Rabu, 03 April 2013

China dengan Pemimpin Baru


China dengan Pemimpin Baru
Lukman Nusa ;   Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
MEDIA INDONESIA, 02 April 2013


CHINA dengan pemimpin baru menatap masa depan dengan penuh optimistis. Parlemen China telah menetapkan Xi Jinping dan Li Keqiang sebagai presiden dan perdana menteri baru pada Maret 2013. Keduanya diharapkan menjabat hingga 2018. Ada banyak hal yang menarik untuk dikemukakan dalam kaitan ini. Tulisan ini mencoba memberikan analisis terkait dengan tampilnya kedua pemimpin baru China. Termasuk berkenaan dengan konflik Korea, hubungan dengan ASEAN, dan bagaimana sebaiknya Indonesia mengambil sikap.

Presiden Xi maupun PM Li sama-sama merupakan tokoh yang terlahir sesudah didirikannya negara Republik Rakyat China (RRC, People’s Republic of China) pada 1949. Xi terlahir 15 Juni 1953, sementara Li terlahir 1 Juli 1955. Keduanya juga menjalani kehidupan serta bekerja di perdesaan selama Revolusi Kebudayaan (1969-1975).

Keduanya juga sama-sama sangat terpelajar. Presiden Xi setelah menamatkan pendidikannya di Tsinghua University (sebuah universitas bergengsi di Beijing) dengan mengambil jurusan teknik kimia kemudian meneruskan pendidikannya ke program postgraduate untuk humaniora dan ilmu-ilmu sosial (the School of Humanities and Social Sciences) di universitas yang sama. Adapun PM Li menamatkan pendidikan dari The School of Law di Universitas Beijing (Peking University) dan meneruskannya ke program doktor bidang ekonomi.

Dengan mencermati latar belakang demikian maka kedua tokoh ini pastinya memberikan optimisme untuk kemajuan China di masa datang sekaligus juga optimisme untuk kawasan Asia Pasifik. Xi memberikan jaminan kepiawaian dalam meng organisasikan dan mengelola sumber daya serta segala persoalan yang dihadapi China termasuk yang menyangkut masalah birokrasi, sementara Li lebih banyak diharapkan memberikan penguatan terhadap keyakinan akan pembangunan China ke depan termasuk misalnya menyangkut perdagangan luar negeri.

Hal lain lagi ialah bahwa keduanya sama-sama berada di garis reformis, mendukung pasar bebas, dan setuju dengan ekspansi perkotaan. Hal demikian sangat mungkin disebabkan oleh latar belakang pendidikan keduanya serta pengalaman-pengalaman sebelum tampil sebagai pucuk pimpinan China.
Dapat dikatakan bahwa baik Xi maupun Li sebenarnya tinggal meneruskan upaya-upaya yang telah mereka rintis sebelumnya. Presiden Xi, misalnya, ketika masih menjabat sebagai Gubernur Provinsi Fujian pernah mengupayakan menarik investasi termasuk dari Taiwan. PM Li dengan disertasinya mengenai ekonomi China mengatakan antara lain bahwa politik urbanisasi dapat ditempuh untuk memperkecil kesenjangan sosial antara desa dan kota. Keduanya juga sangat dikenal antikorupsi.

Kontribusi Signifikan

Kemudian berkenaan dengan platform kuat terkait dengan dukungan terhadap pasar bebas maka dapat disimak, Xi, misalnya, ketika berkunjung ke Amerika Latin (Meksiko, Jamaika, Kolombia, Venezuela, dan Brasil) berusaha mempromosikan kedekatan hubungan China dengan negara-negara tersebut. Juga terutama kontribusi mereka pada krisis keuangan dunia di samping sudah tentu adalah kerja sama ekonomi dan perdagangan. Dengan program pengembangan industri strategis yang akan ditempuh China di lima tahun ke depan maka jelas ini membutuhkan dukungan pasar bebas.

China telah merintis mengembangkan tujuh industri strategis yang meliputi (a) industri otomotif dengan bahan bakar alternatif dan mobil listrik, (b) teknologi ramah lingkungan dan hemat energi meliputi antara lain efisiensi energi, kontrol terhadap limbah, teknologi daur ulang, (c) pengembangan sumber energi alternatif, termasuk di dalamnya energi nuklir, energi matahari, tenaga angin, dan bioenergi, (d) pengembangan bioteknologi dengan fokus terutama untuk pengobatan, (e) pengolahan material yang dikembangkan atau dalam hal ini pengembangan rare earth (meliputi 17 unsur kimia dalam tabel periodik unsur kimia yang sangat dibutuhkan untuk bahan pembuatan berbagai komponen industri), (f) teknologi informasi generasi terbaru, dan (g) yang terakhir adalah industri manufaktur bersifat spesifik termasuk misalnya untuk pesawat terbang, kereta api cepat, satelit, dan peralatan eksplorasi bawah laut.

Peran China di masa depan dengan tampilnya kedua pemimpin baru ini dapat diduga memberikan kontribusi yang signifikan untuk stabilitas kawasan Asia Pasifik. Berkenaan dengan konflik di Semenanjung Korea, misalnya, Beijing akan menjadi kekuatan yang tidak hanya disegani, tetapi juga menjadi semacam pemain di belakang layar bersama dengan Rusia. Fakta yang terjadi ialah bahwa Xi melakukan lawatan ke Rusia (bukan ke Amerika) hanya seminggu setelah pelantikan.

Hal demikian dapat diartikan bahwa China berusaha menempatkan posisi yang independen dari Amerika. Beijing ingin memberikan kesan independen dalam kaitan dengan konflik Korea. Meski demikian, Beijing juga ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa Korea Utara sebenarnya tidak berdiri sendiri dalam konteks tersebut. Selama ini telah terjadi kunjungan, perundingan, dan kontak yang intensif antara Korea Utara dan Rusia. Di sisi lain, China juga tidak ingin dikesankan oleh dunia sebagai pendukung tanpa syarat terhadap Pyongyang.

Berkenaan dengan perang dingin antara China dan Jepang dapat dikatakan bahwa China di bawah Presiden Xi dan PM Li tidak akan tampil secara profan memperuncing situasi kecuali terjadi insiden yang diprovokasi oleh kekuatankekuatan tertentu entah yang berasal dari China sendiri, Jepang, maupun negara ketiga. Dalam hal terjadi insiden maka dapat diduga China akan mengambil tindakan yang terukur untuk tetap menjaga stabilitas kawasan Asia Pasifik.

Sejauh ini konflik China-Jepang lebih berlatar belakang sejarah terkait dengan invasi Jepang ke China sebelum Perang Dunia. Sementara Beijing tengah serius dalam mengembangkan supremasinya di mata dunia (termasuk dengan pengembangan industri strategis yang di dalamnya ada industri persenjataan). Maka China di bawah Presiden Xi dan PM Li tidak akan mau diganggu oleh urusan-urusan yang menghambat kemajuan.

Mencermati perkembangan di China belakangan ini, bagi negara-negara ASEAN (termasuk Indonesia) yang terpenting ialah bermain secara cantik dengan cara memanfaatkan secara cerdas `irama' yang diisyaratkan oleh China di bawah Presiden Xi dan PM Li sambil tetap mengembangkan potensi-potensi yang ada pada setiap negara ASEAN dalam konteks pemenuhan kepentingan domestik dan regional.

Dengan dikembangkannya industri strategis di China, misalnya, Indonesia bisa menempuh cara menjalin hubungan lebih dekat dan/atau mengupayakan kerja sama dengan China terkait dengan pembangunan industri strategis.

Beberapa aspek penting untuk dikerjasamakan oleh Indonesia dengan China dapat dipilih, misalnya industri manufaktur bersifat spesifik terutama sarana transportasi umum untuk memecahkan masalah kemacetan lalu lintas di kota-kota besar.

Permasalahan itu tampaknya dapat diselesaikan dengan jalan kerja sama dengan Beijing dalam pengembangan kereta api cepat. Selain itu, industri bioteknologi khususnya untuk pengobatan (biomedicines) tampaknya menjadi sektor penting dikerjasamakan dengan China. Selain karena budaya penggunaan tanaman obat herbal yang sudah ada di kedua negara, pengoptimalan potensi iklim Indonesia sedikit banyak mendukung kerja sama di antara keduanya.

Pengembangan teknologi ramah lingkungan dan hemat energi juga menjadi sektor yang penting untuk dikerjasamakan. Efisiensi energi, kontrol terhadap limbah, teknologi daur ulang, dan penggunaan air laut yang lebih optimal tampaknya semakin terasa mendesak bagi Indonesia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar