|
REPUBLIKA,
30 Januari 2013
Berdasarkan Pasal 41 UU No 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah diamanahkan melaksanakan
investasi jangka panjang dengan tujuan memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah menerbitkan PP No 8 Tahun 2007 tentang
Investasi Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan No 52/PMK.01/2007, dan
Keputusan Menteri Keuangan No 91/KMK.05/2009 guna membentuk lembaga Pusat
Investasi Pemerintah (PIP).
PIP sejatinya adalah satuan kerja
di bawah Kementerian Keuangan yang mengelola investasi pemerintah. Tugas
pokoknya memberikan pinjaman dengan bunga rendah kepada pemerintah daerah
untuk pembangunan infrastruktur dasar (jalan, rumah sakit, bandara, dan sebagainya).
Adapun dananya diambil dari empat sumber, yaitu APBN, pendapatan internal,
dana amanah (trust fund), dan
sumber lain yang sah.
Tahun lalu, PIP telah mengucurkan
penyertaan modal dan pinjaman sebesar Rp 20 triliun kepada daerah. Target itu
senyatanya naik dua kali lipat dari target realisasi penyertaan modal dan
pinjaman pada 2011, yaitu lebih dari Rp 9 triliun. Agaknya, tahun ini dana
yang dikucurkan PIP ke daerah akan meningkat lebih tajam lagi. Salah satu
daerah yang sudah memanfaatkan eksistensi PIP adalah Sulawesi Selatan
(Sulsel).
Memang, untuk membiayai
pembangunan infrastruktur, pemerintah daerah bisa menggunakan model pembiayaan,
seperti pola public-private partnership,
obligasi daerah, dan pinjaman daerah ke bank. Namun, tampaknya
Pemerintah Sulsel cukup cerdas dan jeli melihat peluang kerja sama dengan PIP
yang menggunakan pola debt financing.
Motif utama Sulsel merapat ke PIP adalah tentu untuk membenahi infrastruktur
dasarnya yang dirasa masih kurang dan jauh dari ideal. Kota Makassar,
misalnya, sarana jalan minimal 20 persen dari luas wilayah. Akan tetapi, di
Makassar baru tersedia lima persen.
Pun, di Sulsel tidak ada jalur
alternatif penghubung lintas kabupaten/kota.
Selain itu, masih banyak kabupaten/kota yang terisolasi di Sulsel. Dampaknya, tidak hanya ada daerah tertinggal dari hubungan sosial, tetapi juga ada daerah di Sulsel yang sukar memasarkan hasil produksinya sehingga inflasi dan biaya hidup di daerah itu tinggi.
Begitu pula jalan yang mengoneksikan
pasar kecamatan dengan pasar kabupaten, pasar provinsi, dan interkoneksi
antara pasar provinsi dan pasar nasional atau global (export oriented), masih sangat kurang. Sementara untuk mewujudkan
Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia di Sulsel, khusus Koridor
IV, dibutuhkan nilai investasi lebih dari Rp 334 triliun.
Dengan besaran nilai investasi itu, Sulsel membutuhkan banyak investor yang
berani menanamkan modal besar guna menunjang program ekonomi. Karena itu,
Sulsel harus melakukan percepatan pembangunan sejumlah infrastruktur di
kabupaten/kota yang merupakan prasyarat masuknya investor.
Selain itu, pemerintah provinsi
juga harus memberikan jaminan terkait kondusivitas daerah serta penerapan
regulasi investasi yang fleksibel. Karena itu, pengujung 2012 lalu, PIP resmi
mengabulkan permohonan pinjaman Pemerintah Provinsi Sulsel sebesar Rp 500
miliar. Pinjaman tersebut diberikan PIP untuk membangun infrastruktur dasar,
yaitu 10 ruas jalan dan satu jembatan. Pinjaman diberikan dalam jangka lima
tahun dan masa tenggat pembayaran pokok 16 bulan. Bunga pinjaman 7,75 persen
efektif per tahun.
Tanpa meminjam kepada PIP, tentu Sulsel akan kesulitan membangun
infrastruktur. Selama ini, biaya pembangunan dan perbaikan infrastruktur,
terutama jalan dan jembatan, hanya bersumber dari APBD. Sementara, tahun ini
Sulsel berkewajiban membenahi 44 ruas jalan yang tersebar di seluruh
kabupaten/kota sepanjang 300 km.
Tahun lalu, anggaran perbaikan maupun
pembangunan jalan yang dialokasikan melalui APBD Sulsel hanya Rp 300 miliar.
Jumlah itu tentu masih rendah. Sebab, total panjang jalan yang ditangani
mencapai 1.220 km. Setiap tahun, Sulsel hanya mampu menuntaskan sekitar 61 km
jalan provinsi karena keterbatasan anggaran.
Pinjaman Rp 500 miliar itu pun
sebenarnya masih kurang. Karena untuk memperbaiki 44 ruas jalan di 24 kabupaten/kota
di Sulsel, diperkirakan menelan anggaran Rp 900 miliar hingga Rp 1 triliun.
Namun, dengan pinjaman PIP, paling tidak bisa membantu meringankan beban
pemerintah provinsi. Minimal, disparitas antarwilayah kabupaten/kota
akibat rendahnya aksesibilitas bisa dikurangi. Peningkatan dan pengembangan
infrastruktur tentu akan memberikan manfaat terhadap masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi regional di Sulsel. Selain itu, dengan pinjaman Rp 500
miliar, kemungkinan untuk menghasilkan keuntungan investasi senilai Rp 5
triliun juga cukup besar.
Langkah yang mesti ditempuh
pemerintah provinsi dan DPRD Sulsel adalah segera mengesahkan peraturan daerah
yang mengatur penggunaan pinjaman PIP itu. Perlu juga diperhatikan, dana PIP
tidak boleh mengendap di kas daerah lebih dari dua hari. Proses pencairan
hanya dapat dilakukan bila pemerintah provinsi telah mengajukan uang muka
dari kontrak proyek. Pembayarannya pun berdasarkan progres pelaksanaan
proyek. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar