Mencari
perempuan berkualitas. Kalimat ini sedang marak terdengar, sejak tahun
politik 2013-2014 dimulai, saat partai-partai tengah dikejar tenggat
menyerahkan daftar calon sementara bakal calon anggota dewan (BCAD) untuk periode pengabdian 2014-2019.
Istilah
perempuan berkualitas menjadi penting mengingat ketentuan KPU soal syarat
penempatan 30 persen kuota perempuan harus dipenuhi parpol sebagai
pengisi daftar BCAD-nya. Para pengamat politik dan pemerhati sosial ramai
bicara soal kekhawatiran mereka bahwa tuntutan pemenuhan kuota ini akan
membawa partai-partai pada tindakan gegabah: memilih `sembarang'
perempuan.
Maka,
dijabarkanlah kriteria pemenuhan kualitas perempuan yang diharapkan mampu
menjadi calon wakil rakyat dalam sederet kualifikasi, seperti memenuhi
aspek integritas, kapasitas, kapabilitasnya, popularitas, dan kecukupan modal.
Nyatanya, bukan perkara mudah menemukan perempuan berkualitas dengan
kecukupan kualifikasi seperti itu, apalagi di wilayah-wilayah pelosok dan
terpencil.
Hal
ini menjadi keluhan langsung beberapa petinggi partai saat tenggat penyerahan
BCAD semakin dekat. Hingga seorang petinggi partai bahkan secara tegas
menyatakan siap tidak menyerahkan BCAD tingkat DPRD dan hanya akan
menyerahkan daftar BCAD DPR bila tak mampu memenuhi syarat pemenuhan
kuota.
Dicari atau Dibentuk?
Masalahnya, sosok perempuan berkualitas jelas bukan merupakan bidadari
yang turun dari langit, tetapi merupakan bentukan sosial yang melewati
waktu demi waktu pengasahan. Dan, setiap partai politik semestinya tidak
hanya berjuang keras menemukan sosok-sosok perempuan berkualitas, melainkan
berjuang pula membentuknya.
Dapat
dipastikan, dalam visi, misi, serta AD/ART satu partai politik pasti tertuang
konsep dan program membangun individu, masyarakat, dan pemerintahan
menuju negara yang adil, makmur, sejahtera, maju, berketuhanan, berbudaya,
dan serenceng niat positif lainnya. Namun, akan menjadi asaplah semua
cita-cita itu bila partai politik nyatanya tidak sungguh-sungguh dan
konsisten menjalankan program pem- bentukan perempuan yang
berkualitas.
Pada
dasarnya, setiap diri masyarakat Indonesia harus disiapkan menjadi sosok
yang berkualitas, yaitu mereka yang berkualitas dari sisi fisik, mental,
dan spiritualnya. Bahwa satu negara pastilah akan menjadi maju, besar,
dan kokoh manakala setiap diri warga negaranya merupakan sosok yang sehat,
cerdas, kreatif, beriman, berbudaya, jujur, dan saling peduli.
Namun,
membentuk perempuan berkualitas, baik kualitas mendasar seperti sehat
fisik, mental, dan spritualnya, maupun berkualitas dalam hal modal politiknya
membutuhkan perhatian lebih. Karena, pada kenyataannya, pada beberapa
aspek, perempuan mengalami banyak ketertinggalan.
Tingkat
partisipasi perempuan dalam bidang pendidikan misalnya masih tertinggal dari
laki-laki. Angka putus sekolah anak perempuan di tingkat SD, SMP, maupun
SMA pun masih lebih besar dari anak laki-laki. Bahkan, dari sekitar 9,7
juta penduduk buta huruf di Indonesia, 64 persennya adalah kaum
perempuan. Angka kematian ibu juga masih sekitar 228/100 ribu
kelahiran. Untuk posisi dan beban kerja yang sama, pada banyak kasus, upah
perempuan masih lebih rendah.
Sarana
dan pra sarana publik seperti fasilitas umum dan fasilitas sosial yang
ramah perempuan juga sangat terbatas. Apalagi akses politik. Memang,
upaya membentuk perempuan berkualitas bukan tanggung jawab parpol semata.
Ini merupakan tanggung jawab seluruh komponen masyarakat, baik secara
individu, keluarga, organisasi sosial, hingga tentu saja negara.
Generasi Berkualitas
Maka
segala upaya membentuk perempuan berkualitas bukan hanya memberi kebaikan
bagi diri perempuan dan partai politik. Lebih dari itu, membentuk
perempuan berkualitas adalah merupakan salah satu fondasi untuk
menciptakan generasi mendatang yang juga berkualitas. Sebab, meski
tanggung jawab pendidikan anak merupakan tugas kedua orang tuanya, seorang
ibu memiliki intensitas kedekatan dan kelekatan yang lebih dengan anak,
satu hal yang tidak bisa tergantikan.
Semestinya
ada cukup banyak waktu bagi setiap partai politik untuk bersama- sama masyarakat
dan pemerintah menggerakkan program-program yang bisa mendorong
terbentuknya perempuan-perempuan yang berkualitas. Parpol bisa mendorong,
mendukung, atau menyosialisasikan kebijakan-kebijakan yang ramah perempuan.
Bisa pula memberikan pelatihan untuk mengasah daya intelektualitas,
keterampilan, dan karakter positif. Tak lupa juga sigap menyediakan
advokasi bagi perempuan dan keluarga dalam hak asasi dan hukum.
Tetapi
tentu saja, semua itu harus dilakukan dalam waktu cukup panjang dan
secara konsisten, bukan dalam waktu pendek demi mengejar target kejar
tayang perolehan suara dalam pemilu. Maka, kesulitan untuk mendapatkan
BCAD perempuan yang memenuhi kualifikasi berkualitas semestinya tak perlu
terjadi lagi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar