Selasa, 24 Januari 2012

Adil dalam Perdagangan Bebas


Adil dalam Perdagangan Bebas
Craig Emerson, MENTERI PERDAGANGAN AUSTRALIA
Sumber : JAWA POS, 21 Januari 2012



DISKUSI tentang kebijakan perdagangan sering dipertentangkan dalam dua perspektif, yaitu perdagangan bebas dan perdagangan adil. Menurut paradigma itu, bila perdagangan dibuat lebih bebas, pastilah menjadi kurang adil. Satu-satunya cara untuk membuat perdagangan lebih adil adalah membuatnya menjadi kurang bebas. Dapatkah perdagangan bebas menjadi adil?

Mereka yang berpendapat bahwa adanya negara-negara bergaji rendah membuat arena kompetisi ekonomi tidak seimbang dan oleh karena itu tidak adil, yang secara logis, berjuang untuk tingkat upah tunggal secara global.

Itu suatu usul yang menarik dari kanan jauh, namun sangat mirip dengan falsafah Karl Marx.

Hingga kita memiliki satu tata pemerintah dunia untuk tingkat upah dunia tunggal, pendukung proteksionisme akan terus memperjuangkan pembatasan tarif dan pembatasan-pembatasan impor lainnya atas barang dari negara-negara berupah rendah.

Di Australia, upah minimum adalah 15,50 dolar Australia per jam. Sementara tingkat upah di pabrik-pabrik mancanegara yang memproduksi kaus kaki dan pakaian dalam murah sekitar 80 sen per jam. Diperlukan penerapan tarif lebih dari 1.000 persen untuk menghapus keuntungan daya saing negara-negara berupah rendah pada Australia.

Alternatif dari tarif yang luar biasa itu adalah menurunkan upah Australia menjadi 80 sen per jam. Tetapi, mengapa pekerja Australia harus dipaksa ikut lomba menuju dasar, bersaing dalam hal upah dengan negara-negara miskin yang berupah rendah, hanya supaya kami dapat memproduksi kaus kaki dan pakaian dalam kami sendiri?

Lebih baik masa depan Australia adalah sebagai negara berketerampilan tinggi dengan upah tinggi. Apa yang sedang dilakukan penduduk negara-negara miskin, yang beralih dari pertanian sub­sisten, apakah lebih baik memperoleh upah dengan memproduksi barang-barang berupah rendah untuk ekspor?

Adanya penduduk yang berjuang untuk hidup dengan upah rendah tidak berarti tidak adil terhadap negara-negara kaya; ini tidak adil untuk penduduk itu sendiri dan keluarga yang mereka coba hidupi. Bagi mereka, perdagangan bebas adalah adil. Bila kita mempunyai belas kasih kepada mereka, kita seharusnya sepakat.

Di masyarakat apa pun terdapat dua kategori penduduk: produsen dan konsumen. Semua produsen adalah konsumen. Namun, tidak semua konsumen adalah produsen. Pendukung pembatas­an perdagangan beralasan bahwa pembatasan impor adalah suatu kepentingan nasional.

Namun, pembatasan impor meningkatkan biaya hidup konsumen. Bagaimana mungkin hal itu merupakan kepentingan nasional bila mengakibatkan biaya hidup yang lebih tinggi kepada konsumen? Bagi kita yang berupaya menghadirkan ma­syarakat yang lebih adil, tarif dan kuota adalah regresif. Sebab, hal itu mengakibatkan beban berat yang tidak seimbang kepada penduduk miskin.

Pascadepresi dan Perang Dunia II, negara-negara besar memutuskan untuk menyusun serangkaian peraturan bagaimana perdagangan dunia akan diselenggarakan. Perjanjian umum tentang tarif dan perdagangan (general agreement on tariffs and trade) mengembangkan peraturan yang dirancang untuk memastikan bahwa perdagangan bebas berlangsung secara adil.

Anggota-anggota badan penerus GATT, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), tidak diperkenankan menaikkan tarif di atas suatu tingkat yang mereka telah bersepakat untuk menaatinya. Mereka diwajibkan untuk menaati batas-batas subsidi yang mereka terapkan kepada industri-industri dalam negeri. Mereka dibatasi dalam membanting harga di pasar ekspor.

Saat GATT didirikan pada 1947, GATT mempunyai 23 negara anggota. Pada saat WTO didirikan pada 1994, WTO mempunyai 128 anggota. Saat ini WTO mempunyai 153 anggota, dengan empat negara lain, termasuk Rusia, akan meratifikasi keanggotaan mereka tahun ini.

Tidak ada satu negara pun yang telah memutuskan untuk me­ninggalkan WTO. Pastilah buku peraturan WTO memiliki kelemahan dan beberapa halamannya hilang. Namun demikian, perdagangan lebih bebas dan lebih adil jika dibandingkan dengan bila tidak ada peraturan. Sasaran perdangan bebas dan perdagangan adil berlangsung lebih baik dengan penerapan peraturan kepada semua pihak dan dengan kepastian bahwa peraturan mencakup semua praktik yang tidak adil.

Itu sejatinya yang diupayakan di perundingan-perundingan perdagangan global Putaran Pembangunan Doha selama lebih dari satu dasawarsa. Putaran Doha berhasil membuahkan penghapusan subsidi ekspor pertanian, penerapan pembatasan ketat kepada subsidi pertanian, penurunan lebih jauh tarif industri, dan disiplin yang lebih ketat terhadap dumping.

Namun demikian, hal itu ternyata sulit. Rencana Australia, yang didukung oleh sekitar 50 negara di konferensi tingkat menteri WTO di Jenewa bulan lalu, adalah memilah-milah putaran tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih mudah dikelola dan dihadirkan untuk disepakati bila sudah siap.

Calon kuat untuk kesepakatan awal, misalnya, bisa jadi fasilitasi perdagangan. Itu akan mencakup percepatan gerak, peluncuran, dan perizinan barang. Komisi Europa meluncurkan suatu kajian pada Oktober tahun lalu yang memperkirakan suatu perjanjian fasilitasi perdagangan akan me­ningkatkan produk domestik bruto global sekitar USD 67 miliar.

Sebagian besar keuntungan ini akan mengalir ke negara-negara berkembang, membantu mengentaskan jutaan penduduk miskin dunia dari kemiskinan.

Saat itulah perdagangan bebas berada pada tingkat yang paling adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar