Rabu, 03 April 2013

Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari


Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari
James P Pardede  ;   Pendidik dan Dosen di Universitas Quality (UQ) 
KORAN SINDO, 03 April 2013
  

Membaca pemberitaan beberapa surat kabar dan media elektronik mengenai tiga pelajar SMA dan MAN 1 Medan, Jalan Willem Iskandar Medan, jatuh pingsan karena dioles balsem oleh gurunya, Selasa lalu (26/3), saat mengikuti ujian. 

Tidak tahu kenapa, oknum guru PPKN di sekolah itu mengoleskan balsem ke bagian mata ketiga pelajar kelas X-11, yakni Fitra Fadila, Iksan Maulana, dan Ahmad Taufiq Siregar. Ketiga korban tidak tahan menahan panas balsem itu hingga akhirnya dirawat di Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Kepala Sekolah SMA MAN 1 Burhanuddin Harahap mengatakan kasus ini akan dilaporkan ke pihak atasan sekolah. Untuk guru yang bersangkutan tidak akan diperbolehkan mengajar dan dikenakan sanksi. 

Berita ini telah menambah daftar tindakan arogansi seorang guru terhadap anak didiknya. Kasus kekerasan yang dilakukan seorang guru terhadap murid sebenarnya sangat banyak daftarnya. Penulis sendiri pernah menemui guru TK yang dengan sengaja memukul anak didiknya sampai kakinya memerah tanpa alasan jelas. 

Ketika itu penulis hanya berpesan agar ke depan jangan sampai mengulangi hal serupa kepada anak-anak lain. Memukul dan menghukum murid dengan cara yang berlebihan tidak zamannya lagi. Kekerasan yang dilakukan guru terhadap murid-muridnya menjadi cermin bagi murid untuk menduplikasi dalam bentuk tawuran dan perkelahian antarkelas maupun antarsekolah. 

Pepatah lama mengatakan ”guru kencing berdiri, murid kencing berlari” sepertinya masih berlaku sampai saat ini. Guru yang memiliki sikap tidak terpuji seperti melakukan kekerasan atau perbuatan paling jelek , yakni melakukan pelecehan seksual terhadap siswa perlu dipertanyakan proses seleksinya. Menjadi guru saat ini perlu mengikuti tahapan-tahapan ketat. Seorang lulusan fakultas keguruan tidak langsung menjamin menjadi seorang guru yang baik dan kreatif. 

Ketika kita membicarakan masalah pendidikan di negeri ini memang tidak akan pernah ada habis. UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tercantum pengertian pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, 

masyarakat, bangsa, dan negara. Jika disimak secara keseluruhan, krisis pendidikan bersangkut paut dengan sarana dan prasarana, pembiayaan, serta kualitas guru yang mengajar. Karena guru adalah orang yang mengantarkan seseorang untuk mencapai kemulian. Guru begitu memiliki peranan penting dalam proses belajar murid yang memberikan pencerahan bagi murid dan mampu melahirkan murid yang tangguh, siap menghadapi aneka tantangan, sekaligus memberi perubahan yang hebat bagi kehidupan. 

Pencerahan itu tentu lahir dari guru yang inspiratif. Bukan dari sikap guru yang arogatif dan provokatif. Istilah guru inspiratif dapat diartikan sebagai guru yang memiliki orientasi jauh lebih luas. Guru inspiratif memilih melakukan tindakan strategis, yaitu bagaimana ia mampu memberikan perspektif mencerahkan serta menawarkan perspektif yang memberdayakan dan menghasilkan energi kreatif. 

Seorang guru inspiratif tidak hanya melahirkan daya tarik dan spirit perubahan terhadap diri muridnya dari aspek diri pribadinya semata, tetapi juga harus mampu mendesain iklim dan suasana juga inspiratif. Penciptaan pola yang inspiratif akan semakin memperkukuh karakter dan sifat inspiratif yang ada pada diri guru. 

Perpaduan keduanya, yaitu karakter diri guru dan suasana pembelajaran akan menjadikan dimensi inspiratif semakin menemukan momentum untuk mengkristalkan dan membangun energi perubahan positif dalam diri setiap murid. Dalam usaha untuk menciptakan iklim pembelajaran inspiratif, aspek paling utama yang harus diperhatikan guru, bagaimana guru mampu menarik dan mendorong minat murid untuk tenang dan menyukai setiap mata pelajaran. 

Penciptaan suasana pembelajaran inspiratif sangat penting, artinya untuk semakin mengukuhkan dan mendukung kekuatan insp-iratif yang bersumber dari diri guru. Dua aspek ini, pribadi guru dan suasana pembelajaran pada gilirannya akan mampu mengakumulasikan potensi dalam diri para muridnya untuk semakin meningkatkan kapasitas dan kapabilitas. 

Melahirkan Insan Cerdas 

Proses pembentukan guru pada akhirnya akan lebih tepat disebut sebagai fasilitator, motivator, dan inspirator, tidak semudah membalik telapak tangan. Menempatkan guru dalam suasana pendidikan produktif akan menumbuhkan gerak kreatif murid dalam memahami pelajaran. Salah satu proses penting untuk membentuk murid berprestasi tidak hanya dalam pelajaran, tapi juga memiliki etika dan budi pekerti luhur, haruslah dididik oleh guru yang baik dan memiliki karakter. 

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. 

Pendidikan bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu juga pernah dikatakan Dr Martin Luther King, yakni intelligence plus character... that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya). Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). 

Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Denganpendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. 

Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya. Kedua, kemandirian dan tanggung jawab. Ketiga, kejujuran/amanah dan diplomatis. Keempat, hormat dan santun. Kelima, dermawan, suka tolong-menolong, dan gotong-royong/kerja sama. Keenam, percaya diri dan pekerja keras. Ketujuh, kepemimpinan dan keadilan. Kedelapan, baik dan rendah hati. 

Kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Kesembilan pilar karakter itu diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. 

Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan sehingga tumbuh kesadaran bahwa orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, acting the gooditu berubah menjadi kebiasaan. 

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya, Amerika Serikat, Jepang, China, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis. Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga tiap sekolah bisa menerapkannya secara berkesinambungan agar nanti lahir generasi bangsa yang selain cerdas, juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar