Tidak
ada solusi luar biasa dari pemerintah untuk melepaskan Indonesia dari
defisit bahan bakar minyak (BBM) tahun ini. Pemerintah berencana
mengontrol pembelian BBM dengan memasang sistem pemantau BBM bersubsidi
di setiap stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Tujuannya agar pengguna kendaraan memakai bahan bakar
bersubsidi di tingkat yang wajar. Apakah pemerintah tak belajar dari
pengalaman tahun lalu? Pembatasan BBM bersubsidi malah menimbulkan
persolan baru di tengah masyarakat. Dengan maksud mempertahankan
popularitas, sepertinya, pemerintah kerasan menikmati ‘keharuman’ nama di
tengah para pengguna BBM yang sebagian besar tak berhak menerima BBM
bersubsidi.
Harapan agar popularitas dan elektabilitas tetap
mencuat menjelang Pemilu 2014 menjadi alasan utama pemerintah, terkhusus
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum Partai Demokrat,
membiarkan subsidi BBM merobek anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN).
Padahal, kondisi ketersediaan energi kita saat ini
lebih mengkhawatirkan bila dibandingkan dengan tahun lalu. Sekarang,
kebutuhan BBM mencapai 1,4 juta barel per hari (bopd), sedangkan produksi
minyak mentah hanya sekitar 820 ribu bopd. Apalagi dari jumlah yang
diproduksi tersebut, sekitar 40% menjadi bagian kontraktor kontrak kerja
sama (KKKS) dalam bentuk cost
recovery (25%) dan bagi hasil (15%). Namanya juga kerja sama dengan
asing, tentu sebagian besar hasil kerja sama diboyong ke negara asing.
Kita hanya gigit jari dan terpaksa mengimpor minyak mentah demi menutupi
kekurangan kebutuhan dalam negeri.
Dengan impor BBM dan minyak mentah mencapai 70%,
tentu berbahaya bagi anggaran negara bila itu dijual dengan harga
subsidi. Apalagi kalau harga minyak mentah dunia bergejolak, dana subsidi
pun bakal merongrong anggaran negara. Tahun lalu, pemerintah menambah
kuota BBM bersubsidi dua kali sehingga kuotanya bertambah dari 40 juta
kiloliter dalam APBN 2012 menjadi 45,27 juta kiloliter.
Dalam APBN 2013, kuota BBM bersubsidi ditetapkan 46
juta kiloliter, dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia
crude price/ICP) US$100 per barel dan subsidi BBM Rp193,8 triliun. Jika
ICP mencapai US$115 per barel, subsidi BBM diperkirakan bertambah Rp50
triliun dari yang dianggarkan. Belum lagi jika konsumsi BBM bersubsidi
melampaui kuota.
Pemerintah tak pernah belajar dari pengalaman. Tahun
lalu, pembatasan distribusi BBM bersubsidi yang dilakukan pemerintah
kepada pemilik mobil pribadi telah menimbulkan huru-hara di beberapa
kota. Di Kutai, Kalimantan Timur, kelangkaan BBM bersubsidi
memicu kerusuhan. Sedikitnya 400 kios pasar dan mes karyawan SPBU dibakar
sejumlah warga yang marah karena tidak kebagian BBM subsidi. Juga, di Batam, Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Jambi,
dan daerah lain mengalami hal serupa. Pembatasan BBM membuat masyarakat
menjadi cemas karena kebutuhan premium sehari-hari hilang di pasaran.
Fakta memang mengatakan solusi pembatasan BBM gagal
total, kok pemerintah masih berkeinginan mengulangi kegagalan? Pemerintah
seharusnya mencari solusi lain menurunkan konsumsi BBM. Kalau sekadar
membatasi penggunaan BBM, itu tidak akan efektif mencegah stabilitas
anggaran negara. Bank Indonesia mencatat, pada akhir Januari 2013,
cadangan devisa sudah mulai anjlok menjadi US$108,78 miliar dari posisi
Desember 2012 sebesar US$112,78 miliar. Bahkan, menurut Menteri
perdagangan Gita Wirjawan, defisit perdagangan 2013 bakal membengkak
mencapai Rp30 triliun.
Sebenarnya penyelesaian sengkarut BBM di negeri ini
sudah jelas, yaitu presiden harus berani memutus mata rantai
ketergantungan pengguna kendaraan bermotor terhadap BBM subsidi. Presiden
harus berani menjadi raja tega dengan berkata, “Setop subsidi BBM.“
Memang, menaikkan harga BBM bukan kebijakan populis dan
bisa membuka front perlawanan rakyat. Aksi massa bakal marak di mana-mana.
Pemimpin harus siap menanggung risiko asal bermanfaat bagi stabilitas
nasional. Mengapa harus takut di hujat rakyat?
Beberapa tahun lalu, pemerintah pun berkalikali
menaikkan harga BBM. Mengapa setahun menjelang pemilu, pemerintah nyaris tak bernyali? Apakah
atas dasar ketakutan turun pamor di Pemilu 2014? Beberapa waktu lalu, SBY
berani mengambil keputusan tak populis bahkan menjatuhkan wibawanya
sebagai presiden dengan menerima jabatan Ketua Umum Partai Demokrat. Mengapa hanya demi kepentingan segelintir elite Demokrat yang berkeinginan
sukses pada Pemilu 2014, presiden luluh dan menurunkan derajatnya dengan
menerima jabatan Ketua Umum Partai Demokrat?
Padahal, jika presiden berani mengambil kebijakan tak populis untuk negara,
terdapat dana subsidi sebesar Rp300 triliun lebih yang dapat dimanfaatkan
untuk kemaslahatan rakyat, yang pada gilirannya dapat mengangkat derajatnya
setinggi bintang di langit kalau pemanfaatannya tepat bagi kemaslahatan
rakyat.
Pertama, sebagian dana subsidi BBM dialihkan
sebagai subsidi yang dapat menjamin ketersediaan bahan dasar kepada
masyarakat miskin kalau mereka tidak mampu membeli makanan pokok seperti
beras. Subsidi bisa diberikan kepada petani dalam bentuk subsidi pupuk, bibit,
dan alat mesin pertanian sehingga harga beras terjangkau.
Kalau
persoalan masyarakat ialah mendapatkan biaya kesehatan murah, subsidi
bisa diarahkan kepada pemberian asuransi kesehatan yang menjamin biaya
berobat dan persalinan bagi orang miskin. Demikian juga kalau persoalan masyarakat
berkaitan dengan pendidikan murah dan berkualitas, subsidi diarahkan kepada
pembuatan asuransi pendidikan yang dapat menjamin orang miskin menikmati
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dengan gratis.
Kedua,
dana subsidi digunakan untuk membangun ribuan kilometer jalan baru,
pelabuhan, bandara, dan transportasi massal di kota besar, seperti
Jakarta yang sesungguhnya sebagai pengonsumsi terbesar BBM bersubsidi. Sebagian
uang subsidi dialihkan untuk pengadaan armada baru yang lebih megah, sebagian
lagi dialokasikan untuk biaya perjalanan penumpang.
Jika
hal itu terjadi, kita akan memiliki sarana transportasi yang megah,
murah, dan nyaman yang akan membuat pengendara sepeda motor tertarik menggunakan
angkutan umum. Selama
ini sepeda motor ialah moda transportasi yang murah. Dengan uang Rp10 ribu,
seseorang dapat menggunakan sepeda motornya rata-rata selama empat hari. Mengapa
harus mengorbankan kepentingan bangsa demi popularitas semu yang bisa menenggelamkan
bangsa ini? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar