Keterbukaan
TNI dan Kepastian Hukum
Bambang Soesatyo ;
Anggota
Komisi III DPR RI, Presidium KAHMI Pusat 2012-2017
|
|
KORAN
SINDO, 03 April 2013
Inisiatif
dan sikap proaktif Panglima TNI dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (AD)
merespons kasus Sleman melegakan seluruh elemen rakyat. Semangat yang
diperlihatkan dua jenderal itu menunjukkan TNI yang reformis tidak kebal
dari sanksi jika oknum prajurit melanggar hukum.
Menyusul
penyerangan Lapas IIB Cebongan di Sleman, Yogyakarta, baru-baru ini,
berkembang dugaan atau spekulasi di ruang publik mengenai keterlibatan
oknum prajurit TNI dalam penyerangan yang menewaskan empat tahanan lapas
itu. Dugaan itu mengacu pada kronologi peristiwa dan model serangan yang
mencerminkan para penyerbu lapas sebagai kelompok ahli dalam bidangnya
dan tentu saja sangat terlatih.
Publik sempat
pesimistis terhadap kemungkinan terungkapnya identitas kelompok penyerang
soalnya elemen-elemen yang diduga kuat sebagai pelaku penyerangan segera
membuat klarifikasi dan bantahan resmi. Namun, publik terus mendesak
polisi untuk menyelidiki kasus ini. Kasus ini tidak boleh dipetieskan.
Bahkan ada pemikiran di kalangan penggiat hak asasi manusia untuk membawa
persoalan ini ke badan multilateral jika penegak hukum tidak mengungkap
pelaku serangan.
Menyikapi
reaksi publik atas peristiwa pembantaian di Sleman itu, Panglima TNI
Laksamana Agus Suhartono memerintahkan Kepala Staf TNI Angkatan Darat
Jenderal Pramono Edhie Wibowo membentuk tim investigasi. Tak sampai 24
jam kemudian, Jenderal Pramono langsung menandatangani persetujuan
dibentuknya tim investigasi untuk menyelidiki kasus penyerangan Lembaga
Pemasyarakatan Cebongan, Sleman.
Jenderal
Pramono bahkan langsung memberi isyarat mengenai keterbukaan atas
jalannya investigasi itu. Tim investigasi TNI AD yang mulai bekerja sejak
pekan lalu itu terdiri atas sembilan orang dan akan bertukar informasi
dengan tim investigasi lain, termasuk dengan kepolisian. Polisi akan
memberi data dan hasil temuan lainnya kepada tim investigasi TNI AD yang
akan menindaklanjutinya dengan melakukan pemeriksaan dan memintai
keterangan dari pihak yang relevan di lingkungan internal TNI AD.
“Hasil
(penyelidikan) sementara, ada indikasi keterlibatan oknum-oknum TNI yang
bertugas di Jawa Tengah,” kata Jenderal Pramono di Mabes TNI AD. Dia
bahkan rinci mengungkap aspek lain misalnya tentang jenis-jenis senjata
dan peluru. Dia akui bahwa peluru yang digunakan untuk menembak para
tahanan di Lapas Cebongan masih digunakan kesatuan-kesatuan tertentu.
Sikap
proaktif dan keterbukaan Jenderal Pramono itu tidak hanya melegakan,
tetapi juga mengakhiri spekulasi publik mengenai identitas pelaku
serangan. Masyarakat sudah mendapatkan kejelasan sehingga tak perlu lagi
mendugaduga. Terutama karena kejelasan itu bersumber dari pimpinan TNI
AD. Sikap dan posisi yang diambil Panglima TNI dan Kepala Staf TNI
AD atas kasus Sleman makin mempertegas wajah reformis TNI. Walau sarat
tantangan, sikap dan posisi dua jenderal itu memperlihatkan bahwa proses
reformasi TNI terus bergerak maju.
Pesan dua
jenderal itu sangat jelas: jika ada oknum prajurit melanggar hukum, dia
tidak kebal hukum. Pelanggaran itu harus dipertanggungjawabkan di muka
hukum. Institusi TNI tidak akan melakukan pembelaan secara membabi buta.
Institusi akan tetap berupaya memberi perlindungan, tetapi proporsional.
Memberi apresiasi kepada Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AD dalam kasus
ini bukan sesuatu yang berlebihan atau mengada-ada. Penghargaan kepada
dua jenderal itu sesuatu yang patut.
Bagaimanapun
sikap dan posisi keduanya memberi nilai tambah yang sangat strategis bagi
citra kepastian hukum di negara ini. Kesediaan dan keterbukaan dua
jenderal itu untuk melakukan sebuah penyelidikan internal yang berkaitan
dengan peristiwa Sleman harus dimaknai sebagai penjelasan bahwa institusi
TNI tidak akan dan tidak ingin menutup-nutupi kesalahan atau pelanggaran
hukum yang mungkin dilakukan oknum institusi.
Entah seperti
apa buruknya persepsi komunitas internasional terhadap kepastian hukum di
Indonesia jika kasus pembantaian di Lapas Sleman itu ditutup-tutupi atau diambangkan.
Apalagi jika aparat hukum gagal atau tidak mampu mengungkap pelaku
pembantaian di Lapas Cebongan. Bukan hanya penilaian yang buruk,
melainkan Indonesia bisa saja mendapatkan akibat lain yang lebih serius.
Sebagaimana
diketahui, berita pembantaian Sleman itu langsung mendunia. Di dalam
negeri sudah muncul kecurigaan bahwa penyerangan itu melibatkan oknum
prajurit TNI, dampaknya menjadi sangat serius, baik bagi negara maupun
TNI. Institusi TNI-lah yang akan menjadi sasaran kecaman dari para penggiat
hak asasi manusia di forum-forum internasional. Kalau pemerintah dan TNI
keliru merespons reaksi dari komunitas internasional itu, akan ada ekses
yang harus ditanggung.
Karena
itulah, inisiatif dan sikap proaktif Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AD
untuk menyelidiki dugaan keterlibatan oknum prajurit TNI dalam
pembantaian Sleman sangat layak untuk diapresiasi. Berkaitan dengan kasus
Sleman, keprihatinan semua elemen rakyat sebenarnya lebih tertuju pada
fakta tentang pembantaian oleh belasan orang bersenjata yang sangat
terlatih terhadap warga negara yang tidak berdaya. Pun ironis, karena tak
satu pun instrumen kekuatan di negara ini yang mampu mencegahnya.
Dengan
demikian, identitas para penyerbu bukanlah isu yang utama. Pembantaian
itu tak hanya mempertontonkan brutalitas, tetapi juga memperlihatkan
kehendak untuk bertindak semena- mena, tidak peduli lagi dengan sistem
hukum di negara ini. Martabat negara dan para pemimpinnya benar-benar
sudah direndahkan. Akibatnya, sebagian masyarakat kini mulai cemas karena
khawatir aksi pembantaian di Sleman itu akan menjadi preseden.
Di lain
waktu, aksi pembantaian serupa bisa terjadi di tempat lain untuk alasan
yang lain pula. Agar peristiwa Sleman tidak menjadi preseden, negara dan
semua perangkat hukumnya tidak boleh lemah menyikapi tragedi itu.
Taruhannya
bukan hanya citra negara di panggung pergaulan antarbangsa, melainkan
juga kadar kepercayaan rakyat terhadap penyelenggara negara. Jika rakyat
sampai pada kesimpulan bahwa negara lemah menyikapi tragedi pembantaian
itu, keadaan bisa saja menjadi semakin tak terkendali.
Identitas
para penyerbu LP Cebongan jangan dijadikan isu utama. Siapa pun pelakunya
harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. Sanksi yang berat diperlukan
agar muncul efek jera. Syukur bahwa TNI pun terpanggil untuk mengungkap
kasus ini. ●
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar