Meluruskan Sesat Pikir E-KTP
Lais Abid,
ANGGOTA
BADAN PEKERJA INDONESIAN CORRUPTION WATCH
Sumber : KORAN TEMPO, 18 November 2011
Ribut-ribut soal proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP)
sudah agak mereda. Keributan proyek Kementerian Dalam Negeri senilai hampir Rp
5 triliun itu berpuncak pada saat penentuan pemenang tender tersebut. Semua orang
mempermasalahkan proses tendernya, yang konon bermasalah. Sang menteri pun
sibuk menangkis berbagai tudingan miring yang dialamatkan kepadanya. Sang
menteri dituduh telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, tidak
melaksanakan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi, sampai tidak
menghiraukan masukan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sang
menteri pun tak kurang cerdik menangkis, dengan mengatakan bahwa sudah sejak
awal menggandeng Indonesia Corruption Watch (ICW) dan meminta KPK mengawasi
proyek ini.
Sungguh aneh ketika semua meributkan proyek e-KTP, dalam
substansi proyek itu sendiri sudah ada kekeliruan pemahaman sejak
awal.Kementerian Dalam Negeri salah menafsirkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal 101 undang-undang ini menyebutkan
pemerintah memberikan nomor induk kependudukan (NIK) kepada setiap penduduk paling
lambat lima tahun.
NIK tentu sangat berbeda dengan e-KTP. NIK adalah nomor
identitas setiap individu yang melekat pada setiap penduduk seumur hidup.
Sementara itu, e-KTP adalah identitas penduduk dewasa yang telah berumur
17 tahun dalam bentuk kartu elektronik. Sungguh tidak bisa dimengerti apa yang
dipikirkan pemangku kebijakan di Kementerian Dalam Negeri ini.
Dengan mengacu pada undang-undang tersebut, jelas negara harus
memberikan jaminan kepastian NIK, bukan ramai-ramai membuat proyek e-KTP.
Dengan demikian, sebenarnya NIK seharusnya diberikan setelah pencatatan biodata
penduduk dan perekaman sidik jari. NIK ini wajib dicantumkan dalam KTP sehingga
bisa dipastikan satu NIK satu KTP. Namun kenyataannya sekarang ini satu orang
bisa memiliki tiga
KTP, yang artinya juga memiliki tiga NIK. Ini terjadi karena
pemerintah memang belum membangun infrastruktur pra-e-KTP secara benar.
Pemerintah belum mempersiapkan grand design sistem administrasi
kependudukan, grand design sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK),
dan pemberian NIK juga belum rampung. Namun pemerintah tiba-tiba telah
melangkah jauh membangun grand design e-KTP. Sebuah kesalahan pemilihan
kebijakan yang memusingkan.
Dalam berbagai kesempatan, pihak-pihak yang berkepentingan dengan
proyek e-KTP selalu mengatakan proyek e-KTP justru untuk
membersihkan NIK ganda tersebut. Asumsi yang mereka bangun adalah setiap orang
yang membuat e-KTP akan direkam sidik jari dan sidik retina matanya
untuk kemudian dicocokkan dengan pemilik sah NIK.
Namun kebijakan ini juga keliru. Sebab, kalau melihat target
pemerintah, yang pada akhir 2011 akan menyelesaikan pembuatan 67 juta lembar e-KTP,
ini artinya hanya terjadi pembersihan terhadap 67 NIK pada 2011. Padahal
penduduk Indonesia sekarang sudah lebih dari 370 juta. Dengan begitu, jelas
rencana pemerintah membersihkan NIK ganda—yang menjadi pangkal kekacauan administrasi
kependudukan di Indonesia —tidak akan menjadi kenyataan.
Potensi Korupsi
Dengan melihat begitu getolnya Kementerian Dalam Negeri menggenjot
proyek e-KTP, kita bisa menilai Kementerian mengejar proyek semata,
bukan membangun sistem administrasi kependudukan ini secara tulus. Hal ini
tidak menutup kemungkinan menimbulkan banyak penyimpangan.
Program perbaikan sistem administrasi kependudukan sebenarnya
sudah dilakukan sejak dulu. Secara parsial, Kementerian Dalam Negeri sudah
menjalankan proyek-proyek pendukung. Pada 1998, program ini dimulai dengan proyek
KTP sistem informasi manajemen kependudukan yang gagal.Kemudian pada 2003-2010
juga disusul dengan proyek-proyek sejenis.
Dalam catatan ICW, misalnya,Kejaksaan Agung telah memproses kasus
korupsi sistem informasi administrasi kependudukan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Kasus yang menyeret Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Cilacap,
pejabat Pemerintah Kabupaten Cilacap, dan dua orang rekanan tersebut diperkirakan
merugikan negara Rp
1 miliar lebih.Kemudian korupsi pembangunan jaringan komunikasi SIAK
online di Kabupaten Hulu Sungai Utara pada 2007 juga telah memunculkan
tindak pidana korupsi, dan sudah diproses hingga di pengadilan. Dengan melihat pelanggaran-pelanggaran
dalam proyek e-KTP ini, tidak menutup kemungkinan timbulnya pidana
korupsi yang lebih besar di kemudian hari.
Proyek Berbahaya
Dengan melihat besarnya nilai proyek e-KTP ini, potensi
konfliknya juga tidak kecil. Proyek e-KTP sarat akan kepentingan. E-KTP
terkait dengan data semua penduduk Indonesia. Maka proyek ini potensial
menjadi obyek rekayasa untuk kepentingan politik pada pemilihan umum. Selain
itu, ada aspek keamanan yang seharusnya menjadi perhatian negara. Dalam proyek e-KTP
ini, negara harus bisa menjamin kerahasiaan
data warganya yang tersimpan dalam keping KTP elektronik. Aspek
ini harus dipikirkan dalam pemilihan jenis kartu yang dipakai.
Dengan mengedepankan proyek e-KTP juga terlihat program ini
hanya berorientasi mengejar pencarian (keuntungan) proyek secara material.
Padahal, ketika pemerintah mengutamakan pembangunan infrastruktur sistem
administrasi kependudukan dan sistem informasi administrasi kependudukan, KTP
tidak harus elektronik. KTP dengan
data yang tercantum yang hanya diketik dengan mesin ketik manual
pun jadi, asalkan NIK-nya sudah benar dan valid.
Kegagalan mendasar dalam proyek e-KTP adalah tidak
berhasilnya mengintegrasikan
banyaknya aspek dalam sistem administrasi kependudukan. Dengan mengutamakan
pembuatan e-KTP, berarti semakin menjauhkan upaya mengintegrasikan
sistem administrasi penduduk dengan sistem perbankan, sistem pajak, sistem
jaminan kesehatan, sistem keimigrasian, dan sistem sensus yang dilakukan Badan
Pusat Statistik. Padahal, kalau tidak dilakukan dengan terburu-buru, dan bisa mempertimbangkan
berbagai aspek kepentingan serta pada akhirnya bisa mengintegrasikannya, proyek
ini akan jauh lebih efisien. Pada akhirnya juga, proyek ini akan memberi banyak
manfaat kepada bangsa dan negara ini. Indonesia pun akan dilihat sebagai negara
yang maju dalam sistem administrasi kependudukannya.●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar