Selasa, 24 Januari 2012

Tuhan Menciptakan Segala Sesuatu Bukan Tanpa Tujuan


Tuhan Menciptakan Segala Sesuatu
Bukan Tanpa Tujuan
Mohamad Sobary, ESAIS, ANGGOTA PENGURUS MASYARAKAT BANGGA PRODUK INDONESIA
Sumber : SINDO, 23 Januari 2012



Segala yang diciptakan Tuhan tak ada yang bersifat main-main. Tuhan sangat serius.Tak ada barang yang dicipta Tuhan tanpa tujuan. Semua yang tercipta ada maknanya.

Semua yang tercipta ada tujuannya. Begitu kata kitab suci.Mereka disebut umat beriman pun yakin akan kebenaran ungkapan ini. Apa tujuan Tuhan menciptakan makhluk kecil yang begitu lembut dan lemah macam cacing yang kita kenal dalam kehidupan kita? Kata orang-orang yang paham perkara cacing dan tanah, yang mengamati fenomena hubungan mereka dengan baik,kabarnyacacingmenyuburkantanah.

Sawah atau tanah tadah hujan lainnya, yang hendak ditanami padi,jika banyak cacingnya,itu tanda kesuburan dan menjadi harapan yang tak berbohong bagi petani yang mendambakan panen lebih bagus. Bagi saya cacing hanya satu gunanya: untuk umpan memancing.Maklum, saya bukan ahli di bidang percacingan. Bahkan saya belum “membaca” fenomena itu dengan baik secara luas. Ini fenomena “kitab” kauniah, “kitab” yang terbentang luas tanpa tanda juz tanpa batasan ayat. Maka, di dalam diskursus Islam kita bicara mengenai “kitab Quraniah”, kitab suci yang kita kenal baik, dan “kitab kauniah” yang disebut di atas,yaitu kitab yang terbentang di alam semesta, yang oleh sastrawan besar AA Navis disebut “alam terkembang menjadi guru”.

Profesor Komaruddin Hidayat bahkan membagi ayatayat Tuhan ke dalam empat golongan besar: kitabiah (Quraniah tadi), kauniah, dan nafsiyah, yaitu jagat kecil kita, dan ijtimaiah, yaitu realitas sosial, sejarah, yang semuanya dianjurkan untuk dibaca. Kita jarang menyadari dengan penuh kesadaran yang utuh bahwa kitab kauniah itu lebih tua dari kitabiah karena kita tahu, alam semesta sudah terbentang luas, lama sekali, entah berapa juta tahun, sebelum ayat-ayat Tuhan diwahyukan kepada para nabi maupun para rasul. Begitu kita membaca kitabiah dan kauniah, yang terbentang ini, kita terlibat dalam kesibukan intelektual untuk membuat penafsiran.

Nalar kita dengan begitu bisa disebut jembatan antara semua ayat kauniah dan semua ayat kitabiah. Maka, sangat besar kemungkinan yang terbuka bagi kita, untuk menjadikan apa yang dinyatakan dalam ayat-ayat kitabiah itu sebagai inspirasi yang sifatnya hipotetis untuk melangkah lebih jauh ke dunia penelitian dan melakukan pemahaman atas makna ayat tadi secara empirik. Sejarawan Kuntowidjojo pernah menyatakan perlunya para cendekiawan Islam merumuskan teoretisasi ayat-ayat.

Belum jelas, bagaimana menjahit pernyataan Prof Komaruddin dan sejarawan ini menjadi satu himpunan makna yang secara akademis bisa menjadi rangsangan lebih banyak kalangan kaum akademisi.Tapi satu hal sudah terang-benderang bagaikan cahaya lailatul qadr: keduanya orang saleh yang serius memahami fenomena ayat-ayat untuk meneroboskan pemahaman hingga ke titik terjauh, ke suatu dataran pengertian di dunia keilmuan yang lebih hakiki.

Dan jika dimungkinkan untuk mencapai apa yang kita sebut makrifat.Kecenderungan keduanya tampaknya bakal bersifat filosofis dan jika diwujudkan di dalam kerja ilmiah, niscaya akan melahirkan pemahaman filsafat yang belum kita temukan ujung permulaannya sekalipun.Keduanya mengajak bekerja menafsir dan memahami fenomena hidup secara ilmiah.Dan Profesor Komaruddin, yang pada hakikatnya memang filosof, secara lebih khusus menyebut: kitab kauniah merangsang pemahaman empiris dengan penghayatan mendalam yang lebih kontemplatif. Namanya juga orang filsafat.

Pemikirannya pastilah ke arah filsafat juga. Tapi kita harus kembali ke tema utama kita: Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan serius, Tuhan tidak main-main, Tuhan memiliki tujuan khusus,agung dan mulia,yang kita—hingga kini— belumtahumenangkapsasmita alam yang terkembang bersama atau dalam ciptaan itu. Kita bisa bicara apa saja yang dicipta Tuhan.Laut,misalnya, ada gunanya.Gunung ada gunanya. Juga batu padas, batu gunung, dan bebatuan yang berkilau-kilau untuk mata cincin penghias jarijari kita. Bahkan kodok dan tokek, yang tampangnya purba, kurang ramah, dan badannya bentol-bentol mengerikan jelaslah ada gunanya.

Sebutlah apa saja. Biawak, kadal, ular, selain yang kelihatan seperti tak berguna, jelas ada gunanya. Kalau kita ingin secara spesifik mengetahui apa tujuan Tuhan menciptakan mereka dan apa gunanya,saya kira kita tak usah bertanya kepada Tuhan secara langsung. Kita tempuh saja cara yang sifatnya wajib, yaitu menyelenggarakan penyelidikan serius, ilmiah, dengan sifat teliti, disertai renungan kontemplatif— seperti disebut Profesor Komaruddin tadi—dengan kedalaman terjauh yang bisa dijangkau kapasitas kemanusiaan kita.

Banyak hal lain yang menuntut kerja keras kita menjadi penghayat sejati, yang menandakan sifat orang beriman yang juga sejati, untuk bisa beriman bukan sekadar karena menurut kata orang,melainkan menurut hasil pemahaman kita yang mendalam,menurut kapasitas ijtihadkita.Syukurlah bila dengan langkah itu kita memulai suatu babak baru di dunia keilmuan, yang mampu merangsang rasa penasaran akademik kita,sehingga para ilmuwan tergerak menjadi penghayat sifat-sifat dan hasil “kerja”,hasil “cipta”Tuhan,untuk bisa menjadi lebih dekat denganTuhan.

Seorang ahli biologi Profesor Sutiman, yang saleh dan tekun, telah menyelenggarakan suatu penelitian ilmiah, sistematis,dan dengan renungan kontemplatif mengenai apa gunanya tembakau, apa gunanya keretek. Adakah keretek dicipta Tuhan hanya untuk menjadi benda terkutuk, yang dimusuhi begitu banyak kalangan, yang tulus bicara demi kesehatan masyarakat, dan yang tak tulus, artinya bohong semata, demi bisnis farmasi dan demi semangat mencaplok keretek kita agar semuanya berada di tangan kapitalis yang wataknya sangat kolonialis dan imperialis?

Mereka menjajah terang-terangan dengan banyak cara. Saya tak punya akses di bidang keilmuan ini.Pendidikan saya antropologi, yang belajar serius,dengan kontemplasi untuk membaca manusia,cara berpikir, cara pandang, perasaan, tingkah laku, filsafatnya, sastranya, dan tradisi bagus yang tercipta dalam hidup, serta banyak unsur lain yang jika diringkas menjadi satu kata: kebudayaan. Saya tahu tembakau dan keretek dari dimensi itu. Dari sudut itu, keretek itu anggun posisi kebudayaannya.

Tapi silakan para sahabat mempelajari fenomena itu dengan kesalehan dan kejelian orang beriman dan bukan dengan sikap marah dan permusuhan, seolah siap meniadakan sahabatnya sendiri.Orang yang sudah tua,yang sudah dekat titik ujung perjalanannya,mengapa melakukan itu? Mengapa tak mencoba yakin bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu bukan tanpa tujuan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar