Langkah Komisi III DPR RI menyetujui alokasi anggaran
untuk pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi senilai Rp
72,8 miliar patut diapresiasi. Dengan demikian, pada 2013, KPK dapat
membangun gedung baru yang sesuai dengan aspirasi pemberantasan korupsi.
Rencana KPK membangun gedung baru harus dipahami sebagai penguatan
lembaga dan suatu kebutuhan yang mendesak. Masalah korupsi tidak lagi
dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, melainkan telah menjadi
kejahatan luar biasa (extraordinary
crime), sehingga penanganannya pun harus dengan cara-cara luar biasa
(extraordinary), tidak dengan
metode konvensional.
Dari sekian banyak kebutuhan KPK saat ini, yang
mendesak adalah gedung. Hal ini agar penataan kebutuhan lain, seperti
personel (SDM) ataupun capacity
building, dapat segera terealisasi. Bagaimana akan menambah pegawai
kalau tempatnya saja sudah tidak muat? Bagaimana bisa mengamankan barang
bukti yang begitu penting dan rahasia, sedangkan semua lantai sudah sesak
digunakan untuk ruang kerja pegawai? Padahal, sebagai lembaga negara yang
melakukan fungsi sebagai penegak hukum, KPK perlu mengamankan
barang-barang sitaan dan menempatkannya di tempat yang aman.
KPK juga memerlukan ruang pemeriksaan yang memenuhi
syarat (standar), agar penegakan hukum berjalan profesional. KPK juga
memerlukan tempat ibadah untuk para pegawai, tamu, dan tahanan. Selain
itu, KPK harus punya lapangan upacara untuk acara-acara kenegaraan dan
acara strategis lainnya. Di bidang pencegahan, KPK juga harus menyimpan
berkas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang harus
dijamin kerahasiaannya, dan juga laporan gratifikasi dari seluruh
Indonesia yang memerlukan tempat khusus.
Belum lagi saat ini KPK juga perlu mengembangkan
rumah tahanan yang keberadaannya sudah sangat memprihatinkan, karena
antara tamu rumah tahanan dan pegawai KPK harus berdesak-desakan ketika
jam besuk. Ini masalah pelik yang dihadapi KPK saat ini. Di satu sisi KPK
dituntut bekerja keras memberantas korupsi, namun di sisi lain dukungan
yang diberikan kepada KPK hanya setengah hati.
Harus diingat, berdasarkan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002, KPK adalah lembaga negara yang khusus menangani pemberantasan
korupsi (pencegahan dan penindakan) di Indonesia. Dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya, sudah semestinya KPK didukung dengan gedung
yang representatif yang mencerminkan semangat pemberantasan korupsi. KPK
tidak bisa terus bergantung menggunakan gedung yang sudah ada seperti
sekarang ini (eks Bank Papan Sejahtera). Faktor keamanan dan kerahasiaan
harus menjadi perhatian utama, mengingat gedung ini sudah tua, bukan
gedung baru. Beberapa waktu yang lalu, bahkan plafon atap lobi KPK runtuh
karena termakan usia. Kalau KPK terus dipaksa menempati gedung yang ada
saat ini, apalagi dengan menambah bangunan di lantai atasnya, akibatnya
akan fatal. Hal ini bukan rekaan semata. KPK, melalui konsultan, pernah
berniat menambah lantai dengan konstruksi yang sudah ada, namun hal ini
tidak bisa dilakukan karena konstruksi yang sekarang memang untuk
konstruksi delapan lantai, tidak boleh lebih.
Upaya KPK
Sebenarnya KPK sudah lama berkeinginan mewujudkan
gedung baru yang representatif dan berfungsi sebagaimana layaknya gedung
lembaga negara (penegak hukum). Upaya mendapatkan anggaran pembangunan
sudah dimulai sejak 12 Juni 2008. KPK pada waktu itu meminta tambahan
dana pembangunan gedung KPK senilai Rp 187.90 miliar, namun tidak
mendapat persetujuan Komisi III DPR. Pada 16 September 2008, KPK kembali
mengajukan kebutuhan dana pembangunan gedung sebesar Rp 187.90 miliar,
namun lagi-lagi tidak disepakati oleh Komisi III DPR. Pada 4 Desember
2008, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan mengirim surat kepada KPK
perihal tambahan anggaran gedung KPK sebesar Rp 90 miliar pada BA 999.
Namun penggunaannya harus terlebih dulu dikoordinasikan dengan Komisi III
DPR untuk mendapatkan rekomendasi dan penetapan.
Atas tambahan dana ini, KPK makin bersemangat dan
memasukkannya dalam anggaran pembangunan gedung KPK tahun 2009. Namun
sayang, sampai akhir 2009, dana tersebut belum juga mendapat persetujuan
dari anggota Dewan yang terhormat. Akhirnya, pada 2010, upaya membangun
gedung baru KPK diubah menjadi mencari gedung pemerintah yang tidak
digunakan ke Dirjen Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, karena
gedung yang ada sudah tidak bisa lagi menampung jumlah pegawai dan tidak
bisa dikembangkan untuk keperluan lain yang mendesak.
Rupanya, berdasarkan data SIMAK BMN maupun eks BPPN
yang ada, di Kementerian Keuangan tidak ada satu pun gedung yang dapat
memenuhi kebutuhan gedung kantor KPK. Jadi, satu-satunya jalan adalah KPK
harus membangun gedung baru agar kerjanya tidak terganggu. Hal ini
didukung oleh Kementerian Keuangan, yang pada 9 Januari 2009 membantu KPK
dalam penyediaan tanah untuk kantor KPK, yaitu di Guntur, Setia Budi,
Jakarta Selatan, seluas 8.294 meter persegi. Di tanah inilah rencananya
gedung KPK akan dibangun. Pembangunan gedung direncanakan selesai dalam
waktu 2 tahun (multi-year) dan paling lambat pada 2013 harus sudah
selesai, karena KPK harus berpacu dengan waktu dan keadaan yang sudah
mendesak.
Jadi, sejak 2008 belum pernah ada alokasi untuk
pembangunan gedung KPK yang disetujui oleh Komisi III DPR. Pada DIPA KPK
Tahun Anggaran 2012 pun, untuk pembangunan tahap I gedung KPK, masih
diblokir sebesar Rp 32,59 miliar (setelah penghematan APBN-P), awalnya Rp
61,10 miliar. Artinya, anggaran untuk gedung KPK masih dibintangi oleh
Komisi III DPR.
Kita seharusnya berkaca pada gedung
lembaga antikorupsi di negara tetangga, yang sangat representatif dan
ultra-modern, seperti di Malaysia, Singapura, Thailand, atau Filipina. Di
sana, negara benar-benar memiliki perhatian yang besar dalam upaya
pemberantasan korupsi. Bahkan negara yang terkenal bersih seperti
Singapura pun memberi perhatian yang luar biasa pada kebutuhan CPIB
(KPK-nya Singapura). Kenapa kita justru sebaliknya? Padahal negara ini
sangat berkepentingan dengan gedung KPK yang representatif dan berfungsi
sebagaimana layaknya gedung lembaga antikorupsi di dunia, karena korupsi
telah membuat bangsa ini sengsara dan tertinggal oleh bangsa lain.
Korupsi pula yang telah merusak tatanan demokrasi. Singkatnya, korupsi
adalah musuh terbesar bangsa kita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar