Akhir-akhir
ini, langkanya bahan bakar minyak (BBM), khususnya solar bersubsidi,
menggambarkan bagaimana besarnya subsidi yang dikeluarkan untuk BBM.
Bersama dengan Premium bersubsidi, ditetapkan BBM bersubsidi sebanyak
46,01 juta kiloliter dengan nilai dalam RAPBN 2013 mencapai Rp 193,8
triliun.
Relatif
mudahnya memperoleh Premium bersubsidi dibandingkan dengan solar
bersubsidi menggambarkan bagaimana jatah solar bersubsidi sudah mendekati
habis. Pertambahan kendaraan yang berkelebihan mengakibatkan konsumsi BBM
mengalami kenaikan yang tinggi. Kemacetan terjadi di mana-mana,
terlebih di kota besar, sehingga terjadi pemborosan BBM, materi, dan
tentunya tenaga. Lengah mengendarai sebentar saja, peluang terjadinya
kecelakaan begitu besar. Angka kecelakaan naik begitu banyak, selaras
dengan naiknya konsumsi BBM, dan berbanding terbalik dengan makin lamanya
jarak tempuh tujuan.
Jangan Ragu
Dalam
hal terjadinya kelangkaan dalam BBM bersubsidi, pemerintah berencana
menetapkan dua opsi harga BBM. Pertama, harga BBM bersubsidi yang
semula Rp 4.500 per liter akan dinaikkan pada rentang harga Rp 6.500
sampai Rp 7.000 per liter untuk semua kendaraan pribadi. Kedua, untuk
kendaraan umum dan sepeda motor, harga BBM per liternya tetap Rp 4.500.
Sebenarnya,
sudah beberapa tahun lalu pemerintah berencana akan menaikkan harga BBM,
akan tetapi sampai kini belum juga dapat direalisasikan. Misal,
pembatasan BBM untuk wilayah Jabodetabek yang direncanakan sampai Maret
2011 dan secara bertahap akan diberlakukan secara nasional.
Kemudian,
wacana harga BBM bersubsidi untuk mobil di bawah 1.500 cc yang juga belum
terealisasi. Yang baru dapat berjalan hanyalah mobil pelat merah yang
tidak boleh memakai BBM bersubsidi dan ternyata dapat berjalan dengan
baik. Akankah rencana kenaikan harga BBM kali ini juga batal?
Menurut
Menteri ESDM Jero Wacik, harga keekonomisan harga BBM yang sebenarnya Rp 9.000
per liter saat ini hanya Rp 4.500. Itu berarti, besarnya subsidi Rp 4.500
per liter. Belum lagi, bila pernyataan menteri ESDM benar bahwa 77 persen
dari BBM bersubsidi dinikmati oleh kelompok kaya yang punya mobil.
Masyarakat kelas bawah banya menikmati 15 persen BBM bersubsidi dan
justru yang menggunakan angkot sama sekali tidak merasakan kue subsidi
yang besarnya Rp 137 triliun.
Terhadap
kenyataan terjadinya kelangkaan BBM dan membengkaknya subsidi BBM,
pemerintah harus tegas dan tidak ragu dalam menetapkan harga BBM.
Kalau memang benar harus dinaikkan, naikkan dengan harga yang tidak
begitu merugikan kalangan menengah dan atas. Akan tetapi, kalangan
bawah harus tetap mendapat prioritas dalam suatu kebijakan yang diambil.
Dengan
harga BBM yang naik untuk kendaraan pribadi, langkah efisiensi pemakaian
kendaraan semestinya terjadi. Bahkan, dimungkinkan untuk terjadinya
penurunan kendaraan pribadi dan pelaksanaan pajak progresif untuk
kendaraan bermotor bukan saja untuk nama yang sama yang mempunyai
beberapa mobil, tetapi juga untuk satu rumah. Dengan KTP elektronik,
melalui Nomor Induk Kependudukan dan kartu keluarga, kepemilikan ganda
pada kendaraan bermotor dalam satu keluarga tentu akan lebih mudah
terlacak.
Kenaikan
harga BBM bisa juga menyeleksi pemilikan kendaraan bermotor karena hanya
orang yang berkelebihan yang akan memilikinya. Nah, saat itu semestinya
pemerintah lebih memperbanyak kendaraan umum dengan mutu kendaraan yang
baik, pelayanan yang profesional, dan tarif angkutan yang terjangkau.
Harapannya, dalam jangka panjang, volume kendaraan bermotor tidak sepadat
sekarang ini.
Dampak
yang mungkin muncul dari kebijakan ini, seperti telah diduga, akan muncul
pasar gelap (black market) BBM
bersubsidi. Dimungkinkan, mobil penumpang akan mengisi BBM bersubsidi dan
dijual ke kendaraan pribadi. Dengan menaikkan harga Rp 500 di atas harga
BBM bersubsidi, keuntungan akan diperoleh. Kasus ini tentunya mirip
dengan subsidi pupuk dan munculnya kartel impor pangan yang bisa ada karena
tumpulnya hukum di Indonesia.
Kunci
utama keberhasilan program kenaikan harga BBM maupun kebijakan lainnya
adalah munculnya rasa kepercayaan (trust)
sebagai unsur utama modal sosial dalam masyarakat. Para pemimpin sebagai
cermin dan panutan masyarakat harus benar-benar menaati peraturan. Segala
bentuk pelanggaran hukum oleh siapa pun harus ditegakkan dengan prinsip
keadilan.
Kelangkaan
BBM di Indonesia tidak bisa dibiarkan. Karena, sudah menjadi kenyataan
sekarang ini Indonesia bukan sebagai pengekspor, melainkan sebagai
pengimpor. Kalau negara lain dapat mencari alternatif sumber energi
lainnya, mengapa Indonesia yang berlimpah sumber daya alam tidak
melakukan terobosan baru.
Bahkan,
kita mestinya bisa belajar dari Brasil yang sejak 1973 konsisten
mengembangkan pemakaian biofuel untuk bahan bakar kendaraannya. Bahan
baku diambil dari komoditas unggulan setempat, seperti singkong, jarak
pagar, dan tebu. Para produsen biofuel dan para pemakaian mobil dengan
bahan bakar tersebut mendapatkan pemotongan pajak.
Beberapa
waktu lalu, muncul kabar akan dikembangkan besar-besaran tanaman jarak
untuk bahan
bakar kendaraan di Indonesia, akan tetapi realisasinya
tidaklah ada. Ke depan, mestinya harus dipikir ulang dan ditindaklanjuti
alternatif terbaik dari menurunnya BBM.
Terhadap
kalangan bawah, perencanaan pengadaan BLT rasanya tidaklah tepat dan
tidak mendidik. Di samping saat menjelang pemilu BLT dapat diselewengkan
untuk kepentingan pihak tertentu, juga membuat mereka malas berusaha karena
mendapat runtuhan dana. Lebih tepat, misalnya, diberikan program-program
insentif untuk berwirausaha dan beasiswa bagi masyarakat tidak mampu yang
jumlahnya masih begitu banyak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar