Indonesia, Apa yang Kaukejar?
Hendri Saparini, PENGAMAT EKONOMI, ANGGOTA PENDIRI ASOSIASI EKONOMI POLITIK INDONESIA
Sumber : KOMPAS, 22 November 2011
KTT
Ke-19 ASEAN di Nusa Dua, Bali, pekan lalu, merupakan pertemuan para pemimpin
ASEAN yang kedua tahun ini setelah sebelumnya dilaksanakan di Jakarta, Mei
2011.
KTT
ASEAN kali ini menarik disimak karena dibarengi KTT ASEAN Plus Three (Jepang,
China, dan Korsel) pada 18 November. Pada 19 November, dilanjutkan dengan KTT
Ke-6 Asia Timur yang dihadiri para pemimpin ASEAN serta Australia, China,
India, Jepang, Korsel, Selandia Baru, Rusia, dan AS. Hampir semua negara yang
hadir dalam rangkaian KTT ASEAN di Bali telah memiliki kerja sama perdagangan
bebas (FTA) dengan ASEAN.
Secara
bilateral, negara-negara ASEAN juga telah memiliki kemitraan komprehensif
dengan negara-negara yang hadir. Indonesia termasuk sangat agresif, misalnya
lewat Economic Partnership Agreement (EPA) dengan Jepang dan Comprehensive
Partnership dengan AS.
Posisi ASEAN
ASEAN
mempunyai posisi sangat penting bagi ekonomi dunia dan akan menjadi penentu
bagi masa depan Asia Timur dalam menggeser hegemoni ekonomi dunia. ASEAN
penting karena akan menjadi pendukung ekonomi negara industri Asia seperti
China, India, Jepang, Korsel, Australia, dan Selandia Baru.
Bagi
China, negara-negara ASEAN adalah pemasok berbagai kebutuhan energi dan bahan
baku. Bagi ASEAN, China juga pasar penting bagi ekspor mereka. ASEAN juga
penting bagi India karena 99 persen ekspor minyak mentah Brunei untuk India.
Sedangkan untuk CPO, 88 persen ekspor Kamboja dan 58 persen ekspor Indonesia ditujukan
ke India.
ASEAN
akan semakin penting jika ASEAN Community 2015 diimplementasikan. Di bidang
ekonomi, bersatunya ASEAN dinilai sangat penting bagi negara mitra karena
dengan penduduk 558 juta, ASEAN akan jadi pasar tunggal raksasa dan dengan
tenaga kerja serta kekayaan alamnya akan menjadi basis produksi menjanjikan.
Integrasi
ekonomi ASEAN akan berarti dihapuskannya semua hambatan investasi dan
perdagangan, baik tarif maupun nontarif, serta diharmonisasikan dan
disederhanakannya berbagai regulasi. Sebagai pasar tunggal dan basis produksi,
pembangunan infrastruktur jadi penting untuk memperlancar aliran barang dan
jasa, modal, maupun tenaga kerja di kawasan ini.
Itu
sebabnya, Malaysia tak berhenti membujuk Indonesia membangun jembatan Selat
Malaka yang menghubungkan Sumatera dan Malaka. Sepanjang 48,69 km dari jembatan
sepanjang 127,93 km ini berada di wilayah Malaysia dan 79,24 km berada di
wilayah Indonesia. Alasan sama juga mendasari ngototnya China membangun
jembatan di Selat Sunda yang akan menyambungkan Sumatera dan Jawa karena akan
menyambung rel kereta api yang telah dibangun hingga Thailand untuk menguasai
pasar ASEAN.
Tawaran
China dan Malaysia tentu bukan tawaran tanpa didasari strategi matang atas
benefit yang akan diperoleh. Bayangkan, membangun dan mengoperasikan jalan tol
dengan tawaran tarif 80 dollar AS per kendaraan sekali jalan tentu sebuah
bisnis yang menggiurkan. Apalagi di era ASEAN 2015, akan ada potensi keuntungan
jauh lebih besar. Murahnya transportasi barang akan mendukung industri
manufaktur Malaysia. Juga akan menjadikan Sumatera sebagai pasar semakin
potensial bagi industri pariwisata, jasa pendidikan dan kesehatan Malaysia.
Baik
China maupun Malaysia akan menggunakan berbagai cara untuk mewujudkan mimpinya
termasuk menggunakan secara maksimal forum KTT ASEAN untuk menggulirkan isu
konektivitas ASEAN. Demikian juga Jepang, Australia, India, dan AS. Kehadiran
mereka dalam rangkaian KTT ASEAN ini tentu amat sangat penting untuk menjamin
bahwa arah kebijakan ekonomi ASEAN akan memberikan manfaat bagi mereka.
Posisi Indonesia?
Lalu,
di mana posisi Indonesia? Apa yang tengah diimpikan dan disiapkan Indonesia
menyongsong ASEAN 2015? Apa pula mimpi Indonesia di Asia Pasifik atau dunia?
Tentu Indonesia punya pilihan untuk aktif memosisikan diri atau pasif untuk
diposisikan. Pencapaian China jadi negara dengan produk manufaktur paling
kompetitif di dunia adalah wujud mimpi China puluhan tahun lalu. Keberhasilan
Singapura jadi negara industri jasa yang sangat kompetitif juga buah dari upaya
aktif untuk mewujudkan mimpi itu.
Sulit
untuk tidak mengatakan mimpi Indonesia terlalu sederhana dan tak banyak.
Jangan-jangan malah sekadar menaikkan posisinya dalam G-20. Toh, dengan
strategi saat ini, ekonomi tetap tumbuh, porsi investasi dan ekspor juga
semakin besar. Dengan PDB yang meningkat, PDB per kapita juga akan meningkat.
Memang
tak ada yang salah. Hanya akan salah jika perubahan struktur ekspor Indonesia
yang kini 70 persen komoditas primer, sementara 1980-1990 cukup besar porsi
produk olahan unggulan Indonesia, bukan kita anggap sebuah kemunduran. Baru
kita anggap keliru apabila hasil pembangunan ekonomi 60 persen dinikmati oleh
kurang dari 16 persen penduduk dan menghasilkan indeks pembangunan manusia di
bawah standar dunia!
Bukankah
ini justru mimpi buruk? Jika mau jujur, Indonesia saat ini sangat menikmati dan
membiarkan negara lain maupun industri-industri raksasa dunia mewujudkan
mimpi-mimpi mereka untuk Indonesia. Indonesia terlalu lelap tidur sampai lupa
membangun mimpi untuk dirinya sendiri. Membuka diri dan aktif dalam kerja sama
ekonomi global, regional, maupun bilateral memang perlu karena ada potensi
manfaat di dalamnya.
Namun,
dalam setiap kerja sama ekonomi, unsur persaingan dalam mendapatkan benefit
lebih besar tak akan pernah hilang. Setiap negara akan membawa dokumen strategi
dalam setiap perundingan agar mendukung mimpinya. Kehadiran Barack Obama dan Hu
Jintao ke Bali tentu bukan sekadar memenuhi undangan Indonesia yang tahun ini
menjadi ketua ASEAN. Kedua negara tersebut, sebagaimana negara lainnya,
dipastikan akan memanfaatkan panggung KTT ASEAN untuk saling lobi dan saling
adu pengaruh di ASEAN.
Tanpa mimpi yang jelas, apa yang dikejar Indonesia dalam
KTT ASEAN? Pasti bukan sekadar predikat ketua dan tuan rumah yang baik. Tetapi
apa? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar