CHINA dengan pemimpin baru
menatap masa depan dengan penuh optimistis. Parlemen China telah
menetapkan Xi Jinping dan Li Keqiang sebagai presiden dan perdana menteri
baru pada Maret 2013. Keduanya diharapkan menjabat hingga 2018. Ada
banyak hal yang menarik untuk dikemukakan dalam kaitan ini. Tulisan ini
mencoba memberikan analisis terkait dengan tampilnya kedua pemimpin baru
China. Termasuk berkenaan dengan konflik Korea, hubungan dengan ASEAN,
dan bagaimana sebaiknya Indonesia mengambil sikap.
Presiden Xi maupun PM Li sama-sama
merupakan tokoh yang terlahir sesudah didirikannya negara Republik Rakyat
China (RRC, People’s Republic of China) pada 1949. Xi terlahir 15 Juni
1953, sementara Li terlahir 1 Juli 1955. Keduanya juga menjalani
kehidupan serta bekerja di perdesaan selama Revolusi Kebudayaan
(1969-1975).
Keduanya juga sama-sama sangat
terpelajar. Presiden Xi setelah menamatkan pendidikannya di Tsinghua University (sebuah
universitas bergengsi di Beijing) dengan mengambil jurusan teknik kimia
kemudian meneruskan pendidikannya ke program postgraduate untuk humaniora dan ilmu-ilmu sosial (the School of Humanities and Social
Sciences) di universitas yang sama. Adapun PM Li menamatkan
pendidikan dari The School of Law
di Universitas Beijing (Peking
University) dan meneruskannya ke program doktor bidang ekonomi.
Dengan mencermati latar belakang demikian
maka kedua tokoh ini pastinya memberikan optimisme untuk kemajuan China
di masa datang sekaligus juga optimisme untuk kawasan Asia Pasifik. Xi
memberikan jaminan kepiawaian dalam meng organisasikan dan mengelola sumber
daya serta segala persoalan yang dihadapi China termasuk yang menyangkut
masalah birokrasi, sementara Li lebih banyak diharapkan memberikan
penguatan terhadap keyakinan akan pembangunan China ke depan termasuk
misalnya menyangkut perdagangan luar negeri.
Hal lain lagi ialah bahwa keduanya
sama-sama berada di garis reformis, mendukung pasar bebas, dan setuju
dengan ekspansi perkotaan. Hal demikian sangat mungkin disebabkan oleh
latar belakang pendidikan keduanya serta pengalaman-pengalaman sebelum
tampil sebagai pucuk pimpinan China.
Dapat dikatakan bahwa baik Xi maupun Li
sebenarnya tinggal meneruskan upaya-upaya yang telah mereka rintis
sebelumnya. Presiden Xi, misalnya, ketika masih menjabat sebagai Gubernur
Provinsi Fujian pernah mengupayakan menarik investasi termasuk dari
Taiwan. PM Li dengan disertasinya mengenai ekonomi China mengatakan
antara lain bahwa politik urbanisasi dapat ditempuh untuk memperkecil
kesenjangan sosial antara desa dan kota. Keduanya juga sangat dikenal
antikorupsi.
Kontribusi Signifikan
Kemudian berkenaan dengan
platform kuat terkait dengan dukungan terhadap pasar bebas maka dapat
disimak, Xi, misalnya, ketika berkunjung ke Amerika Latin (Meksiko,
Jamaika, Kolombia, Venezuela, dan Brasil) berusaha mempromosikan kedekatan
hubungan China dengan negara-negara tersebut. Juga terutama kontribusi
mereka pada krisis keuangan dunia di samping sudah tentu adalah kerja
sama ekonomi dan perdagangan. Dengan program pengembangan industri
strategis yang akan ditempuh China di lima tahun ke depan maka jelas ini
membutuhkan dukungan pasar bebas.
China telah merintis mengembangkan tujuh
industri strategis yang meliputi (a) industri otomotif dengan bahan bakar
alternatif dan mobil listrik, (b) teknologi ramah lingkungan dan hemat
energi meliputi antara lain efisiensi energi, kontrol terhadap limbah,
teknologi daur ulang, (c) pengembangan sumber energi alternatif, termasuk
di dalamnya energi nuklir, energi matahari, tenaga angin, dan bioenergi,
(d) pengembangan bioteknologi dengan fokus terutama untuk pengobatan, (e)
pengolahan material yang dikembangkan atau dalam hal ini pengembangan
rare earth (meliputi 17 unsur kimia dalam tabel periodik unsur kimia yang
sangat dibutuhkan untuk bahan pembuatan berbagai komponen industri), (f)
teknologi informasi generasi terbaru, dan (g) yang terakhir adalah
industri manufaktur bersifat spesifik termasuk misalnya untuk pesawat
terbang, kereta api cepat, satelit, dan peralatan eksplorasi bawah laut.
Peran China di masa depan dengan
tampilnya kedua pemimpin baru ini dapat diduga memberikan kontribusi yang
signifikan untuk stabilitas kawasan Asia Pasifik. Berkenaan dengan
konflik di Semenanjung Korea, misalnya, Beijing akan menjadi kekuatan
yang tidak hanya disegani, tetapi juga menjadi semacam pemain di belakang
layar bersama dengan Rusia. Fakta yang terjadi ialah bahwa Xi melakukan
lawatan ke Rusia (bukan ke Amerika) hanya seminggu setelah pelantikan.
Hal demikian dapat diartikan bahwa China
berusaha menempatkan posisi yang independen dari Amerika. Beijing ingin
memberikan kesan independen dalam kaitan dengan konflik Korea. Meski
demikian, Beijing juga ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa Korea
Utara sebenarnya tidak berdiri sendiri dalam konteks tersebut. Selama ini
telah terjadi kunjungan, perundingan, dan kontak yang intensif antara
Korea Utara dan Rusia. Di sisi lain, China juga tidak ingin dikesankan
oleh dunia sebagai pendukung tanpa syarat terhadap Pyongyang.
Berkenaan dengan perang dingin antara
China dan Jepang dapat dikatakan bahwa China di bawah Presiden Xi dan PM
Li tidak akan tampil secara profan memperuncing situasi kecuali terjadi
insiden yang diprovokasi oleh kekuatankekuatan tertentu entah yang
berasal dari China sendiri, Jepang, maupun negara ketiga. Dalam hal
terjadi insiden maka dapat diduga China akan mengambil tindakan yang
terukur untuk tetap menjaga stabilitas kawasan Asia Pasifik.
Sejauh ini konflik China-Jepang lebih
berlatar belakang sejarah terkait dengan invasi Jepang ke China sebelum
Perang Dunia. Sementara Beijing tengah serius dalam mengembangkan
supremasinya di mata dunia (termasuk dengan pengembangan industri
strategis yang di dalamnya ada industri persenjataan). Maka China di
bawah Presiden Xi dan PM Li tidak akan mau diganggu oleh urusan-urusan
yang menghambat kemajuan.
Mencermati perkembangan di China
belakangan ini, bagi negara-negara ASEAN (termasuk Indonesia) yang
terpenting ialah bermain secara cantik dengan cara memanfaatkan secara
cerdas `irama' yang diisyaratkan oleh China di bawah Presiden Xi dan PM
Li sambil tetap mengembangkan potensi-potensi yang ada pada setiap negara
ASEAN dalam konteks pemenuhan kepentingan domestik dan regional.
Dengan dikembangkannya industri strategis
di China, misalnya, Indonesia bisa menempuh cara menjalin hubungan lebih
dekat dan/atau mengupayakan kerja sama dengan China terkait dengan
pembangunan industri strategis.
Beberapa aspek penting untuk
dikerjasamakan oleh Indonesia dengan China dapat dipilih, misalnya
industri manufaktur bersifat spesifik terutama sarana transportasi umum
untuk memecahkan masalah kemacetan lalu lintas di kota-kota besar.
Permasalahan itu tampaknya dapat
diselesaikan dengan jalan kerja sama dengan Beijing dalam pengembangan
kereta api cepat. Selain itu, industri bioteknologi khususnya untuk
pengobatan (biomedicines)
tampaknya menjadi sektor penting dikerjasamakan dengan China. Selain
karena budaya penggunaan tanaman obat herbal yang sudah ada di kedua
negara, pengoptimalan potensi iklim Indonesia sedikit banyak mendukung
kerja sama di antara keduanya.
Pengembangan teknologi ramah lingkungan
dan hemat energi juga menjadi sektor yang penting untuk dikerjasamakan. Efisiensi
energi, kontrol terhadap limbah, teknologi daur ulang, dan penggunaan air
laut yang lebih optimal tampaknya semakin terasa mendesak bagi Indonesia.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar