Rabu, 03 April 2013

April Mop dalam Politik


April Mop dalam Politik
Ismatillah A Nu’ad ;   Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan
Universitas Paramadina, Jakarta
MEDIA INDONESIA, 02 April 2013


“IF every fool wore a crown, we should all be kings,” (Idiom orang Welsh).
Jika tiap orang bodoh memakai mahkota, kita semua menjadi raja. Idiom tersebut akrab digunakan karena sindrom bulan April yang identik dengan mitos tradisi orang-orang Barat yang dikenal April Mop atau April Fools’ Day.

Tradisi ini hanya ada tiap April. Pada tradisi ini, orang dianggap boleh berbohong atau memberi lelucon kepada orang lain tanpa dianggap bersalah. April Mop juga ditandai dengan tipu-menipu dan lelucon lainnya terhadap keluarga, musuh, teman, bahkan tetangga dengan tujuan mempermalukan orang-orang yang mudah ditipu.

Dalam konteks politik Indonesia, terjadinya berbagai skenario dan dagelan politik yang diperagakan para elite terkesan tengah mempermainkan hati dan perasaan rakyat. Para elite dan penguasa mengerjai rakyat. Sebagian pihak, misalnya, dalam kasus korupsi Hambalang yang menyeret Partai Demokrat dan beberapa elitenya, seakan skenario besar yang tengah ‘dimainkan’ pihak tertentu.

Sebuah skenario sangat cepat terjadi, mulai dijadikannya Anas Urbaningrum sebagai tersangka KPK hingga mundurnya ia sebagai ketua umum partai. Pun dengan naiknya SBY sebagai pengganti pada KLB Demokrat, pekan lalu, hingga para pengamat menduga dinasti Cikeas tengah ancang-ancang untuk Pilpres 2014.

Isunya, karena SBY sudah tak mungkin lagi naik menjadi capres di Pilpres 2014, skenarionya dia menjadi ketua umum partai untuk memudahkan pengaturan ‘orang-orang terdekatnya’ menggantikan dia dalam bursa capres dari Partai Demokrat nanti. Sebut saja, misalnya, merebaknya namanama yang dekat dengan SBY, seperti istrinya, Ani Yudhoyono, besannya, Hatta Rajasa, atau adik iparnya, KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo.

Jika semuanya benar, kaum elite tengah menjebak rakyat kembali dalam pusaran politik kekeluargaan yang cenderung nepotistis. Rakyat dikerjai kaum elite lewat berbagai skenario politik yang adiluhung, yang tengah dimainkan kaum elite.

April Mop politik, dengan demikian, bukan isapan jempol, melainkan kenyataan faktual yang kini tengah dirasakan rakyat. Para elite dan penguasa mengerjai rakyat, maka kita tinggal menunggu balasan yang akan mereka dapatkan dari rakyat. Rakyat sudah semakin muak dengan para elite dan penguasa. Di tengah banalitas perilaku para elite-penguasa, e publik lambat laun l semakin tidak percaya pada kekuasaan politik.

Benar jika Geoff Mulgan dalam karyanya, Politics in an Antipolitical Age (1994), mengatakan bahwa politik, yang semestinya dan seharusnya dibangun berdasarkan nilainilai moral serta etika, pada pelaksanaannya yang lebih dominan ialah memperbanyak kepentingan dan untuk menyelamatkan diri semata.

Tujuan politik lazimnya berperan, bagaimana semestinya para elite-penguasa membuat suatu kebijakan-kebijakan strategis dalam rangka menyejahterakan kehidupan publik. Namun, politik yang dijalankan pada tataran pelaksanaannya terus tercemari dengan praktik-praktik banalitas, yang hanya memperbesar kepentingan demi individu dan kelompok.

Seiring dengan janji-janji yang sudah diumbar elite-penguasa, tapi kemudian tak terbukti pada kenyataannya, karena itulah rakyat secara sendirinya akan mendelegitimasi mereka. Para elite-penguasa dapat dipastikan akan banyak bertumbangan karena tak mendapat dukungan lagi dari rakyat yang menjadi audiens.

Alasannya, pertama, karena kebanyakan para elitepenguasa sudah sekian lama justru mengkhianati kepentingan rakyat, dengan misalnya, perilaku koruptif serta kebohongan. Kedua, karena kebanyakan para elite-penguasa sudah menyalahgunakan euforia demokrasi yang kepercayaannya diberikan rakyat.

Selain demi kepentingan rakyat, jargon demokrasi juga tak pernah ketinggalan digunakan para elite-penguasa. Implementasi demokrasi bagi mereka ialah sebuah kebebasan menyuarakan pendapat. Mereka menganggap demokrasi adalah tujuan. Namun, persoalan bahwa apa tujuannya, itu yang tidak jelas.

Bahkan terkesan tujuannya ialah, sekali lagi, demi kepentingan individu dan kelompok. Seperti itulah yang sesungguhnya dikecam oleh banyak pihak. Bahkan menurut Mestika Zeid (2005), demokrasi yang dijadikan tujuan sesungguhnya bukanlah target demokrasi itu sendiri. Sebab, demokrasi itu punya tujuan, dan tujuannya adalah kesejahteraan bagi rakyat.

Bangsa ini sekarang tengah berada dalam era politik yang sesungguhnya antipolitik. Politik tidak dibangun berdasarkan moral dan etika, yang misalnya persoalan etika dan moral itu diwujudkan dengan membuat aturan-aturan strategis yang diimplementasikan bagi kesejahteraan rakyat.
Politik saat ini, energinya dihabiskan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Pun di sisi lain, 
persoalan yang sesungguhnya harus diselesaikan, se perti persoalan kemiskinan, angka pengangguran yang kian meninggi, dan persoalan krisis pangan, misalnya, tidak disentuh sama sekali.

Para elite-penguasa sibuk hanya bicara soal suksesi. Politik hanya menjadi ajang dan arena untuk memperkaya diri, saling menjatuhkan, dan sebagainya. Pendeknya, yang bertentangan dengan etika dan moral politik itu sendiri.
Jika keadaan itu terus berlangsung, sesungguhnya akan membahayakan kelangsungan bangsa ini, karena elite penguasa di situ tak lebih hanya merupakan instrumen destruktif yang justru akan memorak-porandakan kondisi bangsa ini dari dalam.

Para elite-penguasa tak menjadi satrio piningit untuk merekonstruksi persoalan-persoalan bangsa, dan kemudian membangunnya sehingga sedemikian rupa persoalan kian surut. Demokrasi yang kita bangun hanyalah sebatas utopia, harapan-harapan tapi tak pernah dapat terejawantah dalam kehidupan real, yakni untuk kesejahteraan rakyat.

Justru yang terjadi, dan ini yang sesungguhnya berbahaya, para elite-penguasa hanya menjadikan demokrasi dan politik yang ada saat ini sebagai instrumen menuju kekuasaan, memperkaya pribadi dan kelompok.
Para pelakunya hidup dalam kemegahan dan kemewahan, sedangkan rakyat yang semestinya diurusnya hidup dalam serbakekurangan dan kesulitan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar