Jumat, 19 April 2013

Akhir Cerita Iron Girl Bersama Gagasan TINA-nya


Akhir Cerita Iron Girl Bersama Gagasan TINA-nya
Arif Novianto  Mahasiswa Manajemen dan Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik di Universitas Gadjah Mada (UGM) - Yogyakarta
OKEZONENEWS, 17 April 2013

  
“There Is Not Alternative”(TINA) mungkin ungkapan tersebut yang begitu dilekatkan dengan sosok Si Wanita Besi (Iron Girl) Margareth Thatcher. Dia merupakan sosok wanita keras yang pernah menahkodai Negara Inggris selama 11 tahunan di bawah panji-panji Partai Konservatif Inggris. 

Ungkapan terkenalnya bahwa tidak ada alternatif lain selain kapitalisme dan neoliberalisme di dunia ini, telah menjadi semacam mitos yang terus membayangi berbagai pemerintahan Negara di dunia ini hingga akhir hayatnya kemarin. Yaitu pada Senin, tanggal 8 April 2013 akibat penyakit stroke yang dideritanya.

Tetapi kini mitos TINA tersebut hanya seperti sebuah lelucon kuno yang begitu menggelikan setiap kali diungkapkan. Seperti sebuah lelucon yang digunakan untuk menakuti anak-anak kecil agar mereka tetap tinggal di rumah atau agar anak tersebut tidak berperilaku yang aneh-aneh. Ya itulah yang sekarang terjadi terhadap Mitos TINA yang sudah uzur dan hanya akan membuat orang menggeleng-gelengkan kepala setiap kali mendengarnya.

Itu terjadi karena tidak pernah terbuktinya pandangan TINA tersebut. Gagasannya bahwa tidak alternatif lain selain Kapitalisme dan neoliberalisme yang akan dapat membawa Negara-negara berkembang (merangkak) mengejar Negara Maju (yang sedang berlari kencang) atau bahwa dengan invisible handnya mampu untuk menciptakan distribusi keadilan dan pemerataan yang dimana kemiskinan dan kesengsaraan dapat teratasi didalamnya. Semuanya tidak pernah terwujud. Sedangkan yang terjadi hanyalah semakin terciptanya kesengsaraan, penindasan dan kemiskinan. Yang semakin diperparah akibat krisis dari sistem Kapitalisme yang juga telah terjadi pada tahun 2008nan hingga sekarang ini.

Kapitalisme = Krisis
  
Terjadinya krisis di dalam tubuh kapitalisme tersebut tak terlepas dari apa yang pernah diungkapkan oleh Trotsky (1921) bahwa “krisis-krisis dan boom-boom adalah sesuatu yang inheren di dalam kapitalisme semenjak kelahirannya, dan mereka akan menemaninya sampai ke liang kuburnya”. Hal tersebut terjadi karena masalah internal di dalam relasi hubungan sistem kapitalisme. Dimana adanya kontradiksi-kontradiksi yang terus ditimbun oleh sistem kapitalisme selama bertahun-tahun telah menciptakan sebuah ledakan yang tak mungkin dapat dielakan lagi.
  
Kapitalisme dan Neo-liberalisme yang merupakan dua tiang yang saling terkait juga memiliki keterkaitan dengan munculnya sifat monopoli dan kartelisasi. Monopoli tersebut terjadi seiring dengan perkembangan kompetisi di dalam kapitalisme, hingga akhirnya menciptakan konglomerat-konglomerat tertentu yang merupakan produk dari kompetisi tersebut. Segelintiran orang tersebut (konglomerat) tak pelak berhasil menguasai kekayaan yang setara dengan kekayaan puluhan bahkan ratusan juta orang dan berhasil memegang serta mengontrol sebuah sistem produksi kapitalis. Hal tersebut terjadi akibat keberhasilan para konglomerat tersebut menyingkirkan para kapitalis-kapitalis lainnya didalam kompetisi pasar bebas.
  
Keadaan tersebutlah yang juga memiliki tendensi munculnya Monopoli-monopoli atas relasi produksi dan perdagangan. Dan titik yang paling membahayakan adalah ketika para konglomerat dengan perkakas monopolinya tersebut menciptakan sebuah Kartel. Dengan adanya Kartel tersebut mereka melakukan persekongkolan gelap untuk mengatur harga di dalam relasi perdagangan. Dengan pengaturan harga serta berbagai bentuk tindakan manipulatif mereka berusaha mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
  
Dimanapun tempatnya di dunia ini kapitalisme tidak akan pernah ada tanpa adanya ketimpangan demi ketimpangan yang telah diciptakannya. Dengan adanya ketimpangan yang terbentuk akibat monopoli-monopoli serta kartelisasi di dalam tubuh kapitalisme modern ini, secara langsung telah menciptakan berbagai macam kontradiksi-kontradiksi yang mengungkungnya. Munculnya kontradiksi yang pasti akan terus menumpuk dan menumpuk setiap tahun demi tahunnya. Hingga akan menciptakan luapan yang tak akan pernah tertahankan lagi yaitu ledakan krisis multi-dimensional. Yang akibatnya tidak ada alternatif dari krisis tersebut selain ledakan kemiskinan, pengangguran, kesengsaraan dan penderitaan.
Alternatif Lain dari Kapitalisme
  
Memang tidak akan ada alternatif lain selain badai krisis ekonomi yang akan terus menghantui Kapitalisme bersama tiang-tiang penyangganya. Sehingga ketika mengungkapkan bahwa dengan kapitalisme dan neoliberalisme, segala bentuk kemiskinan, pengangguran dan kesengsaraan dapat teratasi, hal tersebut seperti sebuah mimpi di siang hari. Apalagi didalam konteks Negara-negara dunia ke tiga seperti di Indonesia sekarang ini. Bagaimana dengan prinsip liberalisasi, deregulasi dan privatisasi yang merupakan bagian di dalam pemenuhan prinsip neo-liberalisme, secara telak telah merusak tatanan ekonomi Indonesia serta telah menghancurkan kedaulatan Indonesia sebagai Negara.
  
Mungkin yang ingin diungkapkan oleh Margareth Thathcer adalah bahwa tidak ada alternatif lain selain ke eratan antara kapitalisme dengan kemiskinan, kesengsaraan dan penindasan bersama krisis yang menyertainya. Sehingga Melihat kenyataan yang demikianlah yang membuat gagasan TINA ini menjadi usang dan tak memiliki makna lagi.
  
Persis dibelahan dunia lain, tepatnya di Amerika latin, Hugo Chavez dengan cukup gemilang menampar Thatcher dengan gagasan Sosialisme abad ke-21 yang dipegangnya didalam membentuk arah gerak Negara Venezuela. Chavez dengan gerakan revolusi Bolivariannya telah berhasil menunjukan kepada dunia bahwa ada alternatif yang begitu gemilang selain dari kapitalisme yang terbukti telah menyengsarakan.
  
Selama masa kepemimpinan Chavez yaitu sejak 1998 sampai awal 2013, dia telah berhasil membuat kemiskinan di Venezuela berkurang dari 70,8% di tahun 1996 menjadi 21% di tahun 2010, kemiskinan ekstrem turun dari 40% di tahun 1996 menjadi 7,3% di tahun 2010, pengangguran berhasil ditekan dari 20% menjadi dibawah 7% dan angka buta aksara pun berhasil diberantas. Keberhasilan yang berhasil ditorehkan Chavez tersebut tak lain karena disingkirkannya kebijkan neolib yang puluhan tahun lamanya telah mengungkung Negara Venezuela untuk digantikan kearah agenda-agenda Sosialis.
  
Keberhasilan dari Chavez tersebut juga telah menciptakan efek domino tersendiri di dalam pergulatan gerakan politik kiri didunia. Dan juga telah membuka mata dunia bahwa ada alternatif yang lebih membanggakan dari pada Kapitalisme dan Neoliberalisme. Sehingga membuat Negara-negara seperti Argentina, Nikaragua, Bolivia. Brazil, dan Negara-negara kawasan amerika latin serta karibia lainnya juga berusaha turut mengikuti jejak dari Chavez bersama Negara Venezuela yang dipimpinnya.
  
Melihat kenyataan yang demikian, masihkah para rezim kapitalis akan dengan bangga mengatakan bahwa tidak ada Alternatif lain selain Kapitalisme dan Neoliberalisme. Kalau memang ada dan ada pemerintahan Negara yang tetap masih mempercayainya, mungkin Negara tersebut tengah mengalami mimpi-mimpi indahnya disiang hari ditengah ilusi dan kebutaan yang dialaminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar