Mencermati Politik Luar Negeri Obama di Asia Pasifik
Asrudin,
PENELITI DI LINGKARAN
SURVEI INDONESIA (LSI) GROUP
Sumber : KORAN TEMPO, 23 November 2011
Ada yang menarik untuk dianalisis dari hasil kunjungan Presiden
Barack Obama ke Australia, yakni tentangkomitmen politik luar negeri Amerika
Serikat di kawasan Asia-Pasifik. Di Darwin,Australia, pada Kamis, 17 November
lalu, Obama mengatakan, “Amerika adalah kekuatan Asia-Pasifik, dan kami di sini
untuk tinggal. ”Komitmen ini dikatakan Obamasehari setelah Amerika-Australia
sepakat untuk menempatkan 2.500 marinir AS mulai tahun depan (2012) di
pangkalan militer Darwin.
Penempatan pasukan di Darwin adalah yang ketiga di kawasan Pasifik
setelah pangkalan militer AS di Guam dan Okinawa, Jepang. Mengingat ketiga
kawasan ini secara geografis melingkari wilayah Cina,wajarlah bila banyak pihak
pada umumnya, dan Cina pada khususnya, menganggap hal ini sebagai taktik
politik luar negeri AS untuk mengisolasi Cina di kawasan Asia-Pasifik.
Tapi Obama menyangkal tuduhan-tuduhan tersebut dengan mengatakan, “Kami
tidak takut dan tidak mengisolasi Cina.” Sangkalan Obama ini seakan ingin
menegaskan politik luar negeri AS yang lebih mengedepankan pendekatan idealisme
politik daripada realisme politik di kawasan Asia-Pasifik. Artinya, AS tidak
bermaksud melakukan politik isolasi terhadap Cina (realisme politik). Karena,
selain marinir, kata Obama, Angkatan Udara AS juga secara rutin akan melakukan
penerbangan di Australia untuk merespons bencana alam dan masalah kemanusiaan
secara efektif (idealisme politik).
Politik Luar Negeri Obama
Ciri utama politik luar negeri AS sejak 1940-an hingga kini
dibentuk oleh dua tradisi besar dalam ilmu hubungan internasional, yaitu
realisme politik dan idealisme politik.
Tradisi realisme politik berkembang di era Perang Dingin, di mana
tujuan utamanya adalah untuk melakukan politik pembendungan terhadap Uni
Soviet, yang dinilai
membahayakan supremasi kekuasaan AS di dunia. Sementara itu,
tradisi idealisme
politik berkembang pada era pasca-Perang Dingin, di mana tujuan
utama politik
luar negeri AS diarahkan untuk melakukan ekspansi
kebebasan/demokrasi ke seluruh
penjuru dunia.
Richard N. Haas (2009), Presiden Council on Foreign Relations,
pernah mengatakan
bahwa politik luar negeri Obama itu lekat dengan tradisi realisme
politik ketimbang idealisme politik. Penilaian Haas itu didapatkan setelah
melakukan studi banding politik luar negeri Obama dan politik luar negeri
George Bush, yang beraliran realisme politik (sang ayah), dengan politik luar negeri
George W. Bush, yang beraliran idealisme politik (sang anak).
George Bush dan George W. Bush adalah presiden AS yang telah
menceburkan AS ke Perang Irak. Tapi ada yang membedakan keduanya dalam hal
motif/tujuan Perang Irak. Motif/tujuan Presiden Bush (sang anak) melancarkan
Perang Irak 2003 adalah untuk mengganti rezim pemerintahan. Ia berharap
penggantian rezim di Bagdad bakal berujung pada terbentuknya Irak yang
demokratis. Sebagai penganut paham idealisme politik, Bush tentu berharap, dengan
demokratisnya Irak, negara ini akan menjadi lebih bersahabat dengan AS.
Sementara itu, politik luar negeri Presiden Bush (sang ayah) dalam
Perang Irak sebelumnya adalah untuk membebaskan Kuwait dari aneksasi Irak.
Setelah berhasil membebaskan Kuwait, AS justru tidak terus bergerak maju menuju
Bagdad dan menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein, seperti apa yang telah
dilakukan oleh anaknya. Bush di sini tampaknya hanya tertarik pada strategi
realisme politik yang tidak ingin melihat negara lain unjuk kekuatan/kekuasaan
yang dapat mengganggu kepentingan AS di Kuwait.
Dalam konteks itu, Presiden Obama rupanya lebih bersepakat dengan
pendekatan realisme politik Bush (sang ayah) dibandingkan dengan pendekatan
idealisme politik
Bush (sang anak). Dalam politik luar negeri AS di Afganistan,
misalnya, Presiden Obama sama sekali tidak menyinggung soal mengubah negara itu
menjadi demokratis.
Di Afganistan, Obama hanya tertarik untuk menghancurkan Al-Qaidah,
yang selama ini telah mengganggu kepentingan/kekuasaan AS.
Merujuk pada politik luar negeri realisme politik Obama
sebelumnya, maka pernyataan Obama yang menyebut “AS adalah kekuatan Asia-Pasifik”dapat
dipahami sebagai unjuk kekuatan AS terhadap Cina, yang selama ini dipandang
agresif di kawasan Pasifik; dan pernyataan Obama yang menyebut “AS tidak takut
terhadap Cina” adalah
penegasan Obama untuk memperingatkan Cina bahwa AS tidak gentar
dengan kemajuan teknologi militernya yang di awal 2011 telah berhasil
mengembangkan dan
meluncurkan rudal balistik yang jarak jangkauannya mampu mencapai
pangkalan militer AS di Okinawa dan Guam, Jepang. Pada intinya, penempatan
pasukan marinir
AS di Darwin itu ditujukan untuk meredam kekuatan Cina yang
semakin merajalela di kawasan Asia-Pasifik.
Implikasi
Meskipun Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan
Indonesia dan ASEAN tidak merasa terganggu dan terancam oleh keputusan
penempatan pasukan AS tersebut dan tidak akan membiarkan Asia Tenggara menjadi
ajang persaingan negara-negara kuat, seperti AS dan Cina, tetap ada implikasi
yang dapat merugikan Indonesia dan ASEAN akibat dari taktik politik luar negeri
Obama di kawasan Asia-Pasifik.
Implikasi pertama terkait dengan kedekatan geografis wilayah
Darwin, di mana pasukan marinir AS ditempatkan, dengan wilayah Indonesia bagian
Timur, Papua, dan Maluku, yang secara potensial rawan akan gerakan
separatismenya. Siapa yang bisa menjamin bahwa AS dan Australia tidak mengamati
aktivitas kita dan memiliki agenda tersembunyi? Apalagi Indonesia pernah memiliki
pengalaman pahit terhadap Australia karena mendukung disintegrasi Timor Leste
dari Indonesia pada 1999 (Herry Juliartono, 2011).
Implikasi kedua adalah jangan sampai persepsi positif Indonesia,
Malaysia, Filipina, dan Singapura (sebagai anggota ASEAN) terhadap penempatan
pasukan AS ini dipandang
negatif oleh Cina. Dan ini dapat berakibat bagi relasi Cina-ASEAN
ke depannya. Apalagi Cina telah berjasa bagi ASEAN dengan inisiatifnya
menyediakan bantuan dana sebesar US$ 10 miliar untuk kepentingan kerja sama
ASEAN-Cina.
Sangat jelas, taktik politik luar negeri realisme politik Obama
cukup efektif untuk menunjukkan AS sebagai kekuatan Asia-Pasifik. Cina pun
memiliki pengaruh kuat bagi ASEAN dengan sejumlah bantuan dananya. Implikasi
utama dari semua ini adalah, Indonesia dan ASEAN akan terancam, terganggu, dan
menjadi obyek dari pengaruh dua kekuatan utama yang bersaing antara AS dan Cina
di kawasan Asia-Pasifik. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar