Selasa, 23 April 2013

Dicari Sosok Anutan


Dicari Sosok Anutan
Hendra Gunawan ;  Guru Besar FMIPA ITB
MEDIA INDONESIA, 22 April 2013

  
INDONESIA merdeka yang adil dan makmur, dengan kehidupan bangsa yang cerdas (dan beradab), sebagaimana dicanangkan dalam Pembukaan UUD RI 1945 hingga saat ini tampaknya belum terwujud. Bahkan, hari demi hari, permasalahan yang dihadapi bangsa ini justru semakin banyak dan menyeramkan. Sebutkah misalnya masalah korupsi yang makin merajalela, dari kelas kakap hingga kelas teri, dan terjadi hampir di setiap lini.

Di satu sisi, kita harus mengakui perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir masih bertumbuh secara positif sehingga dipuji negara lain. Konon, menurut dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun Menko Perekonomian saat ini, dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat pendapatan per kapita Indonesia pada 2025 akan mencapai US$15 ribu.
Pada saat itu, Indonesia diharapkan akan menjadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia. Lebih jauh, dalam dokumen MP3EI tersebut dijelaskan, negara kita diproyeksikan menjadi salah satu dari tujuh kekuatan ekonomi di dunia pada 2045--saat Indonesia berusia 100 tahun!

Namun, di sisi lain, selain masalah korupsi yang telah disebutkan, kita juga masih didera dengan masalah kemiskinan, kualitas pendidikan yang rendah, dan berbagai permasalahan sosial seperti konflik horizontal antarmasyarakat, peredaran narkoba, kekerasan seksual, dan berbagai bentuk kriminalitas lainnya. Belum lagi masalah kemacetan dan rendahnya mutu infrastruktur yang kita miliki, baik di perkotaan maupun di perdesaan, serta sejumlah masalah yang berkaitan dengan lingkungan alam.

Dalam keadaan seperti ini, tampaknya kita hanya bisa menggantungkan harapan pada masa depan. Menurut statistik kependudukan Indonesia, dalam 10 hingga 30 tahun ke depan, kita akan memasuki demographic window (jendela demografi), dengan jumlah penduduk usia produktif mencapai sekitar 70% populasi. Jendela demografi tersebut akan menjadi bonus demografi bila penduduk usia produktif tersebut berkualitas. Bila tidak, bukan tidak mungkin yang akan terjadi nanti justru sebaliknya: kutukan demografi!

Kekhawatiran akan terjadinya kutukan demografi bukanlah sesuatu yang mengada-ada. Tengoklah apa yang terjadi di sekitar kita saat ini: masyarakat yang suka menerabas, melanggar peraturan seenaknya, tidak merawat lingkungan dengan baik, bekerja asal-asalan, berpikir jangka pendek, dan seterusnya. Di era kehidupan modern ini, intelektualitas dan budaya masyarakat kita justru masih terbelakang. Seperti apa negeri ini dalam 20-30 tahun ke depan?

Bila kita putus asa dengan perilaku dan kiprah orang dewasa kebanyakan saat ini, tumpuan harapan kita untuk masa depan Indonesia yang lebih baik ada pada anak-anak dan para remaja saat ini karena merekalah yang akan memimpin dan mengelola bangsa ini ke depan. Tugas kita sekarang sebagai orang dewasa, khususnya para pendidik, pewarta, dan pemuka agama serta orang-orang yang masih didengar dan diakui integritasnya oleh masyarakat, ialah memandu anak-anak dan para remaja, termasuk mereka yang baru memasuki usia dewasa muda, ke arah yang diidamkan, menuju kehidupan bangsa yang cerdas.

Dengan meminjam kata-kata Presiden Soekarno, “Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit!“ Anak-anak dan para remaja Indonesia perlu disemangati agar mempunyai harapan dan citacita yang tinggi. Namun, selain memiliki cita-cita, anak-anak dan para remaja juga perlu mempunyai role model (sosok anutan), yang dapat menginspirasi mereka untuk bekerja keras meraih cita-cita dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.

Pertanyaannya, siapakah yang layak menjadi sosok anutan? Dalam konteks merajut Indonesia masa depan yang adil dan makmur, maju dan beradab, serta disegani dunia, sosok anutan yang kita perlukan ialah sosok-sosok, baik individu maupun kelompok, yang diakui masyarakat luas (bahkan mungkin diakui pula oleh dunia) telah berkontribusi besar dan luar biasa pada kemajuan dan kehidupan bangsa yang cerdas, melalui karya atau upayanya dalam berbagai bidang atau sendi kehidupan manusia.

Selama ini penulis mengamati masyarakat terlalu terfokus pada ranah politik dan perekonomian, seolah untuk menjadi seseorang yang terpandang di negara ini haruslah terjun ke dunia politik atau perekonomian. Padahal, untuk menjadi negara maju dan beradab, kita perlu menggarap dengan serius berbagai ranah lainnya juga.

Terkait dengan hal itu, menurut hemat penulis, bangsa ini perlu memiliki sejumlah sosok anutan setidaknya dalam tujuh bidang berikut.

Pertama, dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, kita perlu menampilkan sosok yang telah memperluas pengetahuan manusia dengan melakukan penelitian dan menghasilkan penemuan baru tentang berbagai aspek kehidupan. Mereka antara lain para ilmuwan dan dokter. Sebagai contoh, pada skala dunia, ilmuwan seperti Isaac Newton (penemu teori gravitas) dan Albert Einstein (penemu teori relativitas) merupakan sosok anutan dalam ranah ini.

Kedua, kita juga perlu mempunyai daftar nama warga Indonesia yang telah menciptakan karya atau gagasan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Para teknolog, inventor dan inovator, serta pemikir termasuk dalam ranah ini. Sebagai contoh, pada skala dunia, Bill Gates (pendiri Microsoft) dan Mark Zuckerberg (pendiri Facebook) dapat menjadi sosok anutan dalam ranah ini.

Ketiga, bangsa ini juga perlu mencatat orang-orang yang telah menaikkan standar keunggulan manusia dengan membuat rekor atau capaian baru, yang menunjukkan keunggulan kemampuan manusia. Mereka antara lain para atlet dan artis yang berprestasi tinggi. Sebagai contoh, pada skala dunia, kita dapat menyebut nama Usain Bolt (pelari) dan Adele (penyanyi) sebagai sosok anutan dalam ranah ini.

Keempat, orang-orang atau kelompok yang telah melakukan kegiatan kemanusiaan yang berdampak pada penguatan bangsa dan keharmonisan hubungan antarkomunitas, atau antarbangsa, dapat menjadi anutan. Mereka mungkin para negarawan atau tokoh masyarakat. Sebagai contoh, pada skala dunia, tokoh sekelas Mahatma Gandhi (negarawan) dan Bunda Teresa (biarawati, aktivis kemanusiaan) merupakan sosok anutan dalam ranah ini.

Kelima, kita juga perlu mengangkat nama-nama orang atau kelompok yang gencar menggalakkan kegiatan penyelamatan dan pelestarian lingkungan melalui upaya-upa ya dan/ atau kegiatan ramah lingkungan. Masyarakat umum dan aktivis lingkungan tercakup di sini. Sebagai contoh, pada skala dunia, ada John Muir dan David Suzuki (keduanya aktivis lingkungan) yang dapat kita jadikan sebagai sosok anutan dalam ranah ini.

Keenam, orang-orang atau kelompok yang telah berjasa memperluas akses terhadap pendidikan dan melakukan upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan, baik formal maupun nonformal, pantas menjadi anutan. Masyarakat umum dan aktivis pendidikan tercakup di sini. Sebagai contoh, pada skala dunia, nama Paulo Freire (fi lsuf dan pendidik) dan Salman Khan (perintis pendidikan via internet) merupakan sosok anutan dalam ranah ini.

Ketujuh, kita juga perlu mempromosikan nama-nama mereka yang berkiprah dalam bidang humaniora, yang telah membuat manusia lebih manusiawi melalui berbagai kegiatan, karya seni, atau tulisan. Mereka antara lain para seniman, penyair, dan penulis. Sebagai contoh, pada skala dunia, kita dapat menyebut Pablo Picasso (pelukis) dan Paulo Coelho (novelis) sebagai sosok anutan dalam ranah ini.

Pada kesempatan ini, penulis tidak akan mengusulkan namanama warga Indonesia yang pantas menjadi sosok anutan dalam ketujuh ranah tersebut. Hal tersebut memerlukan waktu dan diskusi khusus. Penulis percaya, sejak kebangkitan nasional, Indonesia mempunyai tak sedikit sosok anutan dalam berbagai bidang. Nama dan kontribusi mereka mungkin dapat dilacak di dunia maya.

Dengan karya atau aktivitas, mereka telah mengharumkan nama bangsa--walau mungkin tidak sehebat sosok anutan pada skala dunia yang disebutkan sebagai contoh. Sayangnya, kecuali beberapa orang yang memang sangat terkenal, nama mereka selama ini kurang terangkat--kalah publisitas daripada para politikus dan pengusaha. Padahal, anakanak dan remaja memerlukan sosok anutan dalam berbagai bidang, baik dari Bumi Nusantara ini maupun belahan dunia lainnya.
Indonesia masa depan yang maju dan beradab itu perlu kita rajut dengan lebih serius dari sekarang. 

Jika dihitung mundur dari 2045, kita punya 32 tahun untuk mewujudkannya, termasuk mengatasi ketertinggalan negara kita dari negara-negara lain. Mulai hari ini juga, sosok-sosok anutan dalam berbagai bidang perlu tampil, atau ditampilkan, untuk menginspirasi anak-anak dan para remaja, generasi penerus bangsa, yang akan mengarungi masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar