Selasa, 23 April 2013

Kartini Perintis Emansipasi


Kartini Perintis Emansipasi
Arbai ;  Pendidik, Mahasiswa Penerima Beasiswa S2 Kemendiknas
di MM UGM, Yogyakarta
SUARA KARYA, 20 April 2013

  
Bulan April adalah bulan yang istimewa bagi kaum wanita Indonesia. Tepatnya setiap 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Wanita yang telah berjuang mangangkat kaumnya itu dilahirkan pada tanggal 21 April 1879. Kartini memiliki daya magis yang mampu membawa perubahan. Hal ini karena ia terdorong oleh praktik diskriminasi pada zamannya di berbagai sektor. Sebut saja, misalnya, bidang pendidikan. Di zaman penjajahan, pendidikan hanya bisa dimiliki oleh kaum priyayi, namun tidak untuk rakyat jelata. Itulah yang ia tantang. Pendidikan itu harus menjadi milik semua orang.

Dalam suratnya kepada Estella Zeehandelaar, 12 Januari 1900 seperti dikutip oleh Pramoedya Ananta Toer dalam Biografi Kartini, "Orang-orang Belanda itu mentertawakan dan mengejek kebodohan kami, tapi kami berusaha maju, kemudian mereka menantang terhadap kami. Aduhai! Betapa banyak dukacita dahulu semasa masih kanak-kanak di sekolah; para guru kami dan banyak di antara kawan-kawan sekolah kami mengambil sikap permusuhan terhadap kami. Kebanyakan guru tidak rela memberikan angka tertinggi pada anak Jawa, sekalipun si murid itu berhak menerimanya."

Terlihat sangat jelas kegundahan Kartini terhadap perlakuan penjajah terhadap anak-anak pribumi. Inilah yang disuarakannya lewat tulisan. Walaupun, dirinya anak bangsawan, namun ia tidak pernah lupa dan ikut merasa prihatin dengan keadaan orang di sekitarnya. Di mana pada masanya, anak-anak pribumi begitu sulit untuk mengenyam pendidikan.

Kehidupan Kartini yang penuh kenyamanan tidaklah membuatnya lupa diri, tidak pula ia melupakan rakyat jelata. Ia merasa prihatin dan gundah. Kegundahannya akan kaumnya itu, ia suarakan dalam wujud surat yang dia kirimkan untuk teman-temannya di Belanda. Yang diterbitkan oleh MR J Abedanon dengan judul "Door Duisternis tot Licht", yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah "Habis Gelap Terbitlah Terang".

Perjuangan Kartini dalam mengangkat pendidikan tidak perlu diragukan lagi. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang memuat berbagai keluh kesah dan kegelisahan Kartini tentang kaum pribumi. Memang perjuangan Kartini tidak mengandalkan kekuatan fisik yang secara frontal berada di medan perang. Namun, perjuangan Kartini dituangkan lewat tulisan, yang ternyata cukup efektif dan mampu memberikan sumbangsih bagi Indonesia untuk meraih kemerdekaan dari penjajah. Tulisannya mampu mengetuk kesadaran anak bangsa untuk bersatu dan aktif berjuang. Bagi Kartini, berjuang tidaklah cukup dengan mengangkat senjata, tapi juga bisa dengan cara-cara lain yang lebih efektif.

Kartini memang benar anak bangsawan, namun hal itu tidak membuatnya terlena dan terbuai dengan fasilitas yang dimilikinya. Ini sangat berbeda apabila kita bandingkan dengan sebagian perilaku anak muda saat ini, terutama yang hidup bergelimang harta. Mereka larut dalam kehidupan dunia yang penuh glamor, konsumerisme, dan bahkan ada yang melibatkan diri dengan menjadi pecandu narkoba. Tidak bagi Kartini. Hidupnya didedikasikan untuk mencerahkan bangsanya. Baginya kemewahan itu bukanlah hal yang utama.

Hak Sama


Setiap peringatan Hari Kartini, yang paling penting bukanlah meniru bagaimana Kartini berpakaian, akan tetapi esensi peringatan Hari Kartini adalah bagaimana meniru sikap dan cara pandangnya. Meskipun ia berada dalam keluarga bangsawan, ia selalu ingat terhadap kaum melarat. Itulah yang seharusnya kita teladani dari sosok Kartini.

Lalu, Kartini ternyata tidak hanya dikenal di Indonesia, di beberapa negara lainnya ia juga banyak dikagumi. Misalnya, di Syria seperti yang dituliskan oleh Pramoedya Ananta Toer, sedikit banyak buku Kartini ikut juga membantu kebangkitan emansipasi wanita di sana. Seorang gadis Syria bernama Aleyech Thouk, pernah menterjemahkannya melalui terjemahan Inggris ke dalam bahasa Arab. Terjemahan ini menimbulkan antusiasme di kalangan pembacanya.

Pengaruh tulisan Kartini kian luas dan menimbulkan kesadaran baru dalam benak setiap wanita, yang di masa penjajahan sering diperlakukan tidak manusiawi. Inilah yang dilawan Kartini. Baginya setiap manusia mempunyai hak untuk diperlakukan sama, tanpa membedakan latar belakang, agama, suku, dan golongan. Kesadaran itulah yang mewujudkan dirinya menuliskan apa yang ia rasakan dan lihat di sekitarnya. Pada saat ini apa yang telah diperjuangkan Kartini tidaklah semuanya telah tercapai. Kartini hanyalah perintis. Tidak sedikit, kita temukan anak-anak yang seharusnya mengeyam pendidikan di sekolah harus berjibaku di perempatan-perempayan jalan dengan cara meminta-minta. Tidak kurang pula anak-anak yang seharusnya duduk di bangku sekolah harus membanting tulang ikut membantu keluarganya yang penuh kekurangan. Begitu juga anak-anak yang hidup di pelosok Tanah Air. Walaupun kita telah menasbihkan diri sebagai sebuah bangsa yang merdeka, namun masih ada anak-anak di pelosok yang jauh dari pendidikan berkeadilan.

Inilah yang harus diperjuangkan. Kalau dahulu Kartini berjuang lewat tulisannya dan membuat banyak pihak tersadar akan pentingnya kebebasan dan keadilan, maka hari ini generasi penerusnya juga harus mampu memperjuangkan asa Kartini yang belum tercapai. Kita tidak boleh larut dalam gemerlapnya kemewahan. Karena di luar sana masih banyak orang-orang dan anak-anak telantar yang membutuhkan uluran tangan kita.

Perlu adanya kesadaran berjamah untuk kembali mengangkat peradaban. Karena, hal seperti itu akan mendekatkan dengan cita-cita negara yang telah lama kita perjuangkan. Kesejahteraan yang adil dan beradab haruslah bisa diwujudkan. Itulah asa kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar