Bulan April adalah bulan
yang istimewa bagi kaum wanita Indonesia. Tepatnya setiap 21 April
diperingati sebagai Hari Kartini. Wanita yang telah berjuang mangangkat
kaumnya itu dilahirkan pada tanggal 21 April 1879. Kartini memiliki daya
magis yang mampu membawa perubahan. Hal ini karena ia terdorong oleh
praktik diskriminasi pada zamannya di berbagai sektor. Sebut saja,
misalnya, bidang pendidikan. Di zaman penjajahan, pendidikan hanya bisa
dimiliki oleh kaum priyayi, namun tidak untuk rakyat jelata. Itulah yang
ia tantang. Pendidikan itu harus menjadi milik semua orang.
Dalam suratnya kepada
Estella Zeehandelaar, 12 Januari 1900 seperti dikutip oleh Pramoedya
Ananta Toer dalam Biografi Kartini, "Orang-orang Belanda itu
mentertawakan dan mengejek kebodohan kami, tapi kami berusaha maju,
kemudian mereka menantang terhadap kami. Aduhai! Betapa banyak dukacita
dahulu semasa masih kanak-kanak di sekolah; para guru kami dan banyak di
antara kawan-kawan sekolah kami mengambil sikap permusuhan terhadap kami.
Kebanyakan guru tidak rela memberikan angka tertinggi pada anak Jawa,
sekalipun si murid itu berhak menerimanya."
Terlihat sangat jelas
kegundahan Kartini terhadap perlakuan penjajah terhadap anak-anak
pribumi. Inilah yang disuarakannya lewat tulisan. Walaupun, dirinya anak
bangsawan, namun ia tidak pernah lupa dan ikut merasa prihatin dengan
keadaan orang di sekitarnya. Di mana pada masanya, anak-anak pribumi
begitu sulit untuk mengenyam pendidikan.
Kehidupan Kartini yang penuh
kenyamanan tidaklah membuatnya lupa diri, tidak pula ia melupakan rakyat
jelata. Ia merasa prihatin dan gundah. Kegundahannya akan kaumnya itu, ia
suarakan dalam wujud surat yang dia kirimkan untuk teman-temannya di
Belanda. Yang diterbitkan oleh MR J Abedanon dengan judul "Door
Duisternis tot Licht", yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
istilah "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Perjuangan Kartini dalam
mengangkat pendidikan tidak perlu diragukan lagi. Buku Habis Gelap
Terbitlah Terang memuat berbagai keluh kesah dan kegelisahan Kartini
tentang kaum pribumi. Memang perjuangan Kartini tidak mengandalkan
kekuatan fisik yang secara frontal berada di medan perang. Namun,
perjuangan Kartini dituangkan lewat tulisan, yang ternyata cukup efektif
dan mampu memberikan sumbangsih bagi Indonesia untuk meraih kemerdekaan
dari penjajah. Tulisannya mampu mengetuk kesadaran anak bangsa untuk
bersatu dan aktif berjuang. Bagi Kartini, berjuang tidaklah cukup dengan
mengangkat senjata, tapi juga bisa dengan cara-cara lain yang lebih
efektif.
Kartini memang benar anak
bangsawan, namun hal itu tidak membuatnya terlena dan terbuai dengan
fasilitas yang dimilikinya. Ini sangat berbeda apabila kita bandingkan
dengan sebagian perilaku anak muda saat ini, terutama yang hidup
bergelimang harta. Mereka larut dalam kehidupan dunia yang penuh glamor,
konsumerisme, dan bahkan ada yang melibatkan diri dengan menjadi pecandu
narkoba. Tidak bagi Kartini. Hidupnya didedikasikan untuk mencerahkan
bangsanya. Baginya kemewahan itu bukanlah hal yang utama.
Hak Sama
Setiap peringatan Hari
Kartini, yang paling penting bukanlah meniru bagaimana Kartini
berpakaian, akan tetapi esensi peringatan Hari Kartini adalah bagaimana
meniru sikap dan cara pandangnya. Meskipun ia berada dalam keluarga
bangsawan, ia selalu ingat terhadap kaum melarat. Itulah yang seharusnya
kita teladani dari sosok Kartini.
Lalu, Kartini ternyata tidak
hanya dikenal di Indonesia, di beberapa negara lainnya ia juga banyak
dikagumi. Misalnya, di Syria seperti yang dituliskan oleh Pramoedya
Ananta Toer, sedikit banyak buku Kartini ikut juga membantu kebangkitan
emansipasi wanita di sana. Seorang gadis Syria bernama Aleyech Thouk,
pernah menterjemahkannya melalui terjemahan Inggris ke dalam bahasa Arab.
Terjemahan ini menimbulkan antusiasme di kalangan pembacanya.
Pengaruh tulisan Kartini
kian luas dan menimbulkan kesadaran baru dalam benak setiap wanita, yang
di masa penjajahan sering diperlakukan tidak manusiawi. Inilah yang
dilawan Kartini. Baginya setiap manusia mempunyai hak untuk diperlakukan
sama, tanpa membedakan latar belakang, agama, suku, dan golongan.
Kesadaran itulah yang mewujudkan dirinya menuliskan apa yang ia rasakan
dan lihat di sekitarnya. Pada saat ini apa yang telah diperjuangkan
Kartini tidaklah semuanya telah tercapai. Kartini hanyalah perintis.
Tidak sedikit, kita temukan anak-anak yang seharusnya mengeyam pendidikan
di sekolah harus berjibaku di perempatan-perempayan jalan dengan cara
meminta-minta. Tidak kurang pula anak-anak yang seharusnya duduk di
bangku sekolah harus membanting tulang ikut membantu keluarganya yang
penuh kekurangan. Begitu juga anak-anak yang hidup di pelosok Tanah Air.
Walaupun kita telah menasbihkan diri sebagai sebuah bangsa yang merdeka,
namun masih ada anak-anak di pelosok yang jauh dari pendidikan
berkeadilan.
Inilah yang harus
diperjuangkan. Kalau dahulu Kartini berjuang lewat tulisannya dan membuat
banyak pihak tersadar akan pentingnya kebebasan dan keadilan, maka hari
ini generasi penerusnya juga harus mampu memperjuangkan asa Kartini yang
belum tercapai. Kita tidak boleh larut dalam gemerlapnya kemewahan. Karena
di luar sana masih banyak orang-orang dan anak-anak telantar yang
membutuhkan uluran tangan kita.
Perlu adanya kesadaran
berjamah untuk kembali mengangkat peradaban. Karena, hal seperti itu akan
mendekatkan dengan cita-cita negara yang telah lama kita perjuangkan.
Kesejahteraan yang adil dan beradab haruslah bisa diwujudkan. Itulah asa
kita semua. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar