Siapa
sebenarnya Mafia Berkeley? Menurut seorang intelektual Indonesia
Revrisond Baswir (2006:17), Mafia Berkeley adalah sekelompok ekonom
Indonesia yang dibina oleh Amerika Serikat (AS) untuk membelokkan arah
perekonomian Indonesia ke jalan ekonomi pasar neoliberal atau
neoliberalisme.
Mafia
Berkeley biasa juga disebut a
remarkable group of young economist (Boediono, 2009). Pada awal orde
baru, para ekonom lulusan Universitas California Berkeley, Amerika
Serikat tersebut memang sangat harum namanya. Mereka yang waktu itu
berusia di bawah 40 tahun dipandang telah berhasil menyelamatkan
perekonomian Indonesia dari bahaya kehancuran yang diwariskan pemerintah
orde lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno.
Mafia
Berkeley adalah julukan yang diberikan kepada sekelompok menteri bidang
ekonomi dan keuangan yang menentukan kebijakan ekonomi Indonesia pada
masa awal pemerintahan Presiden Soeharto. Menurut JB Sumarlin (Bondan
Winarno, 2012), mereka disebut mafia karena pemikirannya dianggap sebagai
bagian dari rencana CIA untuk membuat Indonesia menjadi boneka Amerika
oleh seorang penulis muda Amerika Serikat.
Istilah
“Berkeley Mafia” atau Mafia Berkeley pertama kali dicetuskan seorang
aktivis-penulis ‘kiri’ AS David Ransom dalam sebuah majalah bernama
Ramparts, edisi 4 tahun 1970. Istilah ini merujuk pada ekonom-ekonom
Indonesia lulusan University of California, Berkeley, yang menjadi
arsitek utama perekonomian Indonesia pada 1960-an.
Menurut JB
Sumarlin salah seorang anggota Mafia Berkeley mengungkapkan, asal-usul
Mafia Berkeley dapat ditelusuri dari usaha penguatan institusi pendidikan
yaitu Fakultas Ekonomi UI (FE UI) sekitar tahun 1950-an (Bondan Winarno,
2012:60). Menurut JB Sumarlin (Bondan Winarno, 2012), FE UI pada waktu
itu mengirimkan dosen-dosennya belajar ke Amerika Serikat. Proyek ini
didanai Ford Foundation.
Sekitar 40
dosen FE UI dikirim ke berbagai perguruan tinggi di Amerika Serikat untuk
mengikuti pendidikan magister dan doktor antara tahun 1957 dan 1964. Inisiatif
ini dikenal dengan sebutan Proyek
California, yaitu mengirim dosen-dosen FE UI ke University of California dalam program Capacity Building dan Institutional Strenghtening. Proyek California ini dibagi empat
tahapan.
Misalnya, JB
Sumarlin tergabung dalam angkatan ke II bersama Ali Wardhana, Marsudi
Djojodipoero, Kwik Kian Kiat (yang kemudian namanya menjadi Budi
Paramita), Ang Giok Goen (kemudian namanya menjadi Gunawan Arie
Wardhana), Harun Zain, dan Hariri Hadi.
Kehebatan Mafia Berkeley?
Benarkah
Mafia Berkeley hebat? Menganalisis kehebatan Mafia Berkeley dalam
pembangunan Indonesia, beberapa universitas di Sumatera Utara, seperti The Centre for Islamic Political
Development (USU), Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU),
Universitas Medan Area (UMA) dan The
Centre for Islamic Development Management Studies (ISDEV), Universiti Sains Malaysia (USM)
bekerja sama dengan Ikatan Pelajar dan alumni ISDEV-USM menggelar International Conference on Islamic
Depelovment (ICID 2013) di Medan, 21-23 April 2013.
Beberapa
pakar dalam bidang politik dan pembangunan sengaja diundang. Mereka
adalah Prof Dr Muhammad Syukri Salleh (ISDEV-USM Malaysia), Dr Sukiman,
Dr Warjio, Dr Heri Kusmanto, dan Kasyful Mahalli (USU). Mereka bukan
hanya diminta untuk menganalisis politik pembangunan model Mafia
Berkeley, tetapi juga alternatif dalam perspektif Islam. Sekadar mengutip
kesimpulan Andrinof A Chaniago (2012), mengenai peran Mafia berkeley
dalam pembangunan Indonesia yang patut dikemukakan .
Dalam bukunya
“Gagalnya Pembangunan: Membaca
Ulang Keruntuhan Orde Baru”, dijelaskan bahwa pembangunan di
Indonesia yang dimulai sejak orde baru, telah gagal. Menurut Andrinof
Chaniago (2012), indikator kegagalan itu tidak hanya dalam berbagai
ketimpangan yang telah terjadi di Indonesia, tetapi juga dilihat dari
kehancuran modal sosial yang sebelumnya sudah diwarisi dari generasi
terdahulu dan berfungsi sebagai tiang-tiang penyangga dan keutuhan bangsa
Indonesia.
Apa yang
disampaikan oleh Andrinof A Chaniago (2012) di atas sebenarnya merupakan
akumulasi “model pembangunan neoliberal” gaya orde baru di bawah Presiden
Soeharto. Pengeroposan pembangunan dengan gaya neoliberal seperti itu
telah menghasilkan apa yang disebut oleh Jeffrey A Winter (2004) sebagai Utang Kriminal. Utang Kriminal
yang dimaksud oleh Jeffrey A Winter (2004) adalah bahwa pinjaman oleh
Bank Dunia kepada Soeharto untuk pembangunan Indonesia telah dimanfaatkan
oleh para elit, khususnya dalam Golkar dan departemen-departemen melalui
apa yang disebut dengan korupsi.
Mafia ISDEV dan Pembangunan Berteraskan Islam
Menurut saya,
memahami kegagalan pendekatan kapitalis liberal dalam pembangunan Orde
Baru, —sebagaimana yang diarsiteki Mafia Berkeley dan pengalaman Orde Lama dengan pendekatan nasionalisme dan komunismenya, perlu satu alternatif model pembangunan
Indonesia. Alternatif pembangunan itu adalah pembangunan berteraskan Islam (PBI). Mengapa perlu
pembangunan berteraskan Islam dalam pembangunan Indonesia?
Pertama,
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas model atau pendekatan kapitalis
liberal dan komunisme dalam pembangunan Indonesia telah gagal dan
menimbulkan ketidakadilan dan kesejahteraan hanya dikuasai oleh
segelintir kelompok saja. Artinya, secara empirik pengalaman Indonesia
itu telah membuktikan.
Kedua,
Islam sendiri secara nyata melawan bentuk-bentuk kapitalisme dan
liberalisme. Gagasan
tentang kekayaan dan kesejahteraan diungkapkan dalam istilah-istilah
positif, misalnya fadl Allah,
rahmah, zinat Allah, rizq, tayyibat, khizzanah, ma’ayis, mulk, barakah,
dan sebagainya. Istilah-istilah semacam ini mencerminkan rahmat dan
berkah Allah SWT selalu melimpah bagi manusia (Zakiyuddin Baidhawy, 2007:1). Dimensi ekonomi dan pembangunan
menempati ruang khusus dalam kerangka sosial Islam (Muhammad Syukri
Salleh, 2002, Warjio, 2012).
Oleh
karenanya, pembangunan berteraskan islam sangat diperlukan. Menurut
Muhammad Syukri Salleh (2002), PBI merujuk kepada satu proses pembangunan
yang komprehensif, terpadu, dan seimbang. Dia melibatkan semua aspek
kehidupan seseorang, baik di peringkat individu maupun masyarakat. juga
Dia juga merangkumi aspek pembangunan rohani dan jasmani, dan lahir
daripada pelaksanaan fungsi individu dalam institusi sebagai hamba Allah
SWT dalam perspektif perhubungan menegak (habl min Allah) dan khalifah Allah SWT dalam perspektif
hubungan mendatar (habl min al-Nas).
Sebenarnya,
ini merupakan definisi awal PBI yang telah dikemukakan oleh Muhammad
Syukri Salleh. Menurut Muhammad Syukri Salleh (2003: 18), tujuan PBI
ialah untuk mendapat keridhoan Allah SWT, atau disebut mardhatillah dalam bahasa Arab.
Menurut beliau lagi, sesuatu usaha pembangunan tidak boleh dikatakan
berjaya, walaupun mendapat keuntungan yang besar, sekiranya tidak diridhoi
Allah SWT. Beliau menetapkan mardhatilllah
sebagai tujuan pembangunan.
Menurut
Muhammad Syukri Salleh (2003: 81), apabila seseorang itu mencapai
keridhoan Allah, maka dia akan dikaruniakan al-Falah kepada mereka. Al-Falah
di sini bermaksud kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pandangan
tersebut adalah sejajar dengan Mahrus Husain ‘Abd al-Jawad (t.th.: 9)
yang berpendapat bahwa Allah SWT telah menetapkan ibadah sebagai syarak dalam Islam bertujuan untuk
berdamping diri kepada Tuhan dan mencapai keridhoan-Nya.
Maka
berbahagialah dengan keridhoan tersebut di samping menikmati kebahagiaan
kehidupan di dunia dan akhirat. Kini, PBI telah begitu gencar disuarakan
Pusat Kajian Pengurusan Pembangunan Islam atau lebih dikenal ISDEV (The Centre for Islamic Development
Management Studies) yang berkedudukan di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universiti Sains Malaysia (USM), Penang, Malaysia.
Saya yakin,
sebagai lembaga pendidikan tinggi yang menyediakan program di tingkat
master dan doktoral, ISDEV akan menjadi lembaga yang dapat menciptakan
para teknokrat. Namun, tentu saja, tidak seperti teknokrat yang
dihasilkan oleh University of
California Berkeley. Semoga.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar