Jika diukur beban anak zaman
sekarang dan dahulu, barangkali anak zaman sekarang jauh lebih berbeban.
Mulai dari dampak kemudahan teknologi yang cukup sulit untuk diredam,
permasalahan moral yang terus mengemuka, serta banyaknya perilaku aneh
yang mengakibatkan tipisnya pengertian apakah seseorang bisa dikatakan
manusia atau bukan.
Begitupun, rangkaian masalah di negeri ini seolah
tiada akhir. Orientasi kekuasaan, korupsi berkepanjangan, pengangguran,
kemiskinan yang merajalela, keadilan yang tak juga mengejawantah,
penderitaan para TKI yang tak tertuntaskan, korban perkosaan yang hampir
tak teradvokasi hingga tuntas, penganiayaan terhadap anak kandung,
kekerasan dalam rumah tangga, penjualan anak di bawah umur, banyaknya
mafia peradilan alias markus, perilaku bohemian orang-orang berduit,
kasus narkoba hingga kematian akibat minuman keras, berita heboh video
mesum mirip artis, serta kasus bunuh diri anak.
Rangkaian potret buram bangsa kita secara tidak
langsung menjadi fatamorgana memilukan bagi kelangsungan hidup anak-anak.
Banyak hal yang seharusnya sangat tidak boleh didengar dan dilihat anak,
namun ironisnya bisa mereka dapatkan dengan sangat mudah. Padahal
sejatinya, seorang anak dengan segala genuinitasnya, memiliki kemampuan
yang luar biasa untuk menangkap dan merekam berbagai obyek. Sehingga
dengan sangat mudahnya mereka mempelajari sesuatu bahkan tanpa diajari
secara langsung sekalipun.
Anak memang merupakan pribadi yang unik. Ada berjuta
gagasan cerdas yang muncul dari otak jeniusnya. Ada beribu pertanyaan
menarik yang tersimpan didalam benaknya. Ada bermiliar pengetahuan yang
terekam dalam memorinya. Sungguh pribadi itu suatu anugerah yang sangat
berharga. Oleh karena itulah, berbagai tindakan preventif yang arif dan
mendidik adalah niscaya.
Jangan sampai kehebatan dan kemuliaan pribadinya
hangus dan terberangus oleh kompleksitas permasalahan yang ditimbulkan
oleh orang-orang dewasa.
Kehebatan daya tangkap anak seharusnya berbanding
lurus dengan berbagai stimulasi yang mendidik dan mencerdaskan. Kehebatan
otaknya yang genius dengan miliaran sel saraf menakjubkan, seharusnya
menjadi lahan subur bagi orang dewasa untuk mengolahnya menjadi anak
cerdas berkualitas. Keceriaannya yang khas dan kepolosannya yang
memesona, seharusnya tetap bisa ditampilkan dengan natural tanpa adanya
intervensi negatif dalam bentuk amarah orang dewasa dan celaan yang
menyakitkan.
Namun, kenyataannya potret demoralisai sangat mudah
dilihat, ditiru dan diikuti jejaknya. Tak heran bila ada seorang bocah
tiga tahun dengan begitu lihainya berargumen ala peran antagonis di
sebuah sinetron. Tak heran, bila seorang anak sudah sangat familiar
dengan narkoba. Tak heran pula bila ada seorang anak SD yang mencoba
bunuh diri hanya gara-gara tidak mampu membayar biaya sekolah. Sangat
tidak heran, apabila ada anak SD yang melakukan tindakan asulila (mesum)
seperti yang dicontohkan di internet dan diberitakan di televisi.
Menyelematkan moral anak memang bukanlah perkara yang
simplistis dan pragmatis. Menyelesaikannya membutuhkan banyak elemen.
Tidak cukup pihak sekolah yang memiliki tugas mendidik dan membina anak.
Namun, keluarga pun sejatinya memiliki porsi tanggungjawab yang jauh
lebih banyak.
Salah satu hal yang perlu dianggap prioritas yang
perlu diupayakan guna menyelematkan anak-anak dari berbagai potret buram
bangsa kita yang kini semakin mengemuka adalah penanaman kesadaran
ber-Tuhan. Tanamkan kesadaran pada mereka bahwa segala bentuk perilaku,
baik yang tampak maupun yang tersembunyi, yang baik maupun yang buruk,
semuanya akan dilihat dan direkam oleh Allah SWT. Dengan bahasa yang sangat
sederhana, hal itu bisa disampaikannya seperti contoh berikut.
Allah akan tahu terhadap siapapun yang berbohong.
Allah juga pasti akan melihat apapun yang dilakukan manusia walaupun
dengan cara-cara sembunyi-sembunyi. Allah akan mendengar perkataan setiap
ummat-Nya. Tangisan, rengekan, kata-kata kasar, semuanya akan didengar
oleh Allah. Bahkan kata-kata yang diucapkan dalam hati pun didengar
Allah.
Tak cukup sampai di sana. Upaya kita belum tuntas
hanya dengan menanamkan kesadaran ber-Tuhan. Namun, perlu direnungkan
kembali tentang masalah yang bermunculan di negeri ini. Dalam hal ini,
barangkali orang perlu belajar membuka hati dan menerima terhadap masalah
yang ada tanpa ada kesan mendukung terhadap kebobrokan moral yang
terjadi.
Masalah layaknya sel yang terus
berganti dan terus berganti. Bahkan kehadirannya begitu terstruktur mulai
dari tingkat kerumitan yang biasa sampai tingkat kerumitan yang luar
biasa. Dari tantangan yang sangat standar hingga tantangan yang
melelahkan. Dari ujian yang ringan sampai ujian yang sangat berat.
Dan, dengan adanya permasalahaan yang semakin
mengemuka, barangkali perlu diambil pelajaran tentang pentingnya sikap
optimistis. kemudian, sikap optimistis itu diduplikasikan kepada
anak-anak. Oleh karena itu, harus dipastikan kepada anak-anak bahwa
negeri ini tak selamanya penuh dengan kompleksitas masalah seperti
sekarang ini.
Orang dewasa juga perlu meyakinkan pada mereka bahwa
negeri ini bisa berubah. Siapa lagi yang akan mengubah dan memperbaiki
negeri ini dari segala kesemerawutan kalau bukan anak-anak generasi
penerus. Karena kecemerlangan peradaban bangsa ada di tangan mereka,
bukan di tangan orang dewasa.
Betapa gagalnya kita bila anak-anak harus meneruskan
jejak kehancuran. Betapa meruginya kita ketika anak-anak kita tumbuh dan
berkembang menjadi penerus pelaku korupsi, penerus pelaku pembunuhan,
penerus pelaku video mesum, penerus mafia kasus. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar