Selasa, 23 April 2013

Social and Emotional Aspects of Learning


Social and Emotional Aspects of Learning
Ahmad Baedowi ;  Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
MEDIA INDONESIA, 22 April 2013


Dari Eyang Subur hingga Tasripin, dari Cebongan hingga karut-marut tertundanya pelaksanaan ujian nasional, secara socio-emotional menunjukkan rendahnya kualitas kognitif, efektif, dan psikomotorik masyarakat kita. Pendidikan seolah tak memberi sumbangan yang signifikan dalam membentuk masyarakat yang lebih beradab dalam menghargai kehidupan dan kemanusiaan. Namun, sebaliknya malah ikut membentuk struktur emosi masyarakat ke arah yang lebih negatif.

Fenomena-fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita saat ini seolah berjalan paralel dengan apa yang terjadi di dunia pendidikan. Semua rupa perilaku tidak terpuji di bidang pendidikan pasti akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap apa yang terjadi di masyarakat. Pendidikan, sebagaimana kehidupan, adalah proses tak berujung yang harus direkayasa secara generik dan bertanggung jawab agar apa yang akan terjadi di masyarakat bisa dikendalikan dengan baik. Pada sisi ini, aspek emosional dan sosial proses pembelajaran harus dibentuk melalui sebuah mata rantai yang kuat antara visi dan misi pendidikan yang jelas dan terukur, serta melibatkan peran serta aktif masyarakat, guru, dan sekolah.

Geneva Gay (2000) memang pernah mengatakan bahwa “School cannot– solve society’s problems. In fact, school could affect much more rapid reforms if society changed fi rst. If society really stopped being racist, it would insist (and enforce the expectation) that all its institutions, including school, do likewise”. Jika pendidikan diartikan secara sederhana dalam bentuk kelembagaan, sekolah adalah penjelasannya. Karena itu, sekolah menjadi tempat bergantung setiap anggota masyarakat untuk mempersiapkan masa depan anak-anak mereka. Dengan sekolah yang memperoleh dukungan dari masyarakat yang berkehendak untuk berubah, sesungguhnya pendidikan telah bergerak ke arah yang benar.

Masalahnya adalah, bagaimana dengan sikap mental masyarakat kita yang saat ini sangat permissive dari segi budaya dan mudah mengambil kesimpulan karena masyarakat kita belum terbiasa dengan perbedaan pendapat. Kedua jenis mentalitas masyarakat ini perlu dibangun ulang melalui serangkaian socio-therapy yang merupakan tugas utama dari moral pendidikan. Dan sekolah, dengan struktur manajemen yang sehat dan dukungan masyarakat yang kuat, merupakan kata kunci yang tepat untuk mengatasi masalah maraknya tindak kejahatan terorisme di sekitar kita.

Harus kita akui secara jujur, bahwa–-jangan-jangan--para pengikut Eyang Subur, orangtua yang kejam dan tega terhadap anaknya seperti kasus Tasripin dan beberapa anakanak yang mengalami perilaku asusila, serta pelaku penyerangan di Cebongan merupakan salah satu buah dari sistem pendidikan yang tidak sehat. Sumber ketidaksehatan sistem pendidikan kita terlihat dari begitu banyaknya proses trial and error dalam bidang kurikulum, evaluasi, dan penyelenggaraan pendidikan. Hal ini juga diperparah dengan pengebirian peran dan tanggung jawab masyarakat terhadap sekolah di sekitar mereka.

Selain itu, penting bagi semua pemangku kepentingan pendidikan di Tanah Air untuk menggali dan mengkaji secara serius keterkaitan antara proses emosional, sosial, dan kognitif siswa dalam belajar. Kata kuncinya adalah bagaimana sekolah dan guru-guru memiliki sensitivitas yang secara kreatif mendorong terciptanya struktur emosi dan pro-sosial yang tinggi terhadap lingkungan masyarakat. Sanna Jarvela dalam Social and Emotional Aspects of Learning (2011) mengurai setidaknya empat hal yang perlu diperhatikan dalam melihat hubungan antara pendidikan dan perilaku masyarakat.

Pertama, kajian tentang aspek motivasi belajar seperti keingintahuan, atribut emosi, motivasi intrinsik dan ekstrinsik harus terus digali berdasarkan konteks sosial saat ini. Kedua, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengenali aspek emosinya secara cerdas juga penting dilakukan, terutama untuk melihat hubungan antara emosi dan kondisi keluarga serta masyarakat sekitarnya. Ketiga, kajian terhadap interaksi sosial dengan bentuk-bentuk pembelajaran di kelas juga perlu dieksplorasi melalui serangkaian riset komprehensif. Yang terakhir, keempat, penting untuk memperkenalkan secara perlahan konsep selfregulation sebagai bagian dari pembentukan budaya sekolah yang sehat.

Apalagi? Anak-anak kita juga perlu untuk memahami konsep kunci skillstreaming, sebuah bentuk intervensi psychoeducational yang berakar pada ilmu psikologi dan pendidikan. Proses skillstreaming menitikberatkan pada empat instruksi langsung prinsip pembelajaran: modeling, bermain peran, umpan balik, dan transfer. Keempat prosedur pembelajaran tersebut telah lama digunakan untuk mendidik berbagai jenis perilaku prososial murid di sekolah-sekolah yang memiliki kesadaran tentang pentingnya perilaku prososial siswa yang positif dan diinginkan.

Empathic encouragement (memberi dorongan semangat dengan empati) adalah konsep kunci pertama dari mekanisme skillstreaming. Semua guru pasti sepakat bahwa memberi dorongan semangat dengan empati adalah sebuah strategi yang amat penting. Threat reduction (mengurangi ancaman/ gangguan) adalah mekanisme kedua yang juga penting untuk diketahui para guru. Teknik ini akan membantu untuk mengatasi kegelisahan murid.

Mekanisme ketiga adalah prompting, yaitu sebuah upaya guru untuk menganjurkan/ menyarankan sesuatu kepada siswa. Prompting dapat mencegah murid bersikap mengacau atau mengganggu yang disebabkan rasa takut gagal. Salah satu fungsi utama seorang guru adalah untuk mengantisipasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi murid selama dalam kelompok dan bersiap untuk menganjurkan tanggapan yang diharapkan.

Simplifying (penyederhanaan) adalah cara lain untuk meningkatkan kemungkinan murid berhasil sukses dalam kelompok skillstreaming. Para guru harus menyadari bahwa kemampuan murid untuk menyelesaikan beberapa tugas khusus berbeda-beda. Selain itu, memanfaatkan saat-saat yang tepat untuk memberi pelajaran (capturing teachable moments) dengan menggunakan metode skillstreaming akan berguna untuk mengelola kelompok yang memiliki problem perilaku seperti penarikan diri, mengacau, membolos, mengancam (behavioral excess), dan sejenisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar