banyak hal dan terobosan yang harus dilakukan untuk menarik dan meyakinkan pemerintah pusat dalam mempercepat proyek Sei Mangkei di provinsi ini. Persoalannya sekarang, apakah pemprov mau menjemput bola ke pemerintah pusat. Bagaimana lobi-lobinya kepada instansi terkait di pusat? 

Pernyataan ini sering “menghantui” untuk melihat kerja-kerja nyata dari pemprov. Hemat saya, Pemprov Sumut harus mendesak pemerintah pusat memberikan tambahan anggaran dalam proyek MP3EI. Salah satu ganjalan utama, seperti yang diuraikan di atas, tidak tersedianya anggaran outlinesebagai penyambung percepatan penyelesaian proyek yang ada di lokasi Sei Mangkei. Hal terpenting lain yang harus dilakukan pemprov adalah proyek yang diusulkan tersebut, perlu dipercepat guna mendukung pertumbuhan dan koridor ekonomi Sumatera.

Proyek yang diajukan itu terdiri dari pembangunan sarana infrastruktur dan pusat kegiatan industri. Memang harus diakui, usaha Pemprov Sumut dalam melobi pemerintah pusat sudah dilakukan jauh-jauh hari, termasuk bertemu Gubernur Gatot Pujo Nugroho dengan Menko Perekonomian, terkait penyelesaian beberapa proyek besar untuk memperkuat pembangunan lokasi koridor Sumatera. Namun, apa yang diusahakan pemprov ini belum berbuah hasil. 

Sebagian ada yang sudah berjalan, namun ada pula yang masih proses sehingga proyek-proyek yang sudah diproyeksi dikerjakan tahun ini masih menggantung. Artinya, lobi pemprov ke pemerintah pusat belum sepenuhnya berhasil. Mungkin sulit kita dibayangkan, andai saja proyek MP3EI di Sumatera Utara sesuai tenggat waktu yang dijadwalkan, maka sudah dapat dipastikan provinsi ini bakal menjadi pusat perekonomian di luar Pulau Jawa. Apalagi letaknya sangat berdekatan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. 

Kita tinggal menunggu realisasi pemerintah pusat. Apakah masih memiliki komitmen untuk mempercepat penyelesaian proyek-proyek yang ada di Sumatera Utara? Salah satu cara untuk menerobos kucuran anggaran kepada pemerintah pusat, saya kira harus ada komitmen bersama, duduk bersama antara pemprov dan anggota DPR asal daerah pemilihan Sumatera Utara. Saya kira ini sangat penting, apalagi jumlahnya mencapai 30 orang. Pertemuan harus secepatnya digagas untuk mempercepat dan memuluskan percepatan proyek MP3EI di Sumatera Utara. Sebab, proyek ini bukan milik pribadi atau kelompok. 

Proyek ini adalah milik bersama untuk membangun Sumatera Utara. Langkah ini sangat tepat dilakukan, apalagi pressuredari 30 anggota DPR asal pemilihan Sumatera Utara memiliki kekuatan sendiri untuk melobi pemerintah pusat, dalam mempercepat proses pengucuran dana untuk menyelesaikan sejumlah proyek-proyek terkait dengan MP3EI. 

Saya kira ini penting, dan mau tidak mau harus dilakukan Gubernur Gatot Pujo Nugroho sebagai komitmen dirinya untuk membangkitkan perekonomian di Sumatera Utara. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar