Kamis, 04 April 2013

Menstabilkan Harga Pangan


Menstabilkan Harga Pangan
Sugiyono Madelan  ;   Peneliti INDEF
REPUBLIKA, 02 April 2013


Penghapusan monopoli impor pangan Bulog oleh IMF pada tahun 1998 telah menimbulkan dampak negatif berupa ketidak stabilan harga pangan pada komoditas yang berbasiskan impor, seperti pada kacang kedelai. Harga jual kacang kedelai menjadi sangat rendah ketika musim panen tiba. Akibatnya, petani sebagai penerima harga dapat merugi karena harga jual kacang kedelai dapat lebih rendah di bawah biaya produksi. Sementara itu, ketika musim paceklik tiba, harga kacang kedelai menjadi sangat tinggi. 

Akan tetapi, harga jual kacang kedelai yang sangat tinggi tersebut tidak dapat dinikmati oleh petani, karena petani tak sanggup menunda penjualan kedelai.
Keuangan petani tidak me mungkinkannya untuk menjual seba gian hasil panen kedelai dan menyimpan sebagian besar kedelai di dalam gudang untuk menunggu harga jual yang tinggi ketika musim paceklik tiba. Petani juga tidak dapat mengatur musim tanam kedelai.

Perlunya kesesuaian pada banyaknya curah hujan dan pengairan telah membatasi petani untuk mengubah bercocok tanam kacang kedelai dari tanaman sela menjadi tanaman pangan pokok (padi). Oleh karena produksi kedelai di dalam negeri berkembang kalah cepat dengan jumlah konsumsinya, maka pemerintah melaksanakan kebijakan impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Pada kasus impor kacang kedelai, harga impor hampir pasti selalu di bawah harga jual dari produksi kacang kedelai di dalam negeri. Perbedaan harga jual tersebut disebabkan oleh produktivitas kacang kedelai impor yang jauh lebih tinggi, kacang kedelai impor ditanam dalam skala usaha yang besar sehingga bersifat lebih ekonomis, serta adanya keberpihakan sangat tinggi dari pemerintah produsen utama ke delai di tingkat dunia kepada para petaninya.

Pembukaan keran impor kacang kedelai di Indonesia menimbulkan harga jual kacang kedelai produksi di dalam negeri sangat mudah tertekan ke bawah.
Akibatnya, petani kacang kedelai di dalam negeri semakin kurang diuntungkan oleh kebijakan impor tersebut. Jumlah produksi kacang kedelai di dalam negeri menjadi semakin kalah cepat dibandingkan perkembangan jumlah konsumsi kacang kedelai, sehingga impor kacang kedelai yang semula lebih kecil dibandingkan produksi di dalam negeri, kemudian posisi perdagangan berubah. Setelah beberapa tahun kemudian, jumlah impor kacang kedelai lebih besar dibandingkan jumlah produksi kacang kedelai di dalam negeri. Hal itu semakin menimbulkan ketergantungan impor kacang kedelai.

Ketidakstabilan harga impor kacang kedelai yang disebabkan gagal panen di negara produsen utama, adanya keterlambatan izin impor, dan pengetatan impor mampu mengurangi pasokan kacang kedelai impor yang membuat harga jual kacang kedelai di dalam negeri mudah melambung tinggi. Kejadian tersebut terbukti telah membangkrutkan perajin tempe dan tahu di dalam negeri. Hal itu kemudian merugikan konsumen dalam bentuk kenaikan harga produk yang tinggi dan berkurangnya pemenuhan gizi makro yang murah untuk konsumen berpendapatan rendah di dalam negeri.

Setelah pemerintah Indonesia berhasil keluar dari krisis moneter dan terbebas dari ketergantungan untuk menjalankan kebijakan pengetatan di bidang moneter dari IMF pada beberapa tahun yang lalu, Indonesia masih terikat kesepakatan dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) agar BUMN tidak melakukan monopoli perdagangan, kecuali sebatas pada makanan pokok (beras). Akibatnya, kondisi ketidakstabilan harga pangan kacang kedelai masih berlanjut dan Bulog tidak dapat melakukan kegiatan monopoli perdagangan impor kacang kedelai sebagai badan penyangga pangan untuk mengatasi persoalan petani di atas.

Sistem Resi Gudang

Sebenarnya pemerintah telah mempunyai program sistem resi gudang (SRG) yang diperkenalkan sejak tahun 2006 untuk melakukan manuver guna mengatasi kendala kelembagaan badan penyangga pangan agar pemerintah Indonesia tidak melanggar kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia. Di samping itu, SRG berguna untuk mengatasi persoalan petani di atas melalui penyediaan mekanisme kredit bersubsidi bunga 0,5 persen per bulan senilai 70 persen dari nilai resi gudang.

Agunan kreditnya adalah barang yang disimpan di dalam gudang yang memang hendak ditunda penjualannya oleh petani guna memperoleh harga jual yang lebih tinggi. Akan tetapi, kacang kedelai untuk dapat dijadikan sebagai barang yang dapat disimpan di dalam gudang SRG dewasa ini masih belum disahkan oleh Kementerian Perdagangan.

Selain kedelai, komoditas pangan lain juga sebenarnya punya persoalan yang sangat mirip de ngan perilaku ekonomi kacang kedelai, seperti pada bawang merah, bawang putih, cabai merah, garam, dan gula. Pada kasus daging sapi dan telur ayam juga agak mirip. Dewasa ini Kementerian Perdagangan telah menetapkan sembilan komoditas yang dapat disimpan dalam gudang SRG, yaitu: gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, dan rotan. Dari kesembilan komoditas SRG tersebut, komoditas yang mulai berkembang dengan baik pada beberapa gudang SRG adalah gabah. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar