Jumat, 19 April 2013

Penghambat Swasembada


Penghambat Swasembada
Suharno  ;  Pensiunan PNS, Mantan Kakanwil Depperindag Jatim (1996-2000)
REPUBLIKA, 18 April 2013


Impor produk pertanian kisruh. Daging sapi, bawang merah, dan bawang putih harganya bergejolak. Inflasi pun terkerek. Lebih jauh, kisruh impor daging menyeret Presiden PKS (LHI) menjadi tahanan KPK. Presiden SBY pun dibuat kesal atas kinerja menteri-menterinya yang kurang serius dan saling menyalahkan. Kisruh kemudian melebar akibat keterangan BPK yang memicu kemarahan Mentan Suswono dan protes Aspidi.

Sesungguhnya kisruh impor produk pertanian sudah sering terjadi. Namun, kisruh kali ini paling gaduh. Mentan mengindikasikan ada yang memolitisasi (Republika, 12/4). Nabiel Al Musawa, anggota tim perumus RUU Pangan, mengindikasikan adanya kartel (Republika, 21/3). Sedangkan, mantan anggota DPR Ali Mubarak meragukan keberhasilan upaya memutus impor hortikultura (Republika, 10/4).
Swasembada hasil tani seharusnya sudah terlaksana lama karena persyaratannya cukup. Indonesia negara agraris yang tanahnya sangat subur. Rakyatnya banyak yang pandai. Di lingkungan Kementan, yang bergelar doktor tidak sedikit. Anggaran yang tersedia juga besar. Belum lagi yang tersedia di dinas-dinas daerah. 

Bila terlaksana swasembada, impor tentu tidak diperlukan. Devisa bisa dihemat. Harga-harga dapat diupayakan stabil. Konsumen, industri pengguna, dan petani produsen tidak susah. Pemerintah Indonesia harus dapat mewujudkan swasembada. Kapan pun dan di bawah siapa pun.
Sambil mempercepat swasembada, kisruh yang terjadi harus dituntaskan.
Dimulai dengan pembenahan di lingkungan pemerintah. Tata niaga impor ditata ulang, pembagian tugas jelas, dan sesuai bidang atau sektornya. Masing-masing fokus. Misalnya, Kementan fokus pada bidang produksi, Kemendag pada bidang impor (pemasaran). Tiap pekerjaan diputuskan dan dilaksanakan cepat dengan penanggung jawab yang jelas. Bila salah, yang `digebuk' juga jelas.

Dalam lingkungan Kementan terdapat Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Mungkin diperlukan terkait UU Pertanian. Tetapi, kesannya Kementan tidak fokus. Banyak garapannya yang tumpang tindih: pengolahan tugas Kemenperin, sedangkan pemasaran bagian Kemendag. Dengan tidak fokus, pelaksanaan tugas memproduksi menjadi tidak optimal. Pengembangan industri agro pun terasa jalan di tempat.

Meskipun fokus pada bidangnya sendiri, koordinasi antarpelaku justru perlu ditingkatkan. Kontak-kontak diintensifkan tanpa mengharuskan sering duduk bersama. Transparansi antarpihak dikembangkan melalui semacam local area network (LAN). Semua kegiatan dan hasilnya dapat diakses oleh semua anggota jaringan agar dapat bergerak serempak dan saling menunjang.

Penentuan impor dimulai dengan pendataan dan penghitungan serius atas kebutuhan dan pasokannya. Kebutuhan diperhitungkan sekaligus untuk konsumsi dan bahan baku industri. Termasuk untuk rumah makan yang sekarang berkembang pesat. Ekspor bahan mentah ditekan sekecil mungkin. Kecuali akurat, data harus sering di-update

Memperhitungkan kebutuhan impor tugas Kemendag, tetapi datanya disuplai dari semua pihak yang bersangkutan. Baik dari pusat, daerah, dan dunia usaha. Pihak lain harus dapat mengakses hasilnya, apa saja dan kapan saja.
Impor memang sering makan waktu karena faktor negara asing, jarak tempuh, dan hal-hal lain. 
Apalagi, di dalam negeri sering ada hambatan birokrasi. Contohnya, seperti yang dikemukakan Ketua APPHI Marina Ratna.  Surat rekomendasi pemasukan (SRP) impor daging yang seharusnya diterima November 2012, diterima 29 Desember. Bahkan, ada yang baru diterima Januari 2013 dengan realisasi Maret (Republika, 13/4). Belum lagi bila ada masalah di negara asal atau di Indonesia sendiri, terkait gelombang laut, bongkar di pelabuhan, demo buruh, solar kurang, dan lainnya. 

Hambatan memang banyak, tetapi swasembada bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Maka, Kementan ditantang membuktikan diri mampu dan fokus pada produksi. Menggarap bidang lain hanya kalau ada hubungannya dengan tugas pokok. Terkait pemasaran, misalnya, Kementan bisa melakukan adaptasi dan pengembangan produk. Kalau Thailand bisa mengembangkan durian yang buahnya hampir tak kenal musim, seragam dalam bentuk (rupa), warna, isi, dan rasanya, mengapa kita tidak? 

Melalui rekayasa genetika, kita tentu bisa asalkan pemerintah melakukan pembinaan yang tepat. Termasuk diterapkannya keadilan untuk semua PNS.
Ibaratnya PNS Kementan dan kementerian pembina usaha yang menanam dan memelihara pohon, tetapi saat berbuah, yang memetik (remunerasi/gaji tinggi) PNS Kemenkeu. Wamen PAN Eko Prasojo menyatakan untuk mencegah korupsi (Republika, 12/4). Apa benar? Gaji PNS sekarang sudah tinggi. Apa masih perlu remunerasi tinggi? Gaji dalam Anggaran 2013 Rp 51,6 triliun, sangat besar. Sama dengan penghasilan sekitar 14 juta penduduk miskin. 

Sedangkan whistle blower, siapa berani? Susno Duaji yang jenderal bintang tiga saja tersuruk. Namun, reformasi birokrasi tentu harus maju terus. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar