Jumat, 19 April 2013

Ekonomi Fatamorgana


Ekonomi Fatamorgana
Pande Radja Silalahi  ;  Ekonom CSIS Jakarta
SUARA KARYA, 18 April 2013


Ekonomi Indonesia makin pelit dalam menciptakan lapangan kerja. Pertama, dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kurun waktu 2004-2012, walaupun ekonomi secara rata-rata mengalami pertumbuhan 5,9 persen setiap tahun, lapangan kerja yang tercipta adalah untuk sekitar 17.086.098 orang.

Kedua, pergeseran pekerja dari pertanian ke sektor lainnya tidak berjalan sesuai tuntutan yang ada. Jumlah penduduk yang menggeluti sektor pertanian berkurang sekitar 1,7 juta, yaitu dari 40,6 juta tahun 2004 menjadi 38.9 pada Agustus 2012.

Ketidakmampuan pemerintah menciptakan kegiatan ekonomi yang padat tenaga kerja selama beberapa tahun belakangan ini akan menjadi masalah yang sangat serius dalam beberapa tahun ke depan.

Di samping kegiatan ekonomi yang tidak memihak golongan miskin dan para penganggur, masalah ekonomi yang sangat menonjol dewasa ini adalah masalah daya saing Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam dua tahun terakhir ini, daya saing produk Indonesia terus mengalami penurunan. Di tengah terjadinya penurunan daya saing, pemerintah (daerah) tanpa berkonsultasi secara memadai dengan para pengusaha (khususnya yang tergolong pengusaha padat karya) menyetujui kenaikan upah buruh yang terlalu besar.

Dengan kenaikan upah buruh tersebut, diperkirakan akan berdampak serius, antara lain terjadi berbagai hal. Pertama, pengusaha padat karya akan melakukan relokasi pabriknya untuk menekan upah buruh. Misalnya, perpintahan dari Jakarta atau Jawa Barat ke Jawa Tengah.

Kedua, pengusaha padat karya akan menghentikan kegiatan produksinya dan selanjutnya menggeluti perdagangan komoditas yang sama. Kecenderungan seperti ini relatif kuat terutama karena komoditas buatan luar negeri sudah lebih murah. Ketiga, pengusaha akan memindahkan pabriknya ke luar negeri.
Akibat yang muncul dari kenaikan upah buruh yang jauh lebih tinggi dari kenaikan produktivitas buruh itu akan menjadi masalah yang sulit diatasi pada tahun politik dewasa ini. Naluri egalitarian diperkirakan mengalahkan pemikiran rasional. Permasalahan yang ada cenderung akan dipolitisasikan sehingga dapat memberikan kepuasan yang bersifat semu.

Selain permasalahan yang berkaitan dengan konsistensi dalam pembangunan, perkembangan harga seperti perubahan harga daging sapi belakangan ini sangat menyesakkan. Dari kasus tersebut terlihat dengan jelas bahwa perencanaan amburadul. Penanggung jawab utama, yaitu Menteri Pertanian, tidak memahami permasalahan yang dihadapinya. Dengan ketidaktahuannya atas permasalahan yang dihadapinya itu, menteri yang bersangkutan sudah seyogianya mengambil tanggung jawab dengan mengundurkan diri. Tetapi, yang kita saksikan adalah seolah-olah tidak terjadi sesuatu, termasuk masalah etika bagi para pemegang jabatan.

Menyimak perkembangan yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini, terkesan seolah-olah masalah yang dihadapi oleh (ekonomi) Indonesia tidak ada ataupun ringan saja dan raihan yang dapat dicapai sangat indah dan sangat memuaskan. Para pembuat kebijakan tampak seakan-akan terkesima dan terbelenggu oleh fatamorgana. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar