INDONESIA merdeka yang adil dan makmur, dengan
kehidupan bangsa yang cerdas (dan beradab), sebagaimana dicanangkan dalam
Pembukaan UUD RI 1945 hingga saat ini tampaknya belum terwujud. Bahkan,
hari demi hari, permasalahan yang dihadapi bangsa ini justru semakin
banyak dan menyeramkan. Sebutkah misalnya masalah korupsi yang makin
merajalela, dari kelas kakap hingga kelas teri, dan terjadi hampir di
setiap lini.
Di satu sisi, kita harus mengakui perekonomian Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir masih bertumbuh secara positif sehingga dipuji
negara lain. Konon, menurut dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun Menko Perekonomian
saat ini, dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat pendapatan per
kapita Indonesia pada 2025 akan mencapai US$15 ribu.
Pada saat itu, Indonesia diharapkan akan menjadi kekuatan ekonomi 12
besar dunia. Lebih jauh, dalam dokumen MP3EI tersebut dijelaskan, negara
kita diproyeksikan menjadi salah satu dari tujuh kekuatan ekonomi di
dunia pada 2045--saat Indonesia berusia 100 tahun!
Namun, di sisi lain, selain masalah korupsi yang telah disebutkan,
kita juga masih didera dengan masalah kemiskinan, kualitas pendidikan
yang rendah, dan berbagai permasalahan sosial seperti konflik horizontal
antarmasyarakat, peredaran narkoba, kekerasan seksual, dan berbagai
bentuk kriminalitas lainnya. Belum lagi masalah kemacetan dan rendahnya
mutu infrastruktur yang kita miliki, baik di perkotaan maupun di
perdesaan, serta sejumlah masalah yang berkaitan dengan lingkungan alam.
Dalam keadaan seperti ini, tampaknya kita hanya bisa menggantungkan
harapan pada masa depan. Menurut statistik kependudukan Indonesia, dalam
10 hingga 30 tahun ke depan, kita akan memasuki demographic window (jendela demografi), dengan jumlah
penduduk usia produktif mencapai sekitar 70% populasi. Jendela demografi
tersebut akan menjadi bonus demografi bila penduduk usia produktif
tersebut berkualitas. Bila tidak, bukan tidak mungkin yang akan terjadi
nanti justru sebaliknya: kutukan demografi!
Kekhawatiran akan terjadinya kutukan demografi bukanlah sesuatu
yang mengada-ada. Tengoklah apa yang terjadi di sekitar kita saat ini:
masyarakat yang suka menerabas, melanggar peraturan seenaknya, tidak
merawat lingkungan dengan baik, bekerja asal-asalan, berpikir jangka
pendek, dan seterusnya. Di era kehidupan modern ini, intelektualitas dan
budaya masyarakat kita justru masih terbelakang. Seperti apa negeri ini
dalam 20-30 tahun ke depan?
Bila kita putus asa dengan perilaku dan kiprah orang dewasa
kebanyakan saat ini, tumpuan harapan kita untuk masa depan Indonesia yang
lebih baik ada pada anak-anak dan para remaja saat ini karena merekalah
yang akan memimpin dan mengelola bangsa ini ke depan. Tugas kita sekarang
sebagai orang dewasa, khususnya para pendidik, pewarta, dan pemuka agama
serta orang-orang yang masih didengar dan diakui integritasnya oleh
masyarakat, ialah memandu anak-anak dan para remaja, termasuk mereka yang
baru memasuki usia dewasa muda, ke arah yang diidamkan, menuju kehidupan
bangsa yang cerdas.
Dengan meminjam kata-kata Presiden Soekarno, “Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit!“ Anak-anak dan
para remaja Indonesia perlu disemangati agar mempunyai harapan dan
citacita yang tinggi. Namun, selain memiliki cita-cita, anak-anak dan
para remaja juga perlu mempunyai role
model (sosok anutan), yang dapat menginspirasi mereka untuk bekerja
keras meraih cita-cita dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.
Pertanyaannya, siapakah yang layak menjadi sosok anutan? Dalam
konteks merajut Indonesia masa depan yang adil dan makmur, maju dan
beradab, serta disegani dunia, sosok anutan yang kita perlukan ialah
sosok-sosok, baik individu maupun kelompok, yang diakui masyarakat luas
(bahkan mungkin diakui pula oleh dunia) telah berkontribusi besar dan
luar biasa pada kemajuan dan kehidupan bangsa yang cerdas, melalui karya
atau upayanya dalam berbagai bidang atau sendi kehidupan manusia.
Selama ini penulis mengamati masyarakat terlalu terfokus pada ranah
politik dan perekonomian, seolah untuk menjadi seseorang yang terpandang
di negara ini haruslah terjun ke dunia politik atau perekonomian.
Padahal, untuk menjadi negara maju dan beradab, kita perlu menggarap
dengan serius berbagai ranah lainnya juga.
Terkait dengan hal itu, menurut hemat penulis, bangsa ini perlu
memiliki sejumlah sosok anutan setidaknya dalam tujuh bidang berikut.
Pertama, dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, kita perlu
menampilkan sosok yang telah memperluas pengetahuan manusia dengan
melakukan penelitian dan menghasilkan penemuan baru tentang berbagai
aspek kehidupan. Mereka antara lain para ilmuwan dan dokter. Sebagai
contoh, pada skala dunia, ilmuwan seperti Isaac Newton (penemu teori
gravitas) dan Albert Einstein (penemu teori relativitas) merupakan sosok
anutan dalam ranah ini.
Kedua, kita juga perlu mempunyai daftar nama warga Indonesia yang
telah menciptakan karya atau gagasan yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Para teknolog, inventor dan inovator, serta pemikir termasuk
dalam ranah ini. Sebagai contoh, pada skala dunia, Bill Gates (pendiri
Microsoft) dan Mark Zuckerberg (pendiri Facebook) dapat menjadi sosok
anutan dalam ranah ini.
Ketiga, bangsa ini juga perlu mencatat orang-orang yang telah
menaikkan standar keunggulan manusia dengan membuat rekor atau capaian
baru, yang menunjukkan keunggulan kemampuan manusia. Mereka antara lain
para atlet dan artis yang berprestasi tinggi. Sebagai contoh, pada skala
dunia, kita dapat menyebut nama Usain Bolt (pelari) dan Adele (penyanyi)
sebagai sosok anutan dalam ranah ini.
Keempat, orang-orang atau kelompok yang telah melakukan kegiatan
kemanusiaan yang berdampak pada penguatan bangsa dan keharmonisan
hubungan antarkomunitas, atau antarbangsa, dapat menjadi anutan. Mereka
mungkin para negarawan atau tokoh masyarakat. Sebagai contoh, pada skala
dunia, tokoh sekelas Mahatma Gandhi (negarawan) dan Bunda Teresa
(biarawati, aktivis kemanusiaan) merupakan sosok anutan dalam ranah ini.
Kelima, kita juga perlu mengangkat nama-nama orang atau kelompok
yang gencar menggalakkan kegiatan penyelamatan dan pelestarian lingkungan
melalui upaya-upa ya dan/ atau kegiatan ramah lingkungan. Masyarakat umum
dan aktivis lingkungan tercakup di sini. Sebagai contoh, pada skala
dunia, ada John Muir dan David Suzuki (keduanya aktivis lingkungan) yang
dapat kita jadikan sebagai sosok anutan dalam ranah ini.
Keenam, orang-orang atau kelompok yang telah berjasa memperluas akses
terhadap pendidikan dan melakukan upaya-upaya peningkatan mutu
pendidikan, baik formal maupun nonformal, pantas menjadi anutan.
Masyarakat umum dan aktivis pendidikan tercakup di sini. Sebagai contoh,
pada skala dunia, nama Paulo Freire (fi lsuf dan pendidik) dan Salman Khan
(perintis pendidikan via internet) merupakan sosok anutan dalam ranah
ini.
Ketujuh, kita juga perlu mempromosikan nama-nama mereka yang
berkiprah dalam bidang humaniora, yang telah membuat manusia lebih
manusiawi melalui berbagai kegiatan, karya seni, atau tulisan. Mereka
antara lain para seniman, penyair, dan penulis. Sebagai contoh, pada
skala dunia, kita dapat menyebut Pablo Picasso (pelukis) dan Paulo Coelho
(novelis) sebagai sosok anutan dalam ranah ini.
Pada kesempatan ini, penulis tidak akan mengusulkan namanama warga
Indonesia yang pantas menjadi sosok anutan dalam ketujuh ranah tersebut. Hal
tersebut memerlukan waktu dan diskusi khusus. Penulis percaya, sejak
kebangkitan nasional, Indonesia mempunyai tak sedikit sosok anutan dalam
berbagai bidang. Nama dan kontribusi mereka mungkin dapat dilacak di
dunia maya.
Dengan karya atau aktivitas, mereka telah mengharumkan nama
bangsa--walau mungkin tidak sehebat sosok anutan pada skala dunia yang
disebutkan sebagai contoh. Sayangnya, kecuali beberapa orang yang memang
sangat terkenal, nama mereka selama ini kurang terangkat--kalah
publisitas daripada para politikus dan pengusaha. Padahal, anakanak dan
remaja memerlukan sosok anutan dalam berbagai bidang, baik dari Bumi
Nusantara ini maupun belahan dunia lainnya.
Indonesia masa depan yang maju dan beradab itu perlu kita rajut
dengan lebih serius dari sekarang.
Jika dihitung mundur dari 2045, kita
punya 32 tahun untuk mewujudkannya, termasuk mengatasi ketertinggalan
negara kita dari negara-negara lain. Mulai hari ini juga, sosok-sosok
anutan dalam berbagai bidang perlu tampil, atau ditampilkan, untuk
menginspirasi anak-anak dan para remaja, generasi penerus bangsa, yang
akan mengarungi masa depan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar