Minggu, 07 April 2013

Nelayan tanpa Laut


Nelayan tanpa Laut
Riyono ;   Sekjen DPP Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI)
REPUBLIKA, 06 April 2013
  

Tepat 6 April menjadi hari bersejarah bagi nelayan yang diperingati sebagai Hari Nelayan Nasional. Namun, hari penting bagi nelayan itu terasa menyesakkan di saat presiden hanya ribut dengan partainya dan hanya sekadar menyampaikan ucapan selamat. Memang tragis nasib nelayan negeri ini. 
Kebanggaan negeri ini sebagai sebuah negeri maritim juga sudah pudar.
Laut tidak lebih hanya digunakan sebagai tempat berjemur turis-turis asing yang sedikit demi sedikit menggerus mental dan budaya bangsa kita. Laut dijadikan sampah dunia dengan pencemaran dan pembuangan limbah oleh perusahaan asing yang enggan mengolah limbahnya. 

Kasus kematian ikan di Cilacap dan berbagai wilayah laut di negeri ini akibat tumpahan minyak dan pencemaran limbah di Newmont merupakan cerita bahwa laut kita bukan hal serius yang harus diurus oleh negara. Kematian nelayan karena ombak besar dan jeritan anak pesisir yang kelaparan ibarat dongeng di negeri maritim ini. Inilah ironisnya, lautan luas hanya dipandang menjelang matahari tenggelam. Indah katanya. 

PP No 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Pasal 7 Ayat 4 menyebut bahwa perikanan kelautan hanya urusan pilihan, sama tragisnya dengan nasib pertanian. Kecenderungan pemerintah daerah dalam era otonomi mengabaikan potensi perikanan dan kelautan yang sejatinya merupakan potensi alam yang mendatangkan keuntungan besar. 

Hanya sektor pariwisata laut selama ini yang mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan potensi laut. Adanya sumber daya alam berupa energi laut, ikan, dan kekayaan laut lainnya masih menunggu tangan kreatif pemerintah sehingga sektor perikanan kelautan ini mampu memberikan kesejahteraan bagi nelayan. 

Nelayan selama ini yang menjadi penghuni tetap dan penjaga laut masih sekadar sebagai penonton pada saat ikan dikeruk oleh kapal-kapal asing dengan peralatan canggihnya. Mereka bebas me laut tanpa batas dan tak mengenal musim. Inilah kondisinya saat ini. Nelayan tradisional dengan perahu getek berbekal pancing dan alat tangkap ala kadarnya semakin tidak mampu menjangkau laut sebagai `sawah' yang kadang ganas tidak mengenal ampun saat musim barat tiba. 

Minimnya Keberpihakan

Cara pandang pemimpin negeri ini terhadap nelayan masih sangat pragmatis. Program yang dibuat dengan anggaran pusat dan daerah hanya menekankan pada aspek kecelakaan. Artinya, anggaran diarahkan untuk membantu nelayan dalam kondisi parah seperti saat musim barat, itu pun hanya bersifat sosial. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per 2011 terdapat 30,02 juta penduduk miskin. Dari jumlah itu, tercatat nelayan miskin mencapai 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari jumlah penduduk miskin nasional. Mayoritas adalah nelayan tradisional. Nelayan yang menggunakan armada perahu di bawah 5 gross ton (GT).

Laporan BPS tahun 2008 menunjukkan, penduduk miskin di Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa dan 63,47 persen di antaranya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan. Data terbaru DKP menyebutkan, poverty headcount index (PHI) pada 2006 sebesar 0,3214. Berarti, sekitar 32 persen dari 16,42 juta masyarakat pesisir di Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. 

Melihat data ini, ternyata kemiskinan di kalangan nelayan terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik (2011) mencatat bahwa rata-rata nilai tukar nelayan nasional per September 2011 hanya mencapai 103,80, atau menurun jika dibandingkan tahun 2009 yang nilainya mencapai 105,05. Kita cermati sejak 2008 hingga 2011 NTN nelayan semakin turun, artinya kesejahteraan nelayan juga semakin turun dan semakin miskin.

Subsidi BBM untuk nelayan sebagai modal utama mencari ikan sangat kecil. Setiap tahun nelayan membutuhkan 1,2 juta kiloliter BBM. Kebutuhan total BBM bersubsidi sektor perikanan setiap tahun mencapai 2.516.976 kl, meliputi 1.955.376 kl untuk nelayan dan 561.600 kl untuk pembudi daya ikan. Pada 2009, Pertamina hanya mampu menyalurkan 1,32 juta kl. 

Bandingkan dengan subsidi BBM yang 50 persen lebih dinikmati masyarakat kota pemilik mobil pribadi mencapai angka Rp 274,7 triliun pada 2013. Sungguh sangat menyedihkan. Bahkan, data KKP sampai 2008 sudah ada 225 SPDN atau pom bensin untuk nelayan tidak jelas nasibnya karena tidak efektif dan cenderung pemborosan.

Fakta di atas memberikan gambaran bahwa minimnya kebijakan terhadap nelayan mengakibatkan keterpurukan nasib nelayan dan hilangnya masa depan serta harapan bahwa nelayan akan sejahtera. Fakta lain belum disahkannya RUU Kelautan sebagai payung hukum nasional untuk melindungi dan memberdayakan nelayan sangatlah nyata. Sejak zaman Megawati sampai masa SBY yang sudah dua kali menjabat presiden, semakin nyata bahwa memang pemimpin negeri ini tidak peduli dengan nasib nelayan. 

Kembali ke Laut

Sudah sangat jelas kegagalan Megawati sampai SBY melindungi dan menyejahterakan nelayan. Pemilu 2014 su dah ada di depan mata. Tahun 2013 merupakan tahun identifikasi terhadap capres, caleg, dan parpol yang peduli pada nasib nelayan. 

Harusnya para politikus menjadikan bahan kampanye kekayaan laut yang hilang akibat illegal fishing mencapai Rp 80 triliun tiap tahun sudah sangat cukup untuk diberikan kepada nelayan untuk subsidi BBM dan pelaksanaan program yang pronelayan. Namun, selama ini kita juga tidak mendengarnya.
Nelayan membutuhkan pemimpin yang berani menyuarakan kembali Deklarasi Juanda 1957 dengan semangat melindungi nelayan.

Pengesahan RUU Kelautan menjadi bahan kampanye yang efektif untuk membuktikan bahwa capres dan caleg peduli kepada nelayan. Jangan bodohi kembali nelayan dan demokrasi dengan membagikan sembako dan uang receh untuk nelayan Dengan pola pendekatan materialis ini, caleg dan capres seolah mirip Marxis yang menggunakan sumber modal kapital materi untuk memobilisasi massa.

Akhirnya, bukan hubungan kepercayaan politik yang didapatkan, melainkan pembodohan politik bagi kaum miskin. Laut sudah saatnya menjadi `sawah' yang subur bagi nelayan, bukan menjadi milik asing yang semakin lama meminggirkan nelayan kita. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar